~* RENUNGAN ISLAM *~
Manusia hanyalah pengendara di atas punggung usianya.
Digulung hari demi hari, bulan, dan tahun tanpa terasa.
Nafas kita terus berjalan seiring jalannya Waktu, setia menuntun kita ke pintu kematian..
Sebenarnya dunialah yang makin kita jauhi dan liang kuburlah yang makin kita dekati.
Satu hari berlalu, berarti satu hari pula berkurang umur kita.
Umur kita yang tersisa di hari ini sungguh tak ternilai harganya,
Digulung hari demi hari, bulan, dan tahun tanpa terasa.
Nafas kita terus berjalan seiring jalannya Waktu, setia menuntun kita ke pintu kematian..
Sebenarnya dunialah yang makin kita jauhi dan liang kuburlah yang makin kita dekati.
Satu hari berlalu, berarti satu hari pula berkurang umur kita.
Umur kita yang tersisa di hari ini sungguh tak ternilai harganya,
Sebab esok hari belum tentu jadi bagian dari diri kita.
Karena itu,
Jika hari berlalu tapi tiada Kebaikan
Karena itu,
Jika hari berlalu tapi tiada Kebaikan
Dan Kebajikan yang kita lakukan maka akan keringlah batin kita.
Jangan tertipu dengan usia muda,
Jangan tertipu dengan usia muda,
Karena syarat untuk mati tidaklah harus tua.
Jangan terperdaya dengan badan sehat,
Jangan terperdaya dengan badan sehat,
Karena syarat untuk mati tidak pula harus sakit.
Teruslah berbuat baik... berkata baik...!
Kritisi semua yang tidak baik.
Walau tak banyak orang yang mengenalimu, tapi kebaikan dan kebajikan yang kita lakukanlah yang akan menuntun kita pada kebahagiaan,
Teruslah berbuat baik... berkata baik...!
Kritisi semua yang tidak baik.
Walau tak banyak orang yang mengenalimu, tapi kebaikan dan kebajikan yang kita lakukanlah yang akan menuntun kita pada kebahagiaan,
Dan akan
dikenang oleh mereka yang kita tinggalkan...
* Setiap Manusia ada Bahagiannya*
* Setiap Manusia ada Bahagiannya*
*****
~* KADANG KADANG *~
✿◠‿◠♥
Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam memberi komen..
Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam menegur..
Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam memberi nasihat..
Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam memprotes..
Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam persetujuan..
Tapi..
Biarlah DIAM kita mereka faham artinya..
Biarlah DIAM kita mereka terkesan maknanya..
Biarlah DIAM kita mereka maklum maksudnya..
Biarlah DIAM kita mereka terima tujuannya..
Karena..
DIAM kita mungkin disalah tafsir
DIAM kita mungkin mengundang syak wasangka
DIAM kita mungkin disilap terjemah..
DIAM kita mungkin tidak membawa apa-apa maksud..
Maka..
Jika kita merasakan DIAM itu terbaik..
Seharusnya kita DIAM..
Namun seandainya DIAM kita bukanlah sesuatu yang bijak..
Berkatalah sehingga mereka DIAM…
✿◠‿◠♥
******
*RENUNGKAN*
"LIFE MUST GOES ON !!!...
EVEN THOUGH WHATEVER HAPPEN...
WE MUST FACE IT...
DUGAAN ITU DTGNYE DR ALLAH...
SO, ALLAH KNOWS WHAT IS THE BEST FOR US"... ❤
✿ Aku meminta kpd ALLAH setangkai bunga segar, DIA beri kaktus berduri..
Aku minta kupu-kupu, diberiNya ulat berbulu..
Aku sedih & kecewa.. ❤
✿ Namun kemudian, kaktus itu brbunga indah sekali..
✿ Namun kemudian, kaktus itu brbunga indah sekali..
Dan ulat itu pun
mnjd kupu-kupu yg sangat cantik..
Itulah jalan ALLAH, indah pd
masaNya!.. ❤
✿ ALLAH tidak memberi apa yang kita harapkn..
✿ ALLAH tidak memberi apa yang kita harapkn..
Tapi, Dia memberi apa yang
kita perlukn..
Kadang kala kita selalu berasa sedih dan kecewa..
Akan
tetapi, jauh di atas sana,
Dia sedang mengatur yg terbaik dalam
kehidupan kita.. ❤
✿ ~*:: Bercinta Sampai Ke Syurga ::*~ ✿
*****
✿ ~*:: Bercinta Sampai Ke Syurga ::*~ ✿
*****
~* SISA UMUR KITA *~
Tiba-tiba saja terfikir suatu hal, yaitu umur manusia. Saya bertanya
pada diri saya sendiri, bagaimana kalo saya tahu bahwa umur saya hanya
sampai umur 25 tahun, atau 35 tahun, atau 5 hari lagi. saya terpikir
banyak hal yang akan saya lakukan. Saya tertarik untuk berbagi kisah ini
pada saudara2 pembaca blog ini. semoga kita bisa diskusi dan mendapat
banyak manfaat.
jika anda tahu sisa umur anda tinggal 1 tahun, apa saja yang akan anda lakukan untuk mengisi sisa umur itu?
mungkin sebagian akan menjawab:
bersenang-senang
jalan-jalan ke tempat indah yang belum didatangi
makan sepuasnya setiap hari
segera nikah
dll
mungkin sebagian orang yang lain memilih:
memperbanyak ibadah shalat dan dzikir
memperbanyak sedekah
memperbanyak silaturahim
bekerja lebih giat
memberikan hak keluarga dan orang-orang disekitarnya
dll
kenapa dua kelompok kegiatan tersebut begitu berbeda dan seolah bertolak belakang?
Saudaraku, salah satu hikmah besar dirahasiakannya bilangan umur kita adalah agar kita tidak tahu kapan kita mati. ketika kita tidak tahu kapan kita akan mati, pada dasarnya kita akan merasa setiap saat bisa jadi ajal kita, maka kita akan selalu berhati-hati dengan tindakan kita. Kita tidak akan tahu kapan kita akan mati. apakah saat remaja? ataukah saat kita sudah tua? dan kita tidak tahu kapan pastinya kita akan mati. apakah hari ini? atau besok? dan kita tidak tahu bagaimana kita akan mati. apakah saat tidur? apakah saat berkendaraan? ataukah ketika kita sedang membaca Al Quran?
Seandainya ALLAH menghendaki semua manusia mengetahui kapan ia mati, dimana ia mati, dan kapan ia mati, akankah kehidupan dunia ini dihiasi kebaikan demi kebaikan? saya rasa tidak.
kemungkinan yang bisa kita bayangkan:
sedikit manusia selalu menghiasi umur dengan ibadah
lebih banyak manusia terus menerus berbuat dosa hingga akhir hayatnya
jauh lebih banyak lagi manusia terus berbuat dosa hingga sedikit sisa umurnya ia bertaubat
Saya rasa jenis ketiga akan mendominasi isi dunia. orang-orang seperti ini selalu berfikir bahwa masih ada waktu untuk bertaubat. Dalam kondisi seperti ini, bisa jadi dunia ini didominasi kejahatan dan kriminalitas, maksiat, hedonis, dan sejenisnya.
Maka segala puji bagi ALLAH Yang Maha Sempurna perhitungannya. ALLAH sangat memahami betapa manusia senantiasa berada antara kecenderungan yang baik dan yang buruk (QS Asy-Syams: 8), maka ia menyelamatkan manusia dari fitrahnya tersebut, dengan jalan menjadikan umur sebagai hal ghaib yang tidak diketahui manusia. untuk apa? agar manusia selalu berhati-hati dalam hidupnya, dan agar manusia selalu berada dalam kebaikan.
jika anda tahu sisa umur anda tinggal 1 tahun, apa saja yang akan anda lakukan untuk mengisi sisa umur itu?
mungkin sebagian akan menjawab:
bersenang-senang
jalan-jalan ke tempat indah yang belum didatangi
makan sepuasnya setiap hari
segera nikah
dll
mungkin sebagian orang yang lain memilih:
memperbanyak ibadah shalat dan dzikir
memperbanyak sedekah
memperbanyak silaturahim
bekerja lebih giat
memberikan hak keluarga dan orang-orang disekitarnya
dll
kenapa dua kelompok kegiatan tersebut begitu berbeda dan seolah bertolak belakang?
Saudaraku, salah satu hikmah besar dirahasiakannya bilangan umur kita adalah agar kita tidak tahu kapan kita mati. ketika kita tidak tahu kapan kita akan mati, pada dasarnya kita akan merasa setiap saat bisa jadi ajal kita, maka kita akan selalu berhati-hati dengan tindakan kita. Kita tidak akan tahu kapan kita akan mati. apakah saat remaja? ataukah saat kita sudah tua? dan kita tidak tahu kapan pastinya kita akan mati. apakah hari ini? atau besok? dan kita tidak tahu bagaimana kita akan mati. apakah saat tidur? apakah saat berkendaraan? ataukah ketika kita sedang membaca Al Quran?
Seandainya ALLAH menghendaki semua manusia mengetahui kapan ia mati, dimana ia mati, dan kapan ia mati, akankah kehidupan dunia ini dihiasi kebaikan demi kebaikan? saya rasa tidak.
kemungkinan yang bisa kita bayangkan:
sedikit manusia selalu menghiasi umur dengan ibadah
lebih banyak manusia terus menerus berbuat dosa hingga akhir hayatnya
jauh lebih banyak lagi manusia terus berbuat dosa hingga sedikit sisa umurnya ia bertaubat
Saya rasa jenis ketiga akan mendominasi isi dunia. orang-orang seperti ini selalu berfikir bahwa masih ada waktu untuk bertaubat. Dalam kondisi seperti ini, bisa jadi dunia ini didominasi kejahatan dan kriminalitas, maksiat, hedonis, dan sejenisnya.
Maka segala puji bagi ALLAH Yang Maha Sempurna perhitungannya. ALLAH sangat memahami betapa manusia senantiasa berada antara kecenderungan yang baik dan yang buruk (QS Asy-Syams: 8), maka ia menyelamatkan manusia dari fitrahnya tersebut, dengan jalan menjadikan umur sebagai hal ghaib yang tidak diketahui manusia. untuk apa? agar manusia selalu berhati-hati dalam hidupnya, dan agar manusia selalu berada dalam kebaikan.
*****
~* DIALOG WANITA PENGHIBUR
DAN PEMUDA SHALEH *~
Wanita: "Kenapa sih kamu nggak mau bersentuhan tangan denganku? Emangnya aku ini hina ya?"
Pemuda: "Bukan begitu Mba, Justru saya lakukan itu karena saya sangat menghargai Mba sebagai seorang wanita"
Wanita: "Maksudmu?"
Pemuda: "Coba saya tanya sama Mba, apakah boleh seorang rakyat jelata menyentuh tangan putri keraton yang dimuliakan?"
Wanita: (Sambil mengernyitkan dahi) "T..Tentu gak boleh sembarangan dong!"
Pemuda: "Nah, Islam mengajarkan bagaimana kami menghormati semua wanita layaknya ratu yang ceritakan tadi. Hanya pangeran saja yang layak menyentuh tuan putri".
Wanita: (Sambil agak malu) "Oh.. Terus kenapa sih mesti pakai menutup tubuh segala, pake kerudung lagi, jadi gak keliatan seksinya"
Pemuda : (Membuka sebuah rambutan, lalu memakannya sebagian. Dan mengambil sebuah lagi sambil menyodorkan 2 buah rambutan itu pada wanita tersebut) "Kalau Mba harus memilih, pilih rambutan yang sudah saya makan atau yang masih belum terbuka"
Wanita: (Sambil keheranan dan sedikit merasa jijik) "Hi.. Ya saya pilih yang masih utuh lah, mana mau saya makan bekas Mas".
Pemuda : (Sambil tersenyum) "Tepat sekali, semua orang pasti memilih yang utuh, bersih, terjaga begitu juga dengan wanita. Islam mensyariatkan wanita untuk berhijab dan menutup aurat semata-mata untuk kemuliaan wanita juga".
Wanita: "Terimakasih ya, aku semakin yakin untuk berhijab dan menutup aurat, Islam memang sangat memuliakan wanita.
Subhanallah. Ngomong-ngomongMas sudah punya pacar belum?"
Pemuda: "Mmm.. Saya belum punya dan bertekad tidak akan punya pacar."
Wanita : (Kebingungan) "Loh, kenapa? Bukannya semua muda-mudi sekarang punya temen istimewa"
Pemuda: "Begini Mba, kira-kira kalau Mba diberi hadiah handphone, ingin yang bekas atau yang masih baru??"
Wanita: "Ya jelas yang baru lah"
Pemuda: "Kalau suatu saat Mba menikah, mau pakai baju loakan yang harganya Rp.50.000/3 potong atau gaun istimewa yang harganya Rp.20 juta keatas"
Wanita: "Ih.. Mas ini. Ya pasti saya pilih gaun istimewa, mana mau saya pakai baju loakan, udah bekas dipegang orang, gak steril lagi. hi..."
