~* SETANGKAI MAWAR DI SUDUT BERANDA *~


Kuletakkan setangkai mawar
Disudut beranda dimana kau biasa ada
Walau kutahu kalau kau tak kan pernah kembali
Menggantikan setangkai mawar yang selalu berseri.

Sudah banyak kutumpahkan air mata
Ketika hati ini tak bisa membendung resah
Tatkala kau melenggang pergi.

Dan kutahu jika kau takkan berada lagi
Sudah banyak waktu kuberdiam diri.
Hanya melihat sudut beranda yang kosong tak berisi.

Mencoba menciptakan sebuah bayang.
Melihat kesini dan tersenyum penuh arti
Entah seberapa banyak lagi telah kusalahkan diri.
Untuk lebih dan lebih lagi.

Memberi cinta selagi masih ada
Selagi kau masih hangat dalam pelukan
Sudah banyak kutenangkan diri
Mencoba mencari makna di balik semua ini
Sebuah jalan yang dulu terikat pasti.

Yang hilang takkala kita mencoba berlari
Dan sekarang kucoba melihat dunia
Sekali lagi dari balik buramnya mata
Yang berlahan terbuka dan melihat cahaya
Tentang sosokmu yang tak mungkin ada.

Kuletakkan setangkai mawar
Walaupun kutahu kau takkan pernah kembali
Namun hati ini melayang lebih ringan
Sekedar berharap mungkin kau akan kembali.


******

~* ANAK GUNUNG *~


Sepasang mata burung awasi kami dari gunung
Sesaat lenyap melekat pada kulit-kulit kayu yang murung.

Langit berubah warna
Warna api dan asap-asap mimpi.

Sepasang batu kali dari mata air kami jadikan kalung
sesaat bening terkena air mata penjaga hutan yang mati bertarung.

Tanah berubah dingin
Dingin kabut dan matras-matras butut.

Malam ini kami berbicara
Melingkar membakar lelah untuk dijadikan bara.

Malam ini kami penuh dahaga
Berbaring mengecap titik-titik air langit yang berjelaga.

Biarkan kami habiskan malam
Bersama pekat dan bintang bintang bisu
Biarkan juga kami bercengkrama dengan alam
Bersama lagu dan pohon-pohon yang tertidur lesu.

(terasa angin jilati kuping-kuping kami)
Sementara kami bersedih.

Mengingat kawan mati oleh sepasang mata burung
(langit tak lagi bersedih tapi malah meludahi kami)

Sunyi seketika berbunyi
Langkah-langkah kaki berlari
Berjejal tubuh-tubuh basah dalam tenda kami.

(Malam tak restui kami mengingat kawan-kawan yang telah mati. 
Langit masih meludah, api masih menyala, 
Pohon-pohon masih tertidur dan sepasang mata burung masih terjaga)

*******
~* KEPADA SEPASANG CAPUNG MERAH *~


 
Langit biru bersambut,
Bersama kepakan sayap-sayapmu,
Terbang tinggi di atas sebuah padang hijau.
Sepasang capung merah, terbang
Di bawah birunya langit harapan,
Berkejaran sebagai mahligai kecintaan yang melambung tinggi.

Dalam angan dan impian.
Sesaat kujemput pagi ini
Dengan senyum dan detak jantung berirama,
Kutatap langit biru,
Kulihat setitik warna merah berpasangan,
Kulihat seberkas gairah yang berkejaran
Pada birunya rona langit pagi ini.

Sebuah pagiku ….. bersama sebentuk kejenuhan,
Kulempar pada sepasang capung merah.
Seraya kubisikkan dengan liri “usiklah gairah kecintaanku ini”.

Dengan warna merahmu, seperti musim dingin
Yang mengugurkan bunga-bunga sakura.
Seperti juga kerinduan ini akan bersemi,
Karena kusambut sosok bayangnya,
 Walau dari mimpi dan sudut keinginan yang mana.

Kepada sepasang capung merah,
Bawalah bisikan ku itu terbang,
Dan singgahkanlah pada tempat yang jauh.

Agar dapat kubersembunyi
Dari pagi yang sesak dan penuh kegamangan.
Terbanglah …….
Dan marilah kita jelang impian kita sendiri-sendiri.

*******

* PURNAMA,JADILAH TEMANKU *~


Sepetang inipun ku masih sendiri
Berteman secangkir kopi yang mengepulkan wangi sejati
Dan diselimuti pucatnya cahaya sang bulan yang menari
Diatas langit diapit permata berkelip menggoda hati
.
Dan warna pucatpun sudah pasti kau beri
Namun tetap kubiarkan hati bersenandung menyanyi
Karna kunikmati indahnya duniawi
Yang diciptakan dari indahnya surgawi
.
Segaris banyangan melangkah dari cangkir kopi
Dan pelan pelan mencoba jauh berlari
Seiring sang purnama mengendap-endap bersembunyi
Diantara sang mega yang membariskan diri
.
Dan sepetang inipun ku masih sendiri
Membiarkan impian terus saja mengusik diri
Membayangkan jutaan impian yang kian berseri
Mengisi ruang kosong yang enggan sendiri kusinggahi
.
Oh purnama…berikanlah senyummu yang paling berani
Akan kuterima dengan senang hati.

Jadilah temanku untuk sekedar berlari
Melepaskan diri dari penatnya dunia ini.
.
*******
~* DALAM SECANGKIR KOPI *~



Secangkir kopi ini
Mengingatkan aku padamu
Pada malam yang kita
Lewati bersama.

Secangkir kopi ini
Mengingatkan aku tentangmu
Tentang keluh kesah 
Yang kita teriakkan bersama.
 
Secangkir kopi ini
Mengingatkan aku pada
Secangkir kopi yang dulu
Kebanyakan gula.

Pada kenangan manis kita
Yang tidak mudah sirna.

Secangkir kopi ini
Mengingatkan aku pada
Secangkir kopi yang lupa
Ku beri gula.

Pada perpisahan kita
Yang semakin pahit terasa.

Secangkir kopi ini
Menyadarkan aku
Bahwa menjadi tidak mudah
Menghabiskannya seorang diri
Tanpa kamu.

*******
~* KALA BUNGA KOPI MENEBAR SENYUM *~


Kala itu waktu pagi yang remang
Dan masih berselimut kabut.
Sebuah penggunungan yang sepi dengan kebun-kebun kopi,
Masih sepi …

Hening dan tiada keraguan untuk menyambut pagi
Bagi sepasang capung merah yang bersiap terbang di langit biru.
“Sekarang adalah musim kopi”
“Besok pagi singgahlah ke pondok kebun kami,
Akan kuhidangkan kopi terbaik tahun lalu”

Setelah itu pastinya akan kau ceritakan tentang kebersamaan.
Kita yang tinggal kenangan.

Pagi ini, kau sambut aku di depan pondok kebun kopimu.
Kau tersenyum, melambaikan tangan sambil berkata
“Singgahlah..barangkali dengan secangkir kopi
Bisa mencairkan kebekuan yang setelah kita lama berpisah”.

Sesaat … semua hening, kemudian beranjak
Riuh oleh suara burung-burung liar.
Sejenak bertemu pandang, bertukar jejak kenangan 
Pada pelupuk mata.

 Engkau tersenyum manis padaku, 
Terlihat aku tergetar
Oleh senyum yang sama tiga tahun lalu.

“Bunga-bunga kopi tiga bulan yang lalu telah tersenyum padaku,
Aku tahu engkau akan kembali”

“Aku percaya cinta yang tulus tidak akan terpisahkan
Hanya karena ketidakdewasaan kita”

“Kini temanilah aku memetik biji-biji kopi di kebun ini,
Semoga di musim yang akan datang, 
Jika bunga-bunga kopi tersenyum, 
Itu adalah karena kita telah bersama kembali”

Sesaat hening, di luar mentari merambat naik.
Sementara aku terlarut dalam kegamangan,
Menunda untuk berkata, berpikir dan merasakan
Apa yang terjadi, 

Sementara...
Senyumnya tiada putus menghiasi sosoknya 
Yang anggun dengan kecantikan yang tulus.

Dalam hati aku berkata 
“Sialan,kenapa aku harus jatuh cinta lagi”

*******
~* DALAM KEGALAUAN *~


Mencoba sekuat hati
Menanggung galau bukan sendiri
Melepas mimpi bidadari
Merenung bersama sahabat sejati.

Membahas hati nurani
Membentuk kuat jati diri
Mencoba membalas kejam mulut palsu
Namun pasrah mengindar biar waktu.

Biar waktu yang beri lalu
Biar lalu hingga terlupa aku
Terlupa aku akan bidadari bisu
Bisu terpasung cabik pilu.

Lalu aku tertawa nyaring bersama kawanku
Karena sempat bersama bidadari meski bisu
Berteriak girang tiada lagi pilu
Meski teringat nanti meski nanti galau.

Biar nanti dendang lagu
Teringat pilu berganti senandung merdu.

*******

~* KEKASIH HAYALAN *~

Sesosok bayang dan khayal
Buatan untaian seribu mimpi
Menempuh berbagai cerita tak berakhir
Dalam kepala mengalir bagai memori
Terbentuk berdasar indah cipta sang kuasa

Demi mereka yang tak bisa
Bukan untuk yang tak mau
Oleh karenanya takkan tersentuh
Karena biar indahnya takkan memenuhi hasrat diri
Agar tak gila mengubah arah jati diri
Meski menimbun berbagai harap tak sempurna
Entah hendak terbukti ada atau tiada

Sosoknya berbeda tiap saat tiap insan
Cermin jiwa dari hasrat indah dunia
Atau dari asa lama yang terlintas saja
Tergabung dengan inspirasi bila ia hidup nanti
Agar terpupuk indahnya
Agar tetap suci ia tak tersentuh
Hanya untuk penciptanya

*******
~* INILAH AKU *~


Berkali-kali terlintas di kepala ku ingin kukatakan padamu Ini-lah AkU,
Aku yang sama sekali berbeda dengan-mu,
Aku yang tak mungkin sama dengan-mu,
Aku yang mencintaimu,
Aku yang tak bisa bersamamu.

 Mengertilah diriku,
Ku mencintaimu apa adanya dan kuharap kau juga begitu,
Walau kutahu ku bukan bidadari dari negeri seberang, 
Atau seorang malaikat yang turun dari langit.

 Aku selalu ada untukmu…
Walau kutahu sekarang kau sudah bersama-nya,
Walau kau sekarang milik orang lain,
Walau sekarang hatiku telah hancur oleh-mu.

 Namun aku...
Aku akan selalu ada untukmu.

 AKU masih disini,
Untuk menjaga-mu disaat kau terlelap tidur,
Menghangatkanmu disaat dingin,
Menemanimu di saat kau sendiri,
Membantah semua fitnah yang ditujukan padamu.

 Namun semuanya harus tanpa kau sadari 
Karena aku tidak ingin merusak kebahagiaanmu,
Namun satu saja yang ingin kuminta dirimu…

Mengertilah diriku.

 Cintailah diriku apa adanya.

Karena...

 INILAH AKU.

*****

~* NISAN SANG PUJANGGA *~

Sinar senja begitu merahnya
Seakan langit terluka bersama sang pujangga
Berlumur darah karyanya tertulis
Dalam kertas lusuh yang terakhir.

Yang terakhir….

Bersandar di nisannya
Ia terbata mengkhayalkannya
Sinar mata sang putri tidur.

Yang kini terbangun
Mengutuk gelapnya petang
Gemetar memandang bayangnya.

Kecantikan poros tubuh
Dan indahnya rambut cermin bulan
Betapa mengerikannya…

Keindahan yang mencabut nyawa
Dengan kata bertinta darah
Entah bukan dendam ia tuliskan
Meski luka yang ia dapatkan
Begitu dalam….

Kata terakhir….
Hanya berupa sebaris frasa
 Dan siapa pun ngeri membayangkannya
Sebuah frasa menjadi tanya.

Pantaskah ini semua
Hanya demi sebuah frasa
Hilang sudah sebuah nyawa.

Bukan dongeng sayang...
Meski lelap karya ini
Membawamu ke alam mimpi
Tak seindah itu…
Hanya sepi sendiri.

*******

~* ADA ASMARA DALAM AKSARA *~


Ada asmara dalam aksara
Ketika kita hanya bisa berbalas kata..
Ketika langit sendu dan terbata-bata
Melantun..merindu lalu menua.

Asmara tanpa kata..
Ada aku.. Kamu.. Dia..
Ketika dia melata dalam dada..
Maafku untukmu yg tak terbina.

Aksara.. Aku pada dia..
Padamu.. Jangan dulu berlalu..
Mungkin dia cukup saat ini bagiku.

 Dalam aksara yang sempat berwarna..
Mungkin bintang tengah melilitkan rinduku padanya.

 Aku denganmu.. 
Seolah merona karnanya..
Hampir saja.. 
Ya..
Ya.. 
Dalam nada psychedelia.

***