INILAH AKU
ANTARA ARANG DAN BERLIAN
Saat dia berlian, maka orang dimanapun akan tahu seberapa mahal harganya, seberapa banyak perkiraan orang yang menginginkannya, seberapa berat perawatan dan penjagaannya, seberapa pantas seseorang harus berkapasitas untuk menyimpan, meletakkan di tempat yang layak.
Mereka tahu bagaimana cara memperlakukan berlian, karena mereka tahu berlian sangat idaman-
my precious.
Saat dia arang, orang dimanapun juga tahu apa fungsinya, berapa harga, atas hal apa pantas diberi penghargaan, semudah apa membuatnya, semudah dan secepat apa arang berpindah tangan. Mereka memperlakukan arang karena tahu bagaimana caranya tidak rusak sebelum masa pakai.
Bila objek itu adalah arang dan berlian dalam arti sesungguhnya, mata biasa bisa membedakan dengan mudah.
Begitu naasnya nasib dua objek itu untuk selalu digunakan sebagai metafora di dunia manusia sampai-sampai apapun mulai manusia istilahkan “berlian” dan “arang” bahkan untuk hal-hal yang begitu jauh bentuk fisiknya dari dua itu.
Misalkan, yang masuk dalam kelompok berlian adalah prestasi, penghargaan, kemuliaan, nama baik, kebahagiaan, dst. Yang dimasukkan dalam arang adalah ketidaknyamanan, kesusahan, cemas, khawatir, dusta, benci, iri, cemburu, marah, dst. Seperti sebuah garis bilangan dimana ujung kiri semakin banyak minusnya dan ujung kanan semakin banyak minusnya, arang-berlian.
Soal perasaan, bagaimana?
Apasih perasaan itu?
Apakah gejolak yang hadir dalam diri karena konsentrasi hormone-hormon yang bekerja dalam tubuh, temasuk juga campur tangan jantung, kerja sel saraf, jadi apa bentuk konkretnya?
Adakah?
Meminjam istilah dalam psikoanalisa, perasaan adalah keadaan atau pengalaman sadar yang sangat umum, mudah dibedakan antara enak dan tidak enak.
Gampangnya, perasaan positif yang rasanya enak itu adalah perasaan positif, perasaan positif yang rasanya tidak enak maka itu adalah perasaan negative, perasaan negative yang rasanya enak, mana ada. Dan perasaan negative yang rasanya tidak enak, maka itu pasti jelas perasaan negative. Ujung-ujungnya sampai pada perasaan enak versus perasaan tidak enak.
ARANG VS BERLIAN
Salah satu hal yang memiris hati adalah ketika orang ramai membicarakan cinta. Keadaan dimana usia menjadi hal yang tidak terlalu dipentingkan, “cinta tidak mengenal usia”, atau ketika “cinta itu buta” maka apapun telah menjadi nomor sekian, dimana yang penting itu cinta. Distorsi. Penurunan makna. Saya piker cinta itu barangkali saking agungnya, tidak sembarangan orang dan keadaan bisa mendeteksi apakah itu cinta atau bukan. Nilainya jadi menurun, tidak lagi tampak mahal, justru kesan yang ada adalah rusak, merusak, dirusak, bahaya.
Cinta, beda sekali dengan ketergilaan, beda arti, beda bentuk, dan beda tindakan yang dihasilkan.
Ketergilaan, kebuasan, dan kebahayaan yang lain tidak bias disandingkan dengan cinta yang begitu luhur disanjung dalam kitab suci.
Barangkali cinta memang datang dan bertempat di sebuah kedamaian hati, jadi bukan ketergilaan. Barangkali cinta memang mahal, tidak semua orang dapat mengenalinya. Hal yang arang dikatakan cinta, lalu mereka kebingungan untuk menyebut sesuatu yang bersifat berlian.
Aduuuh….
Jangan tergesa. Cinta yang agung, luhur, suci, antarmanusia akan datang dalam pernikahan. Meski tidak semua pernikahan juga akan mendatangkan cinta.
Saya belum berani menyatakan diri sebagai orang yang pernah mencintai, memberi cinta, atau memaknai cinta. Terlalu jauh dari itu. Terlalu kurang sempurna takdir untuk membentuk cinta. Tapi juga nggak terima kalau dibilang kebuasan, ketergilaan, keputusasaan. Saya menilai itu jauh di atas rasa suka. Tapi lebih nyaman untuk menyebutnya sebagai perasaan identitas.
Perasaan yang saya sangat mengenalinya, sebahaya apa dia akan menjadi, lalu seperti bunga apa ia akan mekar, akan setajam apa dia melukai, akan sehebat apa dia menyemangati, saya mengerti. Saya mengenal. Saya menamakannya perasaan identitas milik saya.
Inilah aku....
Saat dia arang, orang dimanapun juga tahu apa fungsinya, berapa harga, atas hal apa pantas diberi penghargaan, semudah apa membuatnya, semudah dan secepat apa arang berpindah tangan. Mereka memperlakukan arang karena tahu bagaimana caranya tidak rusak sebelum masa pakai.
Bila objek itu adalah arang dan berlian dalam arti sesungguhnya, mata biasa bisa membedakan dengan mudah.
Begitu naasnya nasib dua objek itu untuk selalu digunakan sebagai metafora di dunia manusia sampai-sampai apapun mulai manusia istilahkan “berlian” dan “arang” bahkan untuk hal-hal yang begitu jauh bentuk fisiknya dari dua itu.
Misalkan, yang masuk dalam kelompok berlian adalah prestasi, penghargaan, kemuliaan, nama baik, kebahagiaan, dst. Yang dimasukkan dalam arang adalah ketidaknyamanan, kesusahan, cemas, khawatir, dusta, benci, iri, cemburu, marah, dst. Seperti sebuah garis bilangan dimana ujung kiri semakin banyak minusnya dan ujung kanan semakin banyak minusnya, arang-berlian.
Soal perasaan, bagaimana?
Apasih perasaan itu?
Apakah gejolak yang hadir dalam diri karena konsentrasi hormone-hormon yang bekerja dalam tubuh, temasuk juga campur tangan jantung, kerja sel saraf, jadi apa bentuk konkretnya?
Adakah?
Meminjam istilah dalam psikoanalisa, perasaan adalah keadaan atau pengalaman sadar yang sangat umum, mudah dibedakan antara enak dan tidak enak.
Gampangnya, perasaan positif yang rasanya enak itu adalah perasaan positif, perasaan positif yang rasanya tidak enak maka itu adalah perasaan negative, perasaan negative yang rasanya enak, mana ada. Dan perasaan negative yang rasanya tidak enak, maka itu pasti jelas perasaan negative. Ujung-ujungnya sampai pada perasaan enak versus perasaan tidak enak.
ARANG VS BERLIAN
Salah satu hal yang memiris hati adalah ketika orang ramai membicarakan cinta. Keadaan dimana usia menjadi hal yang tidak terlalu dipentingkan, “cinta tidak mengenal usia”, atau ketika “cinta itu buta” maka apapun telah menjadi nomor sekian, dimana yang penting itu cinta. Distorsi. Penurunan makna. Saya piker cinta itu barangkali saking agungnya, tidak sembarangan orang dan keadaan bisa mendeteksi apakah itu cinta atau bukan. Nilainya jadi menurun, tidak lagi tampak mahal, justru kesan yang ada adalah rusak, merusak, dirusak, bahaya.
Cinta, beda sekali dengan ketergilaan, beda arti, beda bentuk, dan beda tindakan yang dihasilkan.
Ketergilaan, kebuasan, dan kebahayaan yang lain tidak bias disandingkan dengan cinta yang begitu luhur disanjung dalam kitab suci.
Barangkali cinta memang datang dan bertempat di sebuah kedamaian hati, jadi bukan ketergilaan. Barangkali cinta memang mahal, tidak semua orang dapat mengenalinya. Hal yang arang dikatakan cinta, lalu mereka kebingungan untuk menyebut sesuatu yang bersifat berlian.
Aduuuh….
Jangan tergesa. Cinta yang agung, luhur, suci, antarmanusia akan datang dalam pernikahan. Meski tidak semua pernikahan juga akan mendatangkan cinta.
Saya belum berani menyatakan diri sebagai orang yang pernah mencintai, memberi cinta, atau memaknai cinta. Terlalu jauh dari itu. Terlalu kurang sempurna takdir untuk membentuk cinta. Tapi juga nggak terima kalau dibilang kebuasan, ketergilaan, keputusasaan. Saya menilai itu jauh di atas rasa suka. Tapi lebih nyaman untuk menyebutnya sebagai perasaan identitas.
Perasaan yang saya sangat mengenalinya, sebahaya apa dia akan menjadi, lalu seperti bunga apa ia akan mekar, akan setajam apa dia melukai, akan sehebat apa dia menyemangati, saya mengerti. Saya mengenal. Saya menamakannya perasaan identitas milik saya.
Inilah aku....
^_^