Pemuda: "Nah, begitu juga Islam memandang pacaran Mba. Kami, diajarkan untuk menjunjung ikatan suci bernama pernikahan. menjadi pasangan yang saling mencintai karenaNya. Yang menjaga kesucian dan kehormatan dirinya sebelum akad suci itu terucap. Karena kami hanya ingin mempersembahkanyang terbaik untuk pasangan kami kelak"
Wanita: (Hatinya berdebar-debar tak menentu, kata-kata pemuda tadi menjadi embun bagi hatinya yang selama ini hampa. Matanya pun menetes) "Mas, aku semakin merasa banyak dosa. Masihkah ada pintu taubat untukku dengan semua yang sudah aku lakukan?"
Pemuda: (Matanya berbinar, perkataannya berat) "Mba, jikalah diibaratkan seorang musafir kehilangan unta beserta makanan dan minumannya di gurun pasir yang tandus. Maka kebahagiaan Allah menerima taubat hambanya lebih besar dari kebahagiaan musafir yang menemukan untanya kembali. Kalaulah kita datang dengan membawa dosa seluas langit, Allah akan mendatangi kita dengan ampunan sebesar itu juga. Subhanallah".
Wanita: (Berderai air matanya, segera ia usap dengan tisunya) "Terimakasih Mas, saya banyak mendapatkan pencerahan hidup. Semoga saya bisa berubah lebih baik”
Pemuda: “Aamiin”
*****
~* ALLAH MENGHINAKAN SEORANG ALIM MENJADI PENGEMIS,MENGAPA ? *~
Inilah sebuah kisah nyata yang terbilang sangat
dramatis dan menjadi bahan pembelajaran bagi manusia yang berpikir.
Kisah ini diangkat dari buku Qishasasu Muatsirat Lilfatayat karya Ahmad
Salim Badwilan yang telah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa,
karena isi-isinya sangat inspiratif.
Ahmad Salim Badwilan
dalam tulisanya tidak pernah menyebut langsung nama dan tempat orang-orang yang terlibat dalam kisah nyata yang ia angkat dari pengalaman dan kesaksian yang ia kumpulkan. Hal ini bertujuan demi menjaga aib atau kerahasiaan orang-orang yang terlibat dalam kisah nyata yang ia angkat.
Tersebutlah, seorang wanita asal Timur Tengah yang tidak hanya solehah namun juga terkenal akan kesabaran dan ketabahan atas segala ujian yang menimpa dirinya selama 15 tahun.
Saat itu, wanita solehah baru saja melangsungkan acara pernikahannya dengan seorang lelaki shaleh yang tidak pernah dia sentuh dan lihat sebelumnya. Mereka berjodoh pun tidak melalui proses pacaran, sebagaimana umum dilakukan wanita dan pria jaman sekarang. Wanita ini begitu paham akan dosa-dosa bila bersentuhan dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Ia sangat menjaga martabatnya dan selalu menutup aurat karena semata kepada Allah.
Ketika tiba malam pertama dan keduanya sudah berkumpul disebuah ruang dapur untuk jamuan makam malam (sebelum melangkah ke tahap 'khusus dalam kamar'), mereka pun bermesra terlebih dahulu di meja makan sambil menyantap hidangan pembuka.
Ada kemesraan dan kehangatan yang terpancar dari pasangan yang sedang menikmati masa-masa indah sebagai pengantin baru. Mereka saling bercengkrama, tersipu malu dan saling melempar pujian.
Namun tiba-tiba, disaat mereka sedang melayari kemesraan, dari luar mendengar suara ketukan pintu tanda bahwa ada seseorang yang mungkin hendak bertamu. Dengan gusarnya si suami wanita solehah itu bangun dengan menggebrak kakinya ke lantai dan dengan amarah dia berkata, “Siapa tamu yang sangat mengganggu ini?”
Istrinya juga terkejut dan berlari menuju pintu lalu bertanya sambil melongo, “Siapa?”.
Orang dari balik pintu lalu menjawab, “Saya..saya seorang pengemis mau minta sedikit makanan, saya sangat lapar”.
Buru-buru sang istri menyampaikan kabar itu kepada suaminya yang sedang dongkol, “dia pengemis, mau minta sedikit makanan”.
Amarah si suami semakin memuncak, “hanya gara-gara pengemis ini kemesraan kita jadi terganggu, padahal kita sedang menikmati malam pertama?”.
Si suami yang sedang dirasuki amarah ini langsung menghampiri si pengemis dan tanpa pikir panjang menghajar si pengemis dengan brutal. Ada suara mengaduh dan rintihan menyayat yang keluar dari mulut si pengemis yang sedang kelaparan tersebut.
Sambil menahan sakit, lapar yang melilit perutnya dan luka sekujur tubuh, si pengemis lalu terseok-seok pergi dengan hati yang luka.
tanpa merasa bersalah, si suami dari istri yang solehah itu kembali lagi menemui istrinya didalam kamar pengantin, tapi masih dengan emosi yang merasuki dirinya. Dia menganggap kedatangan si pengemis telah merusak suasana romantisme yang sedang dia nikmati dengan istrinya di malam pertama yang sakral.
Namun entah mengapa, tidak ada angin dan hujan, tidak ada penyebab apa-apa, tiba-tiba suami ini menggelepar didalam kamar seperti kerasukan (teumamong). Dia memegang kepalanya dan sekujur badannya seakan terhimpit dengan sangat keras yang membuat dia meraung-raung menahan sakit. Dia berlarian kesana kemari sambil menjerit-jerit kesakitan, dia meraung-raung dan membuat istrinya panik luar biasa.
Entah mengapa, setelah kerasukan itu, si suaminya pergi tak jelas rimbanya dan meninggalkan istrinya seorang diri dirumah tanpa dikunjungi lagi selama belasan tahun. Suaminya telah meninggalkan istrinya itu tanpa alasan yang jelas. Namun wanita solehah ini melalui semua prahara yang menimpa dirinya dengan kesabaran tinggi dan menyerahkan semua msalah itu kepada Allah SWT.
Tak terasa 15 tahun sudah berlalu peristiwa kerasukan yang menimpa suaminya itu dan selama itu pula dia menghabiskan hari-harinya seorang diri dirumah. Wanita ini betul-betul menjaga marwahnya.
Tiba-tiba seorang pria alim datang meminangnya dan dia menerima pinangan tersebut lalu melangsungkan pernikahan.
Pada malam pertama, suami istri tersebut berkumpul didepan hidangan pembuka yang telah disajikan, persis seperti yang pernah dia lakukan dengan suaminya yang pertama yang telah meninggalkan dirinya dalam waktu yang cukup lama, sehingga hilang hak-haknya sebagai istri.
Saat mereka mendengar suara ketukan dari pintu depan, sang suami berkata pada istrinya, “Pergilah bukakan pintunya”.
Si istri menuju pintu dan bertanya, “Siapa?”.
“pengemis, mau minta sesuap nasi”, kata tamu tersebut dari luar.
Si istri buru-buru menemui suaminya, “seorang pengemis, dia meminta sesuap nasi untuk makan”.
“Panggil dia kemari dan siapkan seluruh makanan ini diruang tamu lalu persilahkan dia makan sampai kenyang”. perintah suaminya.
Istrinya dengan cekatan langsung bergegas menyiapkan hidangan, lalu membukakan pintu lalu mempersilahkan si pengemis untuk makan.
Tapi tiba-tiba si istri itu menemui suaminya sambil menangis tersedu.
“Ada apa, mengapa menangis? Apa yang terjadi? Apakah pengemis itu menghinamu?” tanya suaminya keheranan
Dengan linangan air mata, istrinya menjawab dengan menahan sesak didada, “Tidak”.
“Dia mengganggumu?”, tanya suaminya lagi.
“Tidak”.
“Dia menyakitimu?”, tanya suami sekali lagi.
lalu istrinya masih menjawab, “Tidak”.
“Lalu mengapa engkau menangis wahai istriku?”,
Dengan menahan rasa sesak didada, akhirnya istrinya menjawab dengan terbata-bata, “pengemis yang duduk diruang tamu dan menyantap hidangan adalah mantan suamiku lima belas tahun yang lalu. Pada malam penganti itu, ada pengemis datang dan suamiku memukulinya dengan kasar. Setelah itu dia kesurupan dan menjerit-jerit lalu menemuiku dengan tangan didadanya yang sakit. Aku mengira dia diganggu jin atau kesurupan. lalu dia lari meninggalkan rumah tanpa ada kabar sampai malam ini, ternyata dia sekarang menjadi pengemis.”
Tiba-tiba suaminya ikut menangis.
Istrinya bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
“Taukah kamu siapa pengemis yang dipukul oleh mantan suamimu itu?”
“Siapa dia?”, tanya sang istri.
“Sesungguhnya...pengemis itu adalah aku sendiri”, suaminya menjelaskan dengan uraian air mata.
Suasana berubah menjadi haru-biru. Keduanya tidak menyangka mengalami kisah yang begitu dramatis. Suami pertamanya mendapat akhir yang begitu tragis.
Sesungguhnya Allah sangat murka kepada orang yang tega berbuat kejam terhadap hambanya yang sedang mengalami penderitaan. Allah telah membalas suami pertama dari istri solehah itu dengan kehinaan, dan memuliakan pengemis yang dizalimi itu menjadi suami dari istri yang solehah dan tawadhu.
Ambillah sari dari kisah menyentuh ini agar menjadikan kita sebagai sosok yang dermawan.hati nurani untuk saling membantu meringankan penderitaan kaum fakir miskin, anak yatim piatu.
Mereka hanya butuh kasih sayang, perhatian dari kita. Kehadiran mereka, adalah ujian bagi kita, sejauh mana mata hati dan jiwa kemanusiaan kita memperlakukan mereka. Semoga Allah senantiasa menjaga iman Islam kita hingga selamat dari sejak didunia hingga akhirat dan berkumpul ditempat yang dirahmati Allah, bersama dengan orang-orang yang pernah kita bantu dengan ikhlas.
Ahmad Salim Badwilan
dalam tulisanya tidak pernah menyebut langsung nama dan tempat orang-orang yang terlibat dalam kisah nyata yang ia angkat dari pengalaman dan kesaksian yang ia kumpulkan. Hal ini bertujuan demi menjaga aib atau kerahasiaan orang-orang yang terlibat dalam kisah nyata yang ia angkat.
Tersebutlah, seorang wanita asal Timur Tengah yang tidak hanya solehah namun juga terkenal akan kesabaran dan ketabahan atas segala ujian yang menimpa dirinya selama 15 tahun.
Saat itu, wanita solehah baru saja melangsungkan acara pernikahannya dengan seorang lelaki shaleh yang tidak pernah dia sentuh dan lihat sebelumnya. Mereka berjodoh pun tidak melalui proses pacaran, sebagaimana umum dilakukan wanita dan pria jaman sekarang. Wanita ini begitu paham akan dosa-dosa bila bersentuhan dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Ia sangat menjaga martabatnya dan selalu menutup aurat karena semata kepada Allah.
Ketika tiba malam pertama dan keduanya sudah berkumpul disebuah ruang dapur untuk jamuan makam malam (sebelum melangkah ke tahap 'khusus dalam kamar'), mereka pun bermesra terlebih dahulu di meja makan sambil menyantap hidangan pembuka.
Ada kemesraan dan kehangatan yang terpancar dari pasangan yang sedang menikmati masa-masa indah sebagai pengantin baru. Mereka saling bercengkrama, tersipu malu dan saling melempar pujian.
Namun tiba-tiba, disaat mereka sedang melayari kemesraan, dari luar mendengar suara ketukan pintu tanda bahwa ada seseorang yang mungkin hendak bertamu. Dengan gusarnya si suami wanita solehah itu bangun dengan menggebrak kakinya ke lantai dan dengan amarah dia berkata, “Siapa tamu yang sangat mengganggu ini?”
Istrinya juga terkejut dan berlari menuju pintu lalu bertanya sambil melongo, “Siapa?”.
Orang dari balik pintu lalu menjawab, “Saya..saya seorang pengemis mau minta sedikit makanan, saya sangat lapar”.
Buru-buru sang istri menyampaikan kabar itu kepada suaminya yang sedang dongkol, “dia pengemis, mau minta sedikit makanan”.
Amarah si suami semakin memuncak, “hanya gara-gara pengemis ini kemesraan kita jadi terganggu, padahal kita sedang menikmati malam pertama?”.
Si suami yang sedang dirasuki amarah ini langsung menghampiri si pengemis dan tanpa pikir panjang menghajar si pengemis dengan brutal. Ada suara mengaduh dan rintihan menyayat yang keluar dari mulut si pengemis yang sedang kelaparan tersebut.
Sambil menahan sakit, lapar yang melilit perutnya dan luka sekujur tubuh, si pengemis lalu terseok-seok pergi dengan hati yang luka.
tanpa merasa bersalah, si suami dari istri yang solehah itu kembali lagi menemui istrinya didalam kamar pengantin, tapi masih dengan emosi yang merasuki dirinya. Dia menganggap kedatangan si pengemis telah merusak suasana romantisme yang sedang dia nikmati dengan istrinya di malam pertama yang sakral.
Namun entah mengapa, tidak ada angin dan hujan, tidak ada penyebab apa-apa, tiba-tiba suami ini menggelepar didalam kamar seperti kerasukan (teumamong). Dia memegang kepalanya dan sekujur badannya seakan terhimpit dengan sangat keras yang membuat dia meraung-raung menahan sakit. Dia berlarian kesana kemari sambil menjerit-jerit kesakitan, dia meraung-raung dan membuat istrinya panik luar biasa.
Entah mengapa, setelah kerasukan itu, si suaminya pergi tak jelas rimbanya dan meninggalkan istrinya seorang diri dirumah tanpa dikunjungi lagi selama belasan tahun. Suaminya telah meninggalkan istrinya itu tanpa alasan yang jelas. Namun wanita solehah ini melalui semua prahara yang menimpa dirinya dengan kesabaran tinggi dan menyerahkan semua msalah itu kepada Allah SWT.
Tak terasa 15 tahun sudah berlalu peristiwa kerasukan yang menimpa suaminya itu dan selama itu pula dia menghabiskan hari-harinya seorang diri dirumah. Wanita ini betul-betul menjaga marwahnya.
Tiba-tiba seorang pria alim datang meminangnya dan dia menerima pinangan tersebut lalu melangsungkan pernikahan.
Pada malam pertama, suami istri tersebut berkumpul didepan hidangan pembuka yang telah disajikan, persis seperti yang pernah dia lakukan dengan suaminya yang pertama yang telah meninggalkan dirinya dalam waktu yang cukup lama, sehingga hilang hak-haknya sebagai istri.
Saat mereka mendengar suara ketukan dari pintu depan, sang suami berkata pada istrinya, “Pergilah bukakan pintunya”.
Si istri menuju pintu dan bertanya, “Siapa?”.
“pengemis, mau minta sesuap nasi”, kata tamu tersebut dari luar.
Si istri buru-buru menemui suaminya, “seorang pengemis, dia meminta sesuap nasi untuk makan”.
“Panggil dia kemari dan siapkan seluruh makanan ini diruang tamu lalu persilahkan dia makan sampai kenyang”. perintah suaminya.
Istrinya dengan cekatan langsung bergegas menyiapkan hidangan, lalu membukakan pintu lalu mempersilahkan si pengemis untuk makan.
Tapi tiba-tiba si istri itu menemui suaminya sambil menangis tersedu.
“Ada apa, mengapa menangis? Apa yang terjadi? Apakah pengemis itu menghinamu?” tanya suaminya keheranan
Dengan linangan air mata, istrinya menjawab dengan menahan sesak didada, “Tidak”.
“Dia mengganggumu?”, tanya suaminya lagi.
“Tidak”.
“Dia menyakitimu?”, tanya suami sekali lagi.
lalu istrinya masih menjawab, “Tidak”.
“Lalu mengapa engkau menangis wahai istriku?”,
Dengan menahan rasa sesak didada, akhirnya istrinya menjawab dengan terbata-bata, “pengemis yang duduk diruang tamu dan menyantap hidangan adalah mantan suamiku lima belas tahun yang lalu. Pada malam penganti itu, ada pengemis datang dan suamiku memukulinya dengan kasar. Setelah itu dia kesurupan dan menjerit-jerit lalu menemuiku dengan tangan didadanya yang sakit. Aku mengira dia diganggu jin atau kesurupan. lalu dia lari meninggalkan rumah tanpa ada kabar sampai malam ini, ternyata dia sekarang menjadi pengemis.”
Tiba-tiba suaminya ikut menangis.
Istrinya bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
“Taukah kamu siapa pengemis yang dipukul oleh mantan suamimu itu?”
“Siapa dia?”, tanya sang istri.
“Sesungguhnya...pengemis itu adalah aku sendiri”, suaminya menjelaskan dengan uraian air mata.
Suasana berubah menjadi haru-biru. Keduanya tidak menyangka mengalami kisah yang begitu dramatis. Suami pertamanya mendapat akhir yang begitu tragis.
Sesungguhnya Allah sangat murka kepada orang yang tega berbuat kejam terhadap hambanya yang sedang mengalami penderitaan. Allah telah membalas suami pertama dari istri solehah itu dengan kehinaan, dan memuliakan pengemis yang dizalimi itu menjadi suami dari istri yang solehah dan tawadhu.
Ambillah sari dari kisah menyentuh ini agar menjadikan kita sebagai sosok yang dermawan.hati nurani untuk saling membantu meringankan penderitaan kaum fakir miskin, anak yatim piatu.
Mereka hanya butuh kasih sayang, perhatian dari kita. Kehadiran mereka, adalah ujian bagi kita, sejauh mana mata hati dan jiwa kemanusiaan kita memperlakukan mereka. Semoga Allah senantiasa menjaga iman Islam kita hingga selamat dari sejak didunia hingga akhirat dan berkumpul ditempat yang dirahmati Allah, bersama dengan orang-orang yang pernah kita bantu dengan ikhlas.
*****
~* KISAH PEREMPUAN MISKIN DAN SAPINYA *~
~* KISAH PEREMPUAN MISKIN DAN SAPINYA *~
Kisah nyata ini terjadi di salah sebuah daerah di Yaman.Kisah penderitaan dan
kepahitan yang dilalui oleh penduduk Gaza tersebar ke seantero dunia. Semua orang marah,
benci, dendam dan sedih. Dimana korban kebanyakan adalah anak-anak kecil tak berdosa
yang menjadi korban muntahan peluru sehingga darah membasah bumi tanpa henti.
Tragedi dahsyat ini juga sampai juga ke telinga seorang perempuan tua yang hidup
miskin di salah sebuah kampung di Yaman. Sama seperti orang lain, dia juga turut sedih dan
pilu sehingga berurai air mata. Lantas suatu hari, dia berusaha sekuat upaya untuk mencoba
membantu sekadar semampunya. Kebetulan , ‘harta’ yang dia punya adalah seekor sapi tua,
terlalu uzur, kurus dan sudah tidak bermaya.
Dengan semangat tinggi dan perasaan simpati amat sangat, dia berniat
menyedekahkan Sapinya itu kepada penduduk Gaza lalu berjalan kaki dari rumah pergi ke
salah sebuah masjid di Yaman sambil memegang sapi tunggal kesayangannya itu.
Kebetulan hari itu Jumaat dan para jemaah sudah mengerumuni pekarangan masjid
untuk melaksanakan ibadat tersebut.
Ketika itu, betapa ramai yang melihat dan memperhatikan perempuan tua nan miskin
dengan sapinya yang berada di sisi luar masjid. Ada yang mengangguk, ada yang
menggeleng kepala. Tak terkecuali ada juga yang tersenyum sinis, tertawa, mengejek melihat
perempuan miskin yang setia berdiri di sisi sapinya.
Masa berlalu, jemaah masjid walaupun khusyuk mendengar khutbah imam namun
sesekali memperhatikan dua mahkhluk tuhan itu. Perempuan dan sapi itu masih di situ yang
tanpa rasa malu atau segan diraut wajahnya.
Setelah imam turun dari mimbar, solat Jumaat kemudian dilakukan, biar dibakar terik
mentari dan peluh menitis dan memercik di muka, perempuan dan sapi tua itu masih saja di
situ.
Segera setelah jemaah selesai solat dan berdoa, tiba-tiba perempuan itu dengan
tergesa-gesa menarik sapi itu membawanya ke depan pintu masjid sambil menanti dengan
penuh sabar tanpa mempedulikan jemaah yang keluar. Ramai juga orang yang tidak beranjak
dan perasaan ingin tahu, apa yang bakal dilakukan oleh perempuan tua itu.
Tatkala imam masjid keluar, perempuan tua itu bingkas berkata :”Wahai imam, aku
telah mendengar kisah sedih penduduk di Gaza. Aku seorang yang miskin tetapi aku
bersimpati dan ingin membantu. Sudilah kau terima satu-satunya sapi yang ku punyai untuk
dibawa ke Gaza, untuk di berikan kepada penduduk di sana.”
Gaduh seketika orang yang berada di masjid itu. Imam kaget dengan permintaan
perempuan itu namun keberatan untuk menerima. Ya, bagaimana membawa sapi tua itu ke
Gaza? Kemudian para jemaah mulai bercakap-cakap. Ada yang mengatakan tindakan itu
tidak munasabah apalagi sapi itu sudah tua dan tiada harga.
23
“Tolonglah.. bawalah sapi ini ke Gaza. Inilah saja yang aku punya. Aku ingin benar
membantu mereka,” ulang perempuan yang tidak dikenali itu. Imam tadi masih
keberatan.Masing-masing jemaah berkata-kata dan berbisik antara satu sama lain. Semua
pandangan tertumpu kepada perempuan dan sapi tuanya itu.
Mata perempuan tua yang miskin itu sudah mulai berkaca dan berair namun tetap
tidak beranjak dan terus merenung ke arah imam tersebut. Sunyi seketika suasana.
Tiba-tiba muncul seorang jemaah lalu bersuara mencetuskan idea: ”Tak mengapalah,
biar aku beli sapi perempuan ini dengan harga 10,000 riyal dan bawa uang itu kemudian
sedekahkanlah kepada penduduk di Gaza.
kepahitan yang dilalui oleh penduduk Gaza tersebar ke seantero dunia. Semua orang marah,
benci, dendam dan sedih. Dimana korban kebanyakan adalah anak-anak kecil tak berdosa
yang menjadi korban muntahan peluru sehingga darah membasah bumi tanpa henti.
Tragedi dahsyat ini juga sampai juga ke telinga seorang perempuan tua yang hidup
miskin di salah sebuah kampung di Yaman. Sama seperti orang lain, dia juga turut sedih dan
pilu sehingga berurai air mata. Lantas suatu hari, dia berusaha sekuat upaya untuk mencoba
membantu sekadar semampunya. Kebetulan , ‘harta’ yang dia punya adalah seekor sapi tua,
terlalu uzur, kurus dan sudah tidak bermaya.
Dengan semangat tinggi dan perasaan simpati amat sangat, dia berniat
menyedekahkan Sapinya itu kepada penduduk Gaza lalu berjalan kaki dari rumah pergi ke
salah sebuah masjid di Yaman sambil memegang sapi tunggal kesayangannya itu.
Kebetulan hari itu Jumaat dan para jemaah sudah mengerumuni pekarangan masjid
untuk melaksanakan ibadat tersebut.
Ketika itu, betapa ramai yang melihat dan memperhatikan perempuan tua nan miskin
dengan sapinya yang berada di sisi luar masjid. Ada yang mengangguk, ada yang
menggeleng kepala. Tak terkecuali ada juga yang tersenyum sinis, tertawa, mengejek melihat
perempuan miskin yang setia berdiri di sisi sapinya.
Masa berlalu, jemaah masjid walaupun khusyuk mendengar khutbah imam namun
sesekali memperhatikan dua mahkhluk tuhan itu. Perempuan dan sapi itu masih di situ yang
tanpa rasa malu atau segan diraut wajahnya.
Setelah imam turun dari mimbar, solat Jumaat kemudian dilakukan, biar dibakar terik
mentari dan peluh menitis dan memercik di muka, perempuan dan sapi tua itu masih saja di
situ.
Segera setelah jemaah selesai solat dan berdoa, tiba-tiba perempuan itu dengan
tergesa-gesa menarik sapi itu membawanya ke depan pintu masjid sambil menanti dengan
penuh sabar tanpa mempedulikan jemaah yang keluar. Ramai juga orang yang tidak beranjak
dan perasaan ingin tahu, apa yang bakal dilakukan oleh perempuan tua itu.
Tatkala imam masjid keluar, perempuan tua itu bingkas berkata :”Wahai imam, aku
telah mendengar kisah sedih penduduk di Gaza. Aku seorang yang miskin tetapi aku
bersimpati dan ingin membantu. Sudilah kau terima satu-satunya sapi yang ku punyai untuk
dibawa ke Gaza, untuk di berikan kepada penduduk di sana.”
Gaduh seketika orang yang berada di masjid itu. Imam kaget dengan permintaan
perempuan itu namun keberatan untuk menerima. Ya, bagaimana membawa sapi tua itu ke
Gaza? Kemudian para jemaah mulai bercakap-cakap. Ada yang mengatakan tindakan itu
tidak munasabah apalagi sapi itu sudah tua dan tiada harga.
23
“Tolonglah.. bawalah sapi ini ke Gaza. Inilah saja yang aku punya. Aku ingin benar
membantu mereka,” ulang perempuan yang tidak dikenali itu. Imam tadi masih
keberatan.Masing-masing jemaah berkata-kata dan berbisik antara satu sama lain. Semua
pandangan tertumpu kepada perempuan dan sapi tuanya itu.
Mata perempuan tua yang miskin itu sudah mulai berkaca dan berair namun tetap
tidak beranjak dan terus merenung ke arah imam tersebut. Sunyi seketika suasana.
Tiba-tiba muncul seorang jemaah lalu bersuara mencetuskan idea: ”Tak mengapalah,
biar aku beli sapi perempuan ini dengan harga 10,000 riyal dan bawa uang itu kemudian
sedekahkanlah kepada penduduk di Gaza.
Imam kemudian nampak setuju. Perempuan miskin tua itu kemudian menyeka air
matanya yang sudah tumpah. Dia membisu namun sepertinya setuju dengan pendapat jemaah
itu.
Tiba-tiba bangkit pula seorang anak muda, memberi pandangan yang jauh lebih hebat
lagi: ”Bagaimana kalau kita rama-ramai membuat tawaran tertinggi sambil bersedekah untuk
membeli sapi ini dan duit nya nanti diserahkan ke Gaza?”
Perempuan itu terkejut, termasuk imam itu juga. Rupa-rupanya cetusan anak muda ini
diterima semua orang. Kemudian dalam beberapa menit para jemaah berebut-rebut
menyedekahkan uang mereka untuk dikumpulkan dengan cara lelang tertinggi.
Ada yang mulai menawar dari 10,000 ke 30,000 riyal dan berlanjutan untuk seketika.
Suasana pekarangan masjid di Yaman itu menjadi riuh selama proses lelang sapi tersebut.
Akhirnya sapi tua, kurus dan tidak bermaya milik perempuan tua miskin itu dibeli
dengan harga 500,000 riyal, setelah itu uang diserahkan kepada imam masjid, semua sepakat
membuat keputusan itu, kemudian salah seorang jemaah berbicara kepada perempuan tua itu.
“Kami telah melelang sapi kamu dan telah mengumpulkan uang sejumlah 500,000
riyal untuk membeli sapi itu.
“Akan tetapi kami telah sepakat, uang yang terkumpul tadi diserahkan kepada imam
untuk disampaikan kepada penduduk Gaza dan sapi itu kami hadiahkan kembali kepada
kamu,” katanya sambil memperhatikan perempuan tua nan miskin itu yang kembali
meneteskan air mata…gembira.
Tanpa diduga, Allah mentakdirkan segalanya, niat perempuan miskin itu untuk
membantu meringankan beban penderitaan penduduk Palestina akhirnya tercapai dan
dipermudahkan sehingga terkumpul uang yang banyak tanpa kehilangan “harta” satu-satunya
yang ada . Subhanallah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yg bersedekah (walau) sebesar kurma dari usaha yg baik, dan Allah
tidak menerima kecuali yg baik, dan Sungguh Allah swt menerimanya dg sambutan
hangat, lalu melipat gandakannya untuk orang itu seperti kalian mengasuh bayi yg
disusuinya, hingga sebesar gunung”
(Shahih Bukhari)
*****
~* SEPASANG MATA UNTUK SAHABATKU *~
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
“Persahabatan bukan hanya sekedar kata, yang ditulis pada sehelai kertas tak bermakna, tapi persahabatan merupakan sebuah ikatan suci, yang ditoreh diatas dua hati, ditulis dengan tinta kasih sayang dan suatu saat akan dihapus dengan tetesan darah dan mungkin nyawa”
“Key…sini dech cepetan, aku ada sesuatu buat kamu”, panggil Nayra suatu sore. “Iya, sebentar, sabar dikit kenapa sich?, kamu kan tahu aku gak bisa melihat”, jawab seorang gadis yang dipanggil Key dari balik pintu.
Keynaya Wulandari, begitulah nama gadis tadi, meskipun lahir dengan keterbatasan fisik, dia tidak pernah mengeluh, semangatnya menjalani bahtera hidup tak pernah padam. Lahir dengan kondisi buta, tidak membuatnya berkecil hati, secara fisik matanya tidak bisa melihat warna-warni dunia, tapi mata hatinya bisa melihat jauh ke dalam kehidupan seseorang. Mempunyai hoby melukis sejak kecil, dengan keterbatasannya, Key selalu mengasah bakatnya. Tak pernah sedikitpun dia menyerah.
Duduk di bangku kelas XII di sebuah sekolah Luar Biasa di kotanya, Keynaya tidak pernah absen meraih peringkat dikelas, bahkan guru-gurunya termotivasi dengan sifat pantang menyerah Key. Sejak baru berusia 3 tahun, Keynaya sudah bersahabat dengan anak tetangganya yang bernama Nayra Amrita, Nayra anak seorang direktur bank swasta di kota mereka. Nayra cantik, pinter dan secara fisik Nayra kelihatan sempurna.
Seperti sore ini, Nayra sudah nangkring di rumah Key. Dia berbincang-bincang dengan Key, sambil menemani sahabatnya itu melukis. “Key, lukisan kamu bagus banget, nanti kamu ngadain pameran tunggal ya, biar semua orang tahu bakat kamu”, kata Nayra membuka pembicaraan. “Hah”, Key mendesah pelan lalu mulai bicara, “Seandainya aku bisa Nay, pasti sudah aku lakukan, tapi apa daya, aku ini tidak sempurna, seandainya aku mendapat donor kornea, dan aku bisa melihat, mungkin aku bahagia dan akan mengadakan pameran lukisan-lukisanku ini” ucap Keynaya dengan kepedihan.
“Suatu hari nanti Tuhan akan memberikan anugrahnya kepadamu, sahabat, pasti akan ada yang mendonorkan korneanya untuk seorang anak sebaik kamu,” timpal Nayra akhirnya. Berbeda secara fisik, tidak pernah menjadi halangan di dalam jalinan persahabatan antara Nayra dan Keynaya, kemana pun Nayra pergi, dia selalu mengajak Key, kecuali sekolah tentunya, karena sekolah mereka berdua kan berbeda. Sedang asik-asiknya dua sahabat ini bersenda gurau, tiba-tiba saja Nayra mengeluh, “aduuh, kepala ku”
“Kamu kenapa Nay, sakit??” tanya Keynaya. “Oh, tidak aku tidak apa-apa Key, Cuma sedikit pusing saja”, ucap Nayra sambil tersenyum. “Minum obat ya Nay, aku tidak mau kamu kenapa-napa, nada bicara Key terdengar begitu khawatir. “aku ijin pulang dulu ya Key, mau minum obat” ujar Nayra sambil berpamitan pulang.
Di kamarnya yang terkesan sangat elegan, nuansa coklat mendominasi di setiap sudut ruangan, Nayra terduduk lemas di atas ranjangnya, “Ya Allah, berapa lama lagi usiaku di dunia ini?? Berapa lama lagi malaikatmu akan menjemputku untuk menghadapmu?” erang hati Nayra. Di vonis menderita leukimia sejak 7 bulan lalu dan tidak akan berumur lama lagi sungguh menyakitkan bagi Nayra, usianya yang baru 18 tahun, dengan segudang cita-cita yang dia inginkan, sudah pasti tak satupun akan terwujud.
Pintu kamar Nayra tiba-tiba terbuka, seorang wanita cantik paruh baya masuk lalu duduk disampingnya. “Gimana rasanya sayang? Masih tidak enak?? Kita ke dokter sekarang yuk!!!” ujar wanita itu dengan lembutnya. “tidak usah, ma, aku sudah enakan kok, aku cuma mau beristirahat saja”, jawab Nayra dengan sopan. “ya sudah kalau begitu, mama tinggal dulu ya, istirahat ya, Nak,” ujar sang mama sambil mencium kening putri semata wayangnya. “Makasih ma, aku selalu sayang mama,” lirih Nayra berujar. Terus terang Nayra sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya, tapi dia berusaha menyembunyikan itu dari orang tuanya.
Di ruang keluarga, ibu Rita, duduk sambil menemani sang suami sepulangnya dari kantor, “Ma, Nayra kemana?? Kok papa tidak melihatnya dari tadi?” tanya sang suami. “Nayra lagi istirahat pa, dia pusing dan mengeluh sakit dari tadi”, jawab Rita. “Sakit apa sebenarnya anak kita ma?? Kalau kita ajak ke dokter dia selalu menolak, papa rasa ada yang dia sembunyikan dari kita, aku takut penyakitnya parah,” dengan nada khawatir pak Artawan bicara dengan istrinya. “entahlah pa, mama juga bingung” ujar istrinya lagi.
Ternyata sakit yang dirasakan Nayra sore itu adalah pertanda dia akan segera di panggil menghadap Tuhan, saat minta ijin untuk istirahat pada mamanya, kesehatan Nayra benar-benar drop, dengan panik kedua orang tua Nayra melarikan putrinya ke rumah sakit, setelah mendapat penanganan oleh tim dokter, Nayra sedikit terlihat tenang, namun mukanya terlihat pucat, sinar matanya terlihat begitu redup. “Pak Artawan, bisa kita bicara sebentar di ruangan saya”, kata dokter Gunawan, yang juga merupakan dokter pribadi keluarga Artawan. “Baiklah dok, “ sambut pa Artawan.
Setelah pak Artawan dan ibu Rita duduk di ruangan dokter Gunawan, mereka akhirnya mulai bicara, “Maafkan saya sebelumnya pak, sebenarnya saya sudah tahu penyakit yang diderita putri bapak sejak 7 bulan lalu, tapi karena putri bapak menyuruh saya merahasiakan penyakitnya kepada bapak dan ibu, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Putri bapak terkena leukimia,” ujar dokter Gunawan lirih.
Cukup lirih memang kata-kata dokter Gunawan, tapi mampu membuat jantung pak Artawan dan istrinya berdetak lebih cepat dari biasanya, “Apa?? Leukemia? Separah apa dok??” keras nada suara pak Artawan. “sudah parah pak, umur Nayra tidak akan lama” sambung dokter kembali.
Setelah berbicara lama dengan dokter, air mata tak pernah berhenti mengalir di pipi Rita. Dia begitu terpukul mendengar putrinya menderita penyakit itu. “udah, ma, jangan nangis terus, pengobatan Nayra akan diusahakan, kita akan mengusahakan kesembuhannya, lebih baik kita berdoa, semoga Tuhan memberikan jalan terbaik buat keluarga kita”, hibur pak Artawan. “mari kita tengok Nayra!!” ajaknya lagi.
Memasuki ruangan perawatan, ibu Rita berusaha menyembunyikan air matanya, dia tersenyum penuh kepedihan di samping ranjang putrinya, “Mama, kenapa? Kok sedih begitu?” ujar Nayra lirih. “tidak apa-apa sayang”, berbisik ibu Rita tak kuasa menahan air matanya. “Maafkan Nayra, Ma, Pa, Nayra tak bermaksud membuat Mama dan Papa terluka seperti ini, Nayra hanya tak ingin menyusahkan kalian” Nayra berkata dengan terbata-bata.
Belum ada beberapa menit pak Artawan dan ibu Rita di kamar putrinya, tiba-tiba Nayra kejang-kejang. Dengan panik pak Artawan memanggil dokter Gunawan. Dokter Gunawan menangani Nayra lumayan lama, hingga akhirnya dokter Gunawan keluar, muka beliau kelihatan sangat sedih. “Bagaimana anak saya, dok?” tanya pak Artawan.
“Maaf pak, kami disini sudah berusaha yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain, Nayra sudah dipanggil menghadapNya” ucap dokter. “Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk”, teriak ibu Rita isteris, “Nayra tidak mungkin meninggal, Nayra masih hidup,” seluruh pengunjung rumah sakit menoleh ke arah mereka. “Pak, sebelum meninggal, Nayra menitipkan ini ke saya, ini buat bapak dan ibu” imbuh dokter Gunawan sebelum mohon diri.
Sepeninggal Dokter Gunawan, pak Artawan dan istrinya membuka amplop kecil dari Nayra, isinya ternyata surat.
“Mama, papa, maafin Nayra sudah membuat mama dan papa jadi sedih, Nayra mohon sama mama dan papa, setelah Nayra meninggal, tolong berikan kornea mata Nay untuk Keynaya, tapi jangan bilang itu dari Nayra sebelum Keynaya benar-benar operasi dan bisa melihat lagi, dan satu lagi, mama tolong kasih Keynaya surat yang Nayra simpan di laci meja belajar Nayra yang amplopnya berwarna pink setelah Keynaya melihat nanti, dan surat buat mama dan papa ada di dalam amplop biru di laci yang sama.
Sekian dulu Mama, papa, maaf kalau Nayra selalu ngerepotin kalian, Nayra sayang kalian, big kis & hug..muacch”
- Nayra Amrita -
Selain sepucuk surat itu, ada lagi sebuah surat pernyataan pendonoran kornea mata yang telah lengkap dengan tanda tangan Nayra. Hati orang tua Nayra tersayat, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan selain memenuhi permintaan terakhir sang anak.
Sementara itu, di rumah Keynaya, tampak gadis cantik itu tengah duduk seorang diri di teras rumahnya. Wajahnya tampak sedikit murung, “kemana si Nayra, sudah lebih dari 5 hari dia tidak main ke sini, apa dia baik-baik saja?” gumamnya.
“Ma, Nayra pernah kesini gak dalam beberapa hari ini?” tanya Keynaya ke pada mamanya.
“Tidak ada, Key, memang kenapa?” tanya sang mama.
“Gak apa-apa ma, aku ke rumah Nayra sebentar ya!!” Key meminta ijin ke mamanya.
Tapi diluar dugaan, mama Keynaya melarangnya pergi. “Jangan Key, kita harus ke rumah sakit sekarang juga, tadi mama ditelepon sama pihak rumah sakit, katanya ada yang menyumbangkan korneanya khusus untuk kamu,” dengan tutur kata yang lembut mamanya menjelaskan. “Yang bener, Ma? Key sudah dapat donor kornea?? Asik-asik, Key akan segera bisa melihat wajah Nayra, Key bisa segera menggelar pameran lukisan,” ucap Key berapi-api.
“Iya nak” jawab mamanya penuh kepedihan. “seandainya kamu tahu sayang, Nayra tak mungkin ada disamping kamu lagi, Nayra sudah tenang dialam sana, dan seandainya kamu tahu siapa orang yang mendonorkan korneanya untuk kamu” kata ibu Rasti dalam hati.
Waktu berjalan begitu cepat, operasi cangkok kornea sudah dilaksanakan dan sekarang adalah hari yang paling ditunggu-tunggu Keynaya, perban di matanya akan di buka, tim dokter beserta kedua orang tua Key sudah ada di ruangan Key. Sebelum perbannya di buka, Keynaya berujar, “Ma, Pa, Nayra sudah datang?? Ku ingin sekali ada Nayra di sini pas aku bisa melihat” “belum sayang, Nayra masih diluar kota” pedih rasanya hati ibu Rasti saat berujar.
Perban akhirnya di buka, samar-samar penglihatan Keynaya mulai melihat warna, melihat sosok kedua orang tuanya, dia tersenyum, semakin lama semakin jelas, “Mama, papa aku bisa melihat kalian,” gembira sekali suara Keynaya.
Sudah 1 minggu semenjak Keynaya bisa melihat, hari ini dia memaksa ibunya agar diperbolehkan melihat Nayra, mengujungi Nayra, “Kata mama Nayra sudah ada di rumah, berarti Key boleh main donk Ma, Key pingin ngajak Nayra jalan-jalan buat merayakan kesembuhan Key,” “Iya, nak, mama sama papa temenin kamu ya!!”
Berbeda beberapa rumah antara Nayra dan Keynaya merupakan hal yang membahagiakan, tidak perlu capek-capek bermacet- macet ria di jalanan untuk mengunjunginya. Sesampai di rumah Nayra mereka disambut ramah oleh keluarga Nayra yang kebetulan lagi ada di rumah.
“Selamat sore tante Rita’” sapa Keynaya dengan senyum sumringah. Setelah di persilahkan duduk dan menikmati hidangan ala kadarnya, Keynaya menanyakan keberadaan sahabat karibnya, “mana Nayranya tante?? Kok tidak kelihatan ada di rumah?”
“Nayranya…Nayra..Nayra” dengan terbata-bata ibu Rita menjawab.
“Nayra kenapa tante, kemana?? Nayra tidak apa-apa kan?” bertubi-tubi Keynaya bertanya.
Ibu Rita tak kuasa menjawab, beliau meninggalkan tamunya di ruang tamu dan berlari naik ke kamar Nayra, mengambil sepucuk surat yang dititipkan Nayra untuk Keynaya. Ibu Rita kembali ke ruang tamu dengan sepucuk surat di tangan, “ini dari Nayra untuk kamu” ujarnya berlinang air mata kepada Keynaya.
Dengan tangan gemetar Keynaya membuka amplop berwarna pink yang cantik itu, ada pita pink juga di sudut amplonya.
Dear Keynaya ..
“Keynaya sayang, sahabatku yang paling baik, apa kabar hari ini?? Baik-baik sajakah?? Sehat-sehat?? Semoga sehat ya!! Key, saat kau membaca surat dari aku ini, mungkin aku sudah tak ada lagi di dunia ini, tak ada di samping kamu, tak bisa menemani kamu bermain, bercanda dan tertawa, maafkan aku ya Key.
Key sayang, sebenarnya aku ingin sekali cerita ke kamu tentang penyakitku, tapi aku takut membuat kamu kepikiran terus, takut buat kamu gelisah. Sebenarnya aku terkena penyakit leukemia, Key dan umurku tidak akan lama lagi.
Key sayang, meskipun aku telah pergi dari sisi kamu, tapi rasa sayang aku ke kamu tak akan pernah berubah, kamu sahabat terbaik di hidupku, kamu tempatku berkeluh kesah, tempatku menumpahkan suka dan duka. Key, ku tahu saat kau membaca ini, kau sudah bisa melihat indahnya dunia, sengaja ku berikan mataku untuk kamu Key, hanya itu yang bisa aku berikan, jaga mata itu seperti kau menjaga persahabatan kita.
Segitu dulu Key, maafkan aku karena harus pergi meninggalkanmu, terima kasih karena sudah memberikan aku arti selama hidup di dunia. Sampai ketemu suatu saat nanti Key, aku sayang kamu sahabatku.
Kiss and big hug my lovely friend, my best friend in my life….muaaachh…
Dariku yang selalu menyayangimu ..
- Nayra Amrita -
Air mata mengalir deras di pipi Keynaya, “ini tidak mungkin” katanya lirih. Dia menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar tak percaya, sahabatnya sudah kembali ke pangkuan Tuhan, Keynaya menatap selembar foto yang juga ada di dalam amplop surat tadi, foto Nayra tersenyum manis ke arahnya, mata Nayra yang teduh, sekarang ada padanya. Keynaya meminta agar kedua orang tua Nayra mengantarnya ke kuburan.
Lumayan jauh dari rumah Nayra, kaki Keynaya lemah, tapi dia berusaha mengikuti langkah kaki orang tuanya dan orang tua Nayra ke sebuah makan yang begitu tertata rapi, taburan bunga masih segar, tanah pekuburannya juga masih basah.
Sebuah Nisan yang begitu cantik dihadapan Keynaya, membuatnya semakin terluka, jelas tersurat di batu nisan berwarna putih itu nama sahabat karibnya
“Nayra Amrita Artawan”
Lahir 8 Januari 1994
Wafat 14 April 2011
Berjongkok Keynaya membelai nisan itu, gerimis turun membasahi nisan, semakin lama semakin deras, sederas airmata yang jatuh di pipi Keynaya, “kenapa secepat ini kau tinggalkan aku, Nay?? Tega kamu?? Meninggalkan aku seorang diri disini.” Nayra, terima kasih sayang, kau telah memberikan aku sepasang mata untuk melihat dunia ini, terima kasih karena telah mengajariku tentang ketulusan sebuah persahabatan, terima kasih atas senyum termanis yang pernah kau hadirkan di hidupku” ucap Keynaya sambil terisak lirih di atas nisan.
Tangan lembut ibu Rasti terulur ke arah putrinya, “Bangun Key, sudah, ikhlaskan saja Nayra, dia sudah tenang di sana, dia sudah berada di pangkuan Tuhan, yang harus kamu tahu, Nayra tak pernah ingin kamu cengeng, kamu harus tetap semangat menjalani hidup kamu,” bimbing ibu Rasti. “iya ma, terima kasih, aku hanya sedih saja, tapi aku janji tidak akan cengeng lagi setelah hari ini”, kata keynaya.
“Persahabatan bukan hanya sekedar kata, yang ditulis pada sehelai kertas tak bermakna, tapi persahabatan merupakan sebuah ikatan suci, yang ditoreh diatas dua hati, ditulis dengan tinta kasih sayang dan suatu saat akan dihapus dengan tetesan darah dan mungkin nyawa”
“Key…sini dech cepetan, aku ada sesuatu buat kamu”, panggil Nayra suatu sore. “Iya, sebentar, sabar dikit kenapa sich?, kamu kan tahu aku gak bisa melihat”, jawab seorang gadis yang dipanggil Key dari balik pintu.
Keynaya Wulandari, begitulah nama gadis tadi, meskipun lahir dengan keterbatasan fisik, dia tidak pernah mengeluh, semangatnya menjalani bahtera hidup tak pernah padam. Lahir dengan kondisi buta, tidak membuatnya berkecil hati, secara fisik matanya tidak bisa melihat warna-warni dunia, tapi mata hatinya bisa melihat jauh ke dalam kehidupan seseorang. Mempunyai hoby melukis sejak kecil, dengan keterbatasannya, Key selalu mengasah bakatnya. Tak pernah sedikitpun dia menyerah.
Duduk di bangku kelas XII di sebuah sekolah Luar Biasa di kotanya, Keynaya tidak pernah absen meraih peringkat dikelas, bahkan guru-gurunya termotivasi dengan sifat pantang menyerah Key. Sejak baru berusia 3 tahun, Keynaya sudah bersahabat dengan anak tetangganya yang bernama Nayra Amrita, Nayra anak seorang direktur bank swasta di kota mereka. Nayra cantik, pinter dan secara fisik Nayra kelihatan sempurna.
Seperti sore ini, Nayra sudah nangkring di rumah Key. Dia berbincang-bincang dengan Key, sambil menemani sahabatnya itu melukis. “Key, lukisan kamu bagus banget, nanti kamu ngadain pameran tunggal ya, biar semua orang tahu bakat kamu”, kata Nayra membuka pembicaraan. “Hah”, Key mendesah pelan lalu mulai bicara, “Seandainya aku bisa Nay, pasti sudah aku lakukan, tapi apa daya, aku ini tidak sempurna, seandainya aku mendapat donor kornea, dan aku bisa melihat, mungkin aku bahagia dan akan mengadakan pameran lukisan-lukisanku ini” ucap Keynaya dengan kepedihan.
“Suatu hari nanti Tuhan akan memberikan anugrahnya kepadamu, sahabat, pasti akan ada yang mendonorkan korneanya untuk seorang anak sebaik kamu,” timpal Nayra akhirnya. Berbeda secara fisik, tidak pernah menjadi halangan di dalam jalinan persahabatan antara Nayra dan Keynaya, kemana pun Nayra pergi, dia selalu mengajak Key, kecuali sekolah tentunya, karena sekolah mereka berdua kan berbeda. Sedang asik-asiknya dua sahabat ini bersenda gurau, tiba-tiba saja Nayra mengeluh, “aduuh, kepala ku”
“Kamu kenapa Nay, sakit??” tanya Keynaya. “Oh, tidak aku tidak apa-apa Key, Cuma sedikit pusing saja”, ucap Nayra sambil tersenyum. “Minum obat ya Nay, aku tidak mau kamu kenapa-napa, nada bicara Key terdengar begitu khawatir. “aku ijin pulang dulu ya Key, mau minum obat” ujar Nayra sambil berpamitan pulang.
Di kamarnya yang terkesan sangat elegan, nuansa coklat mendominasi di setiap sudut ruangan, Nayra terduduk lemas di atas ranjangnya, “Ya Allah, berapa lama lagi usiaku di dunia ini?? Berapa lama lagi malaikatmu akan menjemputku untuk menghadapmu?” erang hati Nayra. Di vonis menderita leukimia sejak 7 bulan lalu dan tidak akan berumur lama lagi sungguh menyakitkan bagi Nayra, usianya yang baru 18 tahun, dengan segudang cita-cita yang dia inginkan, sudah pasti tak satupun akan terwujud.
Pintu kamar Nayra tiba-tiba terbuka, seorang wanita cantik paruh baya masuk lalu duduk disampingnya. “Gimana rasanya sayang? Masih tidak enak?? Kita ke dokter sekarang yuk!!!” ujar wanita itu dengan lembutnya. “tidak usah, ma, aku sudah enakan kok, aku cuma mau beristirahat saja”, jawab Nayra dengan sopan. “ya sudah kalau begitu, mama tinggal dulu ya, istirahat ya, Nak,” ujar sang mama sambil mencium kening putri semata wayangnya. “Makasih ma, aku selalu sayang mama,” lirih Nayra berujar. Terus terang Nayra sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya, tapi dia berusaha menyembunyikan itu dari orang tuanya.
Di ruang keluarga, ibu Rita, duduk sambil menemani sang suami sepulangnya dari kantor, “Ma, Nayra kemana?? Kok papa tidak melihatnya dari tadi?” tanya sang suami. “Nayra lagi istirahat pa, dia pusing dan mengeluh sakit dari tadi”, jawab Rita. “Sakit apa sebenarnya anak kita ma?? Kalau kita ajak ke dokter dia selalu menolak, papa rasa ada yang dia sembunyikan dari kita, aku takut penyakitnya parah,” dengan nada khawatir pak Artawan bicara dengan istrinya. “entahlah pa, mama juga bingung” ujar istrinya lagi.
Ternyata sakit yang dirasakan Nayra sore itu adalah pertanda dia akan segera di panggil menghadap Tuhan, saat minta ijin untuk istirahat pada mamanya, kesehatan Nayra benar-benar drop, dengan panik kedua orang tua Nayra melarikan putrinya ke rumah sakit, setelah mendapat penanganan oleh tim dokter, Nayra sedikit terlihat tenang, namun mukanya terlihat pucat, sinar matanya terlihat begitu redup. “Pak Artawan, bisa kita bicara sebentar di ruangan saya”, kata dokter Gunawan, yang juga merupakan dokter pribadi keluarga Artawan. “Baiklah dok, “ sambut pa Artawan.
Setelah pak Artawan dan ibu Rita duduk di ruangan dokter Gunawan, mereka akhirnya mulai bicara, “Maafkan saya sebelumnya pak, sebenarnya saya sudah tahu penyakit yang diderita putri bapak sejak 7 bulan lalu, tapi karena putri bapak menyuruh saya merahasiakan penyakitnya kepada bapak dan ibu, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Putri bapak terkena leukimia,” ujar dokter Gunawan lirih.
Cukup lirih memang kata-kata dokter Gunawan, tapi mampu membuat jantung pak Artawan dan istrinya berdetak lebih cepat dari biasanya, “Apa?? Leukemia? Separah apa dok??” keras nada suara pak Artawan. “sudah parah pak, umur Nayra tidak akan lama” sambung dokter kembali.
Setelah berbicara lama dengan dokter, air mata tak pernah berhenti mengalir di pipi Rita. Dia begitu terpukul mendengar putrinya menderita penyakit itu. “udah, ma, jangan nangis terus, pengobatan Nayra akan diusahakan, kita akan mengusahakan kesembuhannya, lebih baik kita berdoa, semoga Tuhan memberikan jalan terbaik buat keluarga kita”, hibur pak Artawan. “mari kita tengok Nayra!!” ajaknya lagi.
Memasuki ruangan perawatan, ibu Rita berusaha menyembunyikan air matanya, dia tersenyum penuh kepedihan di samping ranjang putrinya, “Mama, kenapa? Kok sedih begitu?” ujar Nayra lirih. “tidak apa-apa sayang”, berbisik ibu Rita tak kuasa menahan air matanya. “Maafkan Nayra, Ma, Pa, Nayra tak bermaksud membuat Mama dan Papa terluka seperti ini, Nayra hanya tak ingin menyusahkan kalian” Nayra berkata dengan terbata-bata.
Belum ada beberapa menit pak Artawan dan ibu Rita di kamar putrinya, tiba-tiba Nayra kejang-kejang. Dengan panik pak Artawan memanggil dokter Gunawan. Dokter Gunawan menangani Nayra lumayan lama, hingga akhirnya dokter Gunawan keluar, muka beliau kelihatan sangat sedih. “Bagaimana anak saya, dok?” tanya pak Artawan.
“Maaf pak, kami disini sudah berusaha yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain, Nayra sudah dipanggil menghadapNya” ucap dokter. “Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk”, teriak ibu Rita isteris, “Nayra tidak mungkin meninggal, Nayra masih hidup,” seluruh pengunjung rumah sakit menoleh ke arah mereka. “Pak, sebelum meninggal, Nayra menitipkan ini ke saya, ini buat bapak dan ibu” imbuh dokter Gunawan sebelum mohon diri.
Sepeninggal Dokter Gunawan, pak Artawan dan istrinya membuka amplop kecil dari Nayra, isinya ternyata surat.
“Mama, papa, maafin Nayra sudah membuat mama dan papa jadi sedih, Nayra mohon sama mama dan papa, setelah Nayra meninggal, tolong berikan kornea mata Nay untuk Keynaya, tapi jangan bilang itu dari Nayra sebelum Keynaya benar-benar operasi dan bisa melihat lagi, dan satu lagi, mama tolong kasih Keynaya surat yang Nayra simpan di laci meja belajar Nayra yang amplopnya berwarna pink setelah Keynaya melihat nanti, dan surat buat mama dan papa ada di dalam amplop biru di laci yang sama.
Sekian dulu Mama, papa, maaf kalau Nayra selalu ngerepotin kalian, Nayra sayang kalian, big kis & hug..muacch”
- Nayra Amrita -
Selain sepucuk surat itu, ada lagi sebuah surat pernyataan pendonoran kornea mata yang telah lengkap dengan tanda tangan Nayra. Hati orang tua Nayra tersayat, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan selain memenuhi permintaan terakhir sang anak.
Sementara itu, di rumah Keynaya, tampak gadis cantik itu tengah duduk seorang diri di teras rumahnya. Wajahnya tampak sedikit murung, “kemana si Nayra, sudah lebih dari 5 hari dia tidak main ke sini, apa dia baik-baik saja?” gumamnya.
“Ma, Nayra pernah kesini gak dalam beberapa hari ini?” tanya Keynaya ke pada mamanya.
“Tidak ada, Key, memang kenapa?” tanya sang mama.
“Gak apa-apa ma, aku ke rumah Nayra sebentar ya!!” Key meminta ijin ke mamanya.
Tapi diluar dugaan, mama Keynaya melarangnya pergi. “Jangan Key, kita harus ke rumah sakit sekarang juga, tadi mama ditelepon sama pihak rumah sakit, katanya ada yang menyumbangkan korneanya khusus untuk kamu,” dengan tutur kata yang lembut mamanya menjelaskan. “Yang bener, Ma? Key sudah dapat donor kornea?? Asik-asik, Key akan segera bisa melihat wajah Nayra, Key bisa segera menggelar pameran lukisan,” ucap Key berapi-api.
“Iya nak” jawab mamanya penuh kepedihan. “seandainya kamu tahu sayang, Nayra tak mungkin ada disamping kamu lagi, Nayra sudah tenang dialam sana, dan seandainya kamu tahu siapa orang yang mendonorkan korneanya untuk kamu” kata ibu Rasti dalam hati.
Waktu berjalan begitu cepat, operasi cangkok kornea sudah dilaksanakan dan sekarang adalah hari yang paling ditunggu-tunggu Keynaya, perban di matanya akan di buka, tim dokter beserta kedua orang tua Key sudah ada di ruangan Key. Sebelum perbannya di buka, Keynaya berujar, “Ma, Pa, Nayra sudah datang?? Ku ingin sekali ada Nayra di sini pas aku bisa melihat” “belum sayang, Nayra masih diluar kota” pedih rasanya hati ibu Rasti saat berujar.
Perban akhirnya di buka, samar-samar penglihatan Keynaya mulai melihat warna, melihat sosok kedua orang tuanya, dia tersenyum, semakin lama semakin jelas, “Mama, papa aku bisa melihat kalian,” gembira sekali suara Keynaya.
Sudah 1 minggu semenjak Keynaya bisa melihat, hari ini dia memaksa ibunya agar diperbolehkan melihat Nayra, mengujungi Nayra, “Kata mama Nayra sudah ada di rumah, berarti Key boleh main donk Ma, Key pingin ngajak Nayra jalan-jalan buat merayakan kesembuhan Key,” “Iya, nak, mama sama papa temenin kamu ya!!”
Berbeda beberapa rumah antara Nayra dan Keynaya merupakan hal yang membahagiakan, tidak perlu capek-capek bermacet- macet ria di jalanan untuk mengunjunginya. Sesampai di rumah Nayra mereka disambut ramah oleh keluarga Nayra yang kebetulan lagi ada di rumah.
“Selamat sore tante Rita’” sapa Keynaya dengan senyum sumringah. Setelah di persilahkan duduk dan menikmati hidangan ala kadarnya, Keynaya menanyakan keberadaan sahabat karibnya, “mana Nayranya tante?? Kok tidak kelihatan ada di rumah?”
“Nayranya…Nayra..Nayra” dengan terbata-bata ibu Rita menjawab.
“Nayra kenapa tante, kemana?? Nayra tidak apa-apa kan?” bertubi-tubi Keynaya bertanya.
Ibu Rita tak kuasa menjawab, beliau meninggalkan tamunya di ruang tamu dan berlari naik ke kamar Nayra, mengambil sepucuk surat yang dititipkan Nayra untuk Keynaya. Ibu Rita kembali ke ruang tamu dengan sepucuk surat di tangan, “ini dari Nayra untuk kamu” ujarnya berlinang air mata kepada Keynaya.
Dengan tangan gemetar Keynaya membuka amplop berwarna pink yang cantik itu, ada pita pink juga di sudut amplonya.
Dear Keynaya ..
“Keynaya sayang, sahabatku yang paling baik, apa kabar hari ini?? Baik-baik sajakah?? Sehat-sehat?? Semoga sehat ya!! Key, saat kau membaca surat dari aku ini, mungkin aku sudah tak ada lagi di dunia ini, tak ada di samping kamu, tak bisa menemani kamu bermain, bercanda dan tertawa, maafkan aku ya Key.
Key sayang, sebenarnya aku ingin sekali cerita ke kamu tentang penyakitku, tapi aku takut membuat kamu kepikiran terus, takut buat kamu gelisah. Sebenarnya aku terkena penyakit leukemia, Key dan umurku tidak akan lama lagi.
Key sayang, meskipun aku telah pergi dari sisi kamu, tapi rasa sayang aku ke kamu tak akan pernah berubah, kamu sahabat terbaik di hidupku, kamu tempatku berkeluh kesah, tempatku menumpahkan suka dan duka. Key, ku tahu saat kau membaca ini, kau sudah bisa melihat indahnya dunia, sengaja ku berikan mataku untuk kamu Key, hanya itu yang bisa aku berikan, jaga mata itu seperti kau menjaga persahabatan kita.
Segitu dulu Key, maafkan aku karena harus pergi meninggalkanmu, terima kasih karena sudah memberikan aku arti selama hidup di dunia. Sampai ketemu suatu saat nanti Key, aku sayang kamu sahabatku.
Kiss and big hug my lovely friend, my best friend in my life….muaaachh…
Dariku yang selalu menyayangimu ..
- Nayra Amrita -
Air mata mengalir deras di pipi Keynaya, “ini tidak mungkin” katanya lirih. Dia menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar tak percaya, sahabatnya sudah kembali ke pangkuan Tuhan, Keynaya menatap selembar foto yang juga ada di dalam amplop surat tadi, foto Nayra tersenyum manis ke arahnya, mata Nayra yang teduh, sekarang ada padanya. Keynaya meminta agar kedua orang tua Nayra mengantarnya ke kuburan.
Lumayan jauh dari rumah Nayra, kaki Keynaya lemah, tapi dia berusaha mengikuti langkah kaki orang tuanya dan orang tua Nayra ke sebuah makan yang begitu tertata rapi, taburan bunga masih segar, tanah pekuburannya juga masih basah.
Sebuah Nisan yang begitu cantik dihadapan Keynaya, membuatnya semakin terluka, jelas tersurat di batu nisan berwarna putih itu nama sahabat karibnya
“Nayra Amrita Artawan”
Lahir 8 Januari 1994
Wafat 14 April 2011
Berjongkok Keynaya membelai nisan itu, gerimis turun membasahi nisan, semakin lama semakin deras, sederas airmata yang jatuh di pipi Keynaya, “kenapa secepat ini kau tinggalkan aku, Nay?? Tega kamu?? Meninggalkan aku seorang diri disini.” Nayra, terima kasih sayang, kau telah memberikan aku sepasang mata untuk melihat dunia ini, terima kasih karena telah mengajariku tentang ketulusan sebuah persahabatan, terima kasih atas senyum termanis yang pernah kau hadirkan di hidupku” ucap Keynaya sambil terisak lirih di atas nisan.
Tangan lembut ibu Rasti terulur ke arah putrinya, “Bangun Key, sudah, ikhlaskan saja Nayra, dia sudah tenang di sana, dia sudah berada di pangkuan Tuhan, yang harus kamu tahu, Nayra tak pernah ingin kamu cengeng, kamu harus tetap semangat menjalani hidup kamu,” bimbing ibu Rasti. “iya ma, terima kasih, aku hanya sedih saja, tapi aku janji tidak akan cengeng lagi setelah hari ini”, kata keynaya.
*****
~* PENGORBANAN SEORANG SUAMI *~

Selasa malam (1 Februari 2005), Setelah hujan lebat mengguyur Jakarta, gerimis masih turun. Saya pacu motor dengan cepat dari kantor disekitar Blok-M menuju rumah di Cimanggis-Depok. Kerja penuh seharian membuat saya amat lelah hingga di sekitar daerah Cijantung mata saya sudah benar-benar tidak bisa dibuka lagi. Saya kehilangan konsentrasi dan membuat saya menghentikan motor dan melepas kepenatan di sebuah shelter bis di seberang Mal Cijantung. Saya lihat jam sudah menunjukan pukul 10.25 malam.
Keadaan jalan sudah lumayan sepi. Saya telpon isteri saya kalau saya mungkin agak terlambat dan saya katakan alasan saya berhenti sejenak.
Setelah saya selesai menelpon baru saya menyadari kalau disebelah saya ada seorang ibu muda memeluk seorang anak lelaki kecil berusia sekitar 2 tahun. Tampak jelas sekali mereka kedinginan. Saya terus memperhatikannya dan tanpa terasa airmata saya berlinang dan teringat anak saya (Naufal) yang baru berusia 14 bulan. Pikiran saya terbawa dan berandai-andai, “Bagaimana jadinya jika yang berada disitu adalah isteri dan anak saya?”
Tanpa berlama-lama saya dekati mereka dan saya berusaha menyapanya. ” Ibu,ibu,kalau mau ibu boleh ambil jaket saya, mungkin sedikit kotor tapi masih kering. Paling tidak anak ibu tidak kedinginan” Saya segera membuka raincoat dan jaket saya, dan langsung saya berikan jaket saya.
Tanpa bicara, ibu tersebut tidak menolak dan langsung meraih jaket saya. Pada saat itu saya baru sadar bahwa anak lelakinya benar-benar kedinginan dan giginya bergemeletuk.
“Tunggu sebentar disini bu!” pinta saya. Saya lari ke tukang jamu yang tidak jauh dari shelter itu dan saya meminta air putih hangat padanya. an Alhamdulillah, saya justeru mendapatkan teh manis hangat dari tukang jamu tersebut dan segera saya kembali memberikannya kepada ibu tersebut. “Ini bu,.. kasih ke anak ibu!” selanjutnya mereka meminumnya berdua.
Saya tunggu sejenak sampai mereka selesai. Saya hanya diam memandangi lalu lalang kendaraan yang lewat “Bapak, terima kasih banyak, mau menolong saya” sesaat kemudian ibu tersebut membuka percakapan. Ah, tidak apa-apa, ngomong-ngomong ibu pulang kemana? Tanya saya Saya tinggal di daerah Bintaro tapi…(dia menghentikan bicaranya), Bapak pulang bekerja ? dia balas bertanya.
“Ya” jawab saya singkat.
“Kenapa sampai larut malam pak, memangnya anak isteri bapak tidak menunggu? Tanyanya lagi. Saya diam sejenak karena agak terkejut dengan pertanyaannya.
“Terus terang bu, sebenarnya selama ini saya merasa bersalah karena terlalu sering meninggalkan mereka berdua. Tapi mau bilang apa, masa depan mereka adalah bagian dari tanggung jawab saya. Saya hanya berharap semoga Allah terus menjaga mereka ketika saya pergi.” Mendengar jawaban saya si ibu terisak, saya jadi serba salah. “Bu, maafkan saya kalau saya salah omong.
Pak kalau boleh saya minta uang seratus ribu, kalau bapak berkenan? Pintanya dengan sedih dan sopan. Airmatanya berlinang sambil mengencangkan pelukan ke anak lelakinya.
Karena perasaan bersalah, saya segera keluarkan uang limapuluh-ribuan 2 lembar dan saya berikan padanya. Dia berusaha meraih dan ingin mencium tangan saya, tetapi cepat-cepat saya lepaskan. “ya sudah, ibu ambil saja, tidak usah dipikirkan!” saya berusaha menjelaskannya. “Pak kalau jas hujannya saya pakai bagaimana? Badan saya juga benar-benar kedinginan dan kasihan anak saya” kembali ibu tersebut bertanya dan sekarang membuat saya heran. Saya bingung untuk menjawabnya dan juga ragu memberikannya. Pikiran saya mulai bertanya-tanya, Apakah ibu ini berusaha memeras saya dengan apa yang ditampilkannya di hadapan saya? tapi saya entah mengapa saya benar-benar harus meng-ikhlas- kannya. Maka saya berikan raincoat saya dan kali ini saya hanya tersenyum tidak berkata sepatahpun.
Tiba tiba anaknya menangis dan semakin lama semakin kencang. Ibu tersebut sangat berusaha menghiburnya dan saya benar-benar bingung sekarang harus berbuat apa? Saya keluarkan handphone saya dan saya pinjamkan pada anak tersebut. Dia sedikit terhibur dengan handphone tersebut, mungkin karena lampunya yang menyala. Saya biarkan ibu tersebut menghibur anaknya memainkan handphone saya. Sementara itu saya berjalan agak menjauh dari mereka. Badan dan pikiran yang sudah lelah membuat saya benar-benar kembali tidak dapat berkonsentrasi. Mungkin sekitar 10 menit saya hanya diam di shelter tersebut memandangi lalu lalang kendaraan. Kemudian saya putuskan untuk segera pulang dan meninggalkan ibu dan anaknya tersebut. Saya ambil helm dan saya nyalakan motor, saya pamit dan memohon maaf kalau tidak bisa menemaninya. Saya jelaskan kalau isteri dan anak saya sudah menunggu dirumah. Ibu itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya.
Dia meminta no telpon rumah saya dan saya tidak menjawabnya, saya benar-benar lelah sekali dan saya berikan saja kartu nama saya. Sesaat kemudian saya lanjutkan perjalanan saya.
Saya hanya diam dan konsentrasi pada jalan yang saya lalui. Udara benar-benar terasa dingin apalagi saat itu saya tidak lagi mengenakan jaket dan raincoat ditambah gerimis kecil sepanjang jalan. Dan ketika sampai di depan garasi dan saya ingin menelpon memberitahukan ke isteri saya kalau saya sudah di depan rumah saya baru sadar kalau handphone saya tertinggal dan masih berada di tangan anak tadi. Saya benar-benar kesal dengan kebodohan saya. Sampai di dalam rumah saya berusaha menghubungi nomor handphone saya tapi hanya terdengar nada handphone dimatikan. “Gila.Saya benar-benar goblok, tidak lebih dari 30 menit saya kehilangan handphone dan semua didalamnya” dengan suara tinggi, saya katakan itu kepada isteri saya dan dia agak tekejut mendengarnya. Selanjutnya saya ceritakan pengalaman saya kepadanya. Isteri saya berusaha menghibur saya dan mengajak saya agar meng-ikhlaskan semuanya. “Mungkin Allah memang menggariskan jalan seperti ini. Sudahlah sana mandi dan shalat dulu, kalau perlu tambah shalat shunah-nya biar bisa lebih ikhlas” dia menjelaskan. Saya segera melakukannya dan tidur.
Keesokan paginya saya terpaksa berangkat kerja membawa mobil padahal hal ini, tidak terlalu saya suka. Saya selalu merasa banyak waktu terbuang jika bekerja membawa mobil ketimbang naik motor yang bisa lebih cepat mengatasi kemacetan. Kalaupun saya bawa motor saya khawatir hujan karena kebetulan saya tidak ada cadangan jaket dan raincoat juga sudah saya berikan kepada ibu dan anak tadi malam. Setelah mengantar isteri yang kerja di salah satu bank swasta di sekitar depok saya langsung menuju kantor tetapi pikiran saya terus melanglang buana terhadap kejadian tadi malam. Saya belum benar-benar meng-ikhlaskan kejadian tadi malam bahkan sesekali saya mengumpat dan mencaci ibu dan anak tersebut didalam hati karena telah menipu saya.
Sampai di kantor, saya kaget melihat sebuah bungkusan besar diselimuti kertas kado dan pita berada di atas meja kerja saya. Saya tanya ke office boy, siapa yang mengantar barang tersebut. Dia hanya menjawab dengan tersenyum kalau yang mengantar adalah supirnya ibu yang tadi malam, katanya bapak kenal dengannya setelah pertemuan semalam bahkan dia menambahkan kelihatannya dari orang berada karena mobilnya mercy yang bagus.
“Bapak selingkuh ya, pagi-pagi sudah dapat hadiah dari perempuan? tanyanya sedikit bercanda kepada saya. Saya hanya tersenyum dan saya menanyakan apakah dia ingat plat nomor mobil orang tersebut, office boy tersebut hanya menggelengkan kepala..
Segera saya buka kotak tersebut dan “Ya Allah, semua milik saya kembali. Jaket, raincoat, handphone, kartu nama dan uangnya. Yang membuat saya terkejut adalah uang yang dikembalikan sebesar 2 juta rupiah jauh melebihi uang yang saya berikan kepadanya. Dan juga selembar kertas yang tertulis ;
” Pak, terima kasih banyak atas pertolongannya tadi malam. Ini saya kembalikan semua yang saya pinjam dan maafkan jika saya tidak sopan. Kemarin saya sudah tidak tahan dan mencoba lari dari rumah setelah saya bertengkar hebat dengan suami saya karena beliau sering terlambat pulang ke rumah dengan alasan pekerjaan. Bodohnya, dompet saya hilang setelah saya berjalan-jalan dengan anak saya di Mall Cijantung. Sebenarnya saya semalam ingin melanjutkan perjalanan ke rumah kakak saya di depok, tetapi saya jadi bingung karena tidak ada lagi uang untuk ongkos makanya saya hanya berdiam di hate bis itu. Setelah saya bertemu dan melihat bapak tadi malam, saya baru menyadari bahwa apa yang suami saya lakukan adalah demi cinta dan masa depan isteri dan anaknya juga. Salam dari suami saya untuk bapak. Salam juga dari kami sekeluarga untuk anak-isteri bapak di rumah. Suami saya berharap, biarlah bapak tidak mengetahui identitas kami dan biarlah menjadi pelajaran kami berdua . Oh ya, maaf handphone bapak terbawa dan saya juga lupa mengembalikannya tadi malam karena saya sedang larut dalam kesedihan. Terima kasih.
Segera saya telpon isteri saya dan saya ceritakan semua yang ada dihadapan saya. Isteri saya merasa bersyukur dan meminta agar semua uangnya diserahkan saja ke mesjid terdekat sebagai amal ibadah keluarga tersebut.
*****
~* KISAH KOIN PENYOK *~
~* KISAH KOIN PENYOK *~
Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk me
menuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.
*****
~* JILBAB SAYA LEBIH BERHARGA DARI UANG YANG ANDA TAWARKAN *~
~* JILBAB SAYA LEBIH BERHARGA DARI UANG YANG ANDA TAWARKAN *~
Orang bilang, selalu ada godaan besar saat kita berpegang teguh pada sebuah keputusan. Bagaimana seseorang menanggapi godaan itu, apakah akan tetap kuat pada pendirian atau goyah, tergantung masing-masing orang. Saya pernah berada dalam situasi itu, mendapat materi melimpah, tetapi harus melepas kewajiban saya sebagai seorang muslimah.
Saya adalah wanita sederhana, dibesarkan oleh keluarga yang memiliki pikiran modern. Sejak kecil, saya dibebaskan untuk mengambil keputusan apapun. Orang tua saya tidak pernah meminta saja harus masuk sekolah mana, harus masuk jurusan apa, tidak seperti orang tua kebanyakan, yang sering memaksa anak mereka melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kata hati. Maka saya tumbuh menjadi gadis mandiri yang ambisius. Menurut saya, ambisius itu bagus, karena tanpa sikap ambisius, seseorang hanya akan jadi pemalas yang membebani orang lain.
Sikap itu membuat saya selalu mendapatkan nilai-nilai terbaik di sekolah. Mendapat beasiswa menjadi hal biasa, karena tanpa mengajukan beasiswa sekalipun, sekolah selalu mengajukan saya untuk menerima beasiswa berprestasi. Tentu saja saya bersyukur, karena itu adalah bukti bahwa saya tidak main-main dengan pendidikan, saya juga bisa meringankan beban kedua orang tua. Bagi saya, pendidikan adalah jalan terbaik untuk pegangan masa depan. Setidaknya, kelak saya akan menjadi ibu, maka pengetahuan adalah salah satu pondasi kuat untuk mendidik anak-anak, dengan agama sebagai pondasi agama tentunya.
Walaupun ambisius, saya tidak meninggalkan nilai-nilai agama yang sudah diberikan kedua orang tua saya. Saya tidak pernah dipaksa memakai busana muslimah atau jilbab. Kesadaran itu datang saat saya duduk di kelas 3 SMA. Ada keyakinan kuat untuk memperbaiki penampilan saya. Maka sejak saat itu, saya selalu memakai jilbab. Sedikit demi sedikit belajar memakai jilbab sesuai yang diperintahkan. Bukan hal yang mudah, saat itu masih sedikit yang memakai jilbab. Kadang saya masih iri dengan teman-teman saya yang bisa memakai pakaian dengan jenis yang beragam. Beruntung, saya tetap bertahan dengan keputusan saya.
Tahun berlalu dan saya lulus dari sebuah perguruan tinggi sebagai Sarjana Akuntansi di tahun 2003. Sama seperti lulusan pada umumnya, saya mulai melempar surat lamaran kerja di berbagai perusahaan. Dengan nilai yang memuaskan, bukan hal yang sulit untuk menerima panggilan kerja. Hingga saya berhasil melewati empat tahapan tes di sebuah bank swasta yang cukup terkenal. Saat memasuki tahap wawancara, pihak bank tersebut menawarkan posisi dan jabatan yang jarang didapat oleh fresh graduate seperti saya. Menurut mereka, saya punya kemampuan analisis yang baik, sehingga sangat mungkin ditempatkan di posisi yang lebih tinggi dibanding posisi yang saya lamar.
Saya bahagia, seperti mendapatkan berkah yang besar sekali. Tetapi kebahagiaan saya hanya sesaat, karena pihak bank meminta saya untuk mengikuti salah satu syarat yang ada, yaitu memakai seragam untuk karyawati. Seragam tersebut memakai kemeja, blazer lengan panjang, dan rok selutut. Rambut harus diperlihatkan dan digulung rapi. Dengan kata lain, saya harus melepas jilbab dan pakaian muslimah yang melekat di tubuh saya.
Menanggapi hal itu, saya mencoba melakukan tawaran untuk memakai seragam rok panjang dan memakai jilbab yang rapi. Tetapi peraturan bank tersebut tidak bisa dengan mudah diganti begitu saja. Sehingga mereka kembali menawarkan gaji dan bonus yang sangat besar. Jujur, saya manusia biasa, jumlah uang yang ditawarkan sangat banyak. Saya bisa memberangkatkan orang tua ke Tanah Suci, itu adalah salah satu cita-cita saya. Saya bisa mewujudkan cita-cita itu dalam waktu beberapa bulan saja.
Hati saya seolah mengalami pertengkaran. Pihak bank bersedia menunggu jawaban saya selama tiga hari. Selama tiga hari, saya curhat dengan orang tua terlebih dahulu. Mereka menganggap saya sudah dewasa untuk mengambil keputusan, sehingga semua diserahkan kembali pada saya. Batin saya belum tenang, kesempatan tidak datang dua kali. Tetapi apakah saya harus mengorbankan perintah Allah SWT demi semua materi itu? Setelah melakukan Salat Istikhaarah, saya mantap untuk menolak tawaran itu. Saya menolaknya dengan halus, pihak bank juga melepas saya dengan baik.
Tidak apa-apa, mengapa takut kekurangan materi, karena saya yakin, Allah SWT lebih kaya dibandingkan tawaran yang diberikan. Mengenai impian untuk kedua orang tua saya, naik haji, pasti ada jalan. Niat baik selalu mendapat jalan yang baik, saya percaya akan hal itu.
Dua bulan setelah kejadian tersebut, saya diterima bekerja di sebuah bank pemerintah. Memang, gajinya tidak sebesar tawaran yang lalu, tetapi hati ini tenang karena saya diizinkan memakai seragam yang sesuai. Jika percaya akan sebuah keyakinan, maka itulah yang terjadi. Pihak bank menilai prestasi kerja saya sangat bagus. Bonus mengalir hampir setiap bulan. Sedikit demi sedikit saya menabung, untuk masa depan saya dan tabungan haji kedua orang tua.
Alhamdulillah, di tahun 2008, kedua orang tua saya berangkat ke Tanah Suci. Saya tidak ikut, biarlah kedua orang tua saya berangkat terlebih dahulu, saya yakin suatu saat kelak akan menyusul ke sana.
Sekarang, kehidupan saya lebih baik. Saya juga sudah menikah di tahun 2009. Bersama suami saya, kami sudah punya tabungan sendiri untuk pergi ke Tanah Suci, semoga impian kami terkabul beberapa tahun lagi.
Itulah kisah saya yang sempat goncang saat melihat sejumlah materi yang ditawarkan. Tetapi keyakinan saya memilih untuk tetap di jalan-Nya, dan saya tidak menyesali keputusan tersebut, tidak sedikitpun.
*****
~* KETIKA NASI TELAH MENJADI BUBUR *~
~* KETIKA NASI TELAH MENJADI BUBUR *~
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar ungkapan kalimat menyerah seperti,:
"ahh, terlanjur,. nasi udah menjadi
bubur, apa boleh buat"
Dear,sahabat...
Gini lho, Terkadang apa yang kita dapatkan tak sesuai harapan., kalo memang nasi telah menjadi bubur,.
Dear,sahabat...
Gini lho, Terkadang apa yang kita dapatkan tak sesuai harapan., kalo memang nasi telah menjadi bubur,.
yaa mau gimana lagi,. syukuri dan
terima dg lapang dada..
Sekarang tinggal pintar-pintarnya kamu agar membuat si bubur bisa lebih-lebih dan lebih enak dari nasi,.
"nggak mungkin bisa mas?!"
Bisalaah! Apasih yang nggak bisa di dunia ini,.
oke, ambil buburnya, beri kerupuk, beri abon, beri suwiran suwiran ayam dan sedikit sayuran,. tuh kah jadi bubur ayam kan,. uda pasti lebih enak dari nasi,:|
Begitu juga kehidupan nyata, terima kenyataan sepait apapun, dan kelola kenyataan yg pait itu menjadi hal yang manis dimasa depan,
...Bukan bahagia yang membuatmu bersyukur, tapi bersyukurlah yang membuat bahagia...
Sekarang tinggal pintar-pintarnya kamu agar membuat si bubur bisa lebih-lebih dan lebih enak dari nasi,.
"nggak mungkin bisa mas?!"
Bisalaah! Apasih yang nggak bisa di dunia ini,.
oke, ambil buburnya, beri kerupuk, beri abon, beri suwiran suwiran ayam dan sedikit sayuran,. tuh kah jadi bubur ayam kan,. uda pasti lebih enak dari nasi,:|
Begitu juga kehidupan nyata, terima kenyataan sepait apapun, dan kelola kenyataan yg pait itu menjadi hal yang manis dimasa depan,
...Bukan bahagia yang membuatmu bersyukur, tapi bersyukurlah yang membuat bahagia...
*****
~* APEL DAN KEBAHAGIAAN *~
Dikisahkan dalam sejarah Islam, seorang pemuda alim bernama Abu Shalih.
Ia adalah turunan ke-12 dari Rasulullah saw., dari garis Sayyidina Hasan
as-Sibthi ra. Ia berasal dari desa Jilan, Iran.
Suatu siang, saat Abu Shalih tengah berdzikir dipinggir sungai, dilihatnya kumpulan buah apel yang hanyut terbawa aliran sungai.
Segera ia mengambilnya sebuah dan memakannya. Namun tiba-tiba, ia berhenti mengunyah. Ia merasa bersalah.
”Aku telah mencuri. Buah ini pasti ada yang memiliki. Aku harus menemui dan meminta maaf pada pemilik pohon apel yang buahnya telah kumakan tanpa seijinnya”, katanya dalam hati.
Abu Shalih lalu berjalan menyusuri sungai, hingga menemukan pohon apel tersebut. Segera ia menemui pemilik pohon apel itu, untuk meminta maaf.
Pemilik pohon apel itu bernama Syekh Abdullah, beliau adalah keturunan Sayyidina Husain ra. Beliau adalah seorang waliyullah yang sangat disegani pada masa itu.
Saat Abu Shalih menyampaikan permintaan maaf, Syekh Abdullah merasa senang dan takjub akan kebersihan hati pemuda Jilan ini.
Beliau lalu bermaksud ingin mengangkat Abu Shalih sebagai santrinya. Namun tidak secara transparan maksud itu disampaikannya.
”Baiklah, karena kau telah mencuri buah apel ku, maka kau harus bekerja di ladang ku selama 12 tahun”, kata Syekh Abdullah.
Tanpa banyak bertanya, Abu Shalih langsung menyanggupinya. Ia lalu bekerja sekaligus belajar agama kepada beliau.
Setelah tunai 12 tahun Abu Shalih membayar kesalahannya, ia lalu menemui gurunya Syekh Abdullah untuk menanyakan apakah permintaan maafnya sudah dapat diterima.
Bukan pernyataan bahwa maafnya telah diterima, Syekh Abdullah justru memberinya sebuah tugas baru.
”Aku akan menerima permintaan maafmu, bila kau bersedia ku nikahkan dengan putri ku, seorang wanita yang lumpuh, buta, tuli dan bisu”, kata Syekh Abdullah.
Seperti biasa Abu Shalih tidak banyak bertanya. Ia langsung menerima amanah tersebut, dengan harapan semoga permintaan maafnya diterima gurunya.
Tiga hari kemudian, dilangsungkanlah akad nikah dan walimatul 'urs (syukuran) antara Abu Shalih dengan wanita pilihan gurunya.
Malam hari, ketika hendak memasuki kamar pengantin, Abu Shalih terdiam sejenak.
”Ya Allah, aku pasrahkan hidup dan mati ku hanya pada Mu”, doanya didalam hati.
Dengan perlahan diketuknya pintu kamar pengantin tersebut, lalu ia membukanya dan masuk sambil mengucapkan salam.
Sang pengantin wanita menjawab salamnya. Abu Shalih terkejut bukan main, seorang wanita berparas cantik, datang menghampiri dengan senyum menghiasi wajahnya. Sembari meminta maaf, ia lalu keluar kamar. Merasa telah salah masuk kamar, ia kemudian mencari istrinya dikamar yang lain. Namun tidak juga ditemuinya.
Akhirnya Abu Shalih mendatangi Syekh Abdullah, untuk menanyakan dimanakah istrinya berada.
”Abi, bolehkah ku bertanya, dimanakah istriku berada?”, tanya Abu Shalih dengan ta’zim.
”Ya dikamar pengantin kalianlah”, jawab Syekh Abdullah sembari tersenyum.
”Tetapi wanita yang ku temui dikamar itu, tidak seperti yang dikatakan Abi. Ia tidak bisu dan tuli, ia menjawab salam ku. Ia juga tidak buta, justru matanya cantik sekali. Dan ia pun tidak lumpuh, ia malah menghampiri ku, saat ku memasuki kamar”, jelas Abu Shalih masih dengan wajah kebingungan.
Melihat kebingungan Abu Shalih, Syekh Abdullah malah tertawa terbahak-bahak. Usai tertawa beliau baru berkata,
“Wahai Abu Shalih, memang itulah putriku, Ummu Khair Fathimah. Ku katakan dia lumpuh karena dia tidak pernah menjejakan kakinya ke tempat maksiat. Buta karena dia tidak pernah melihat hal yang haram. Tuli karena dia tidak pernah mendengar hal yang khurafat (jelek). Dan bisu karena dia tidak pernah bertutur yang mubadzir (sia-sia)”.
Mengertilah Abu Shalih, bahwa amanah menikahi putri gurunya, adalah ungkapan kasih sayang dan rasa bangga Syekh Abdullah padanya.
Karena kesabaran dan kemuhasabahannya kepada guru dan amanahnya, Allah memberikan kepada Abu Shalih, amanah yang penuh anugrah.
Dari pernikahan ini, Abu Shalih dan Ummu Khair Fathimah, di anugrahi seorang putra bernama Abdul Qadir. Kelak setelah dewasa, putranya ini masyur sebagai seorang Wali Quthub, Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Sedangkan Abu Shalih sendiri dikenal dengan nama Syekh Abu Shalih Musa Jankai Dausat al-Jailani (berasal dari Jilan).
”Sementara beberapa orang berusaha menjaga amanah,
ada segelintir mereka justru bermain-main dengan amanah.
”Sementara beberapa orang merasa anugrah adalah amanah,
ada segelintir mereka justru menganggap amanah adalah anugrah.”
- Syekh Abu Shalih Musa Jankai Dausat al-Jailani –
Suatu siang, saat Abu Shalih tengah berdzikir dipinggir sungai, dilihatnya kumpulan buah apel yang hanyut terbawa aliran sungai.
Segera ia mengambilnya sebuah dan memakannya. Namun tiba-tiba, ia berhenti mengunyah. Ia merasa bersalah.
”Aku telah mencuri. Buah ini pasti ada yang memiliki. Aku harus menemui dan meminta maaf pada pemilik pohon apel yang buahnya telah kumakan tanpa seijinnya”, katanya dalam hati.
Abu Shalih lalu berjalan menyusuri sungai, hingga menemukan pohon apel tersebut. Segera ia menemui pemilik pohon apel itu, untuk meminta maaf.
Pemilik pohon apel itu bernama Syekh Abdullah, beliau adalah keturunan Sayyidina Husain ra. Beliau adalah seorang waliyullah yang sangat disegani pada masa itu.
Saat Abu Shalih menyampaikan permintaan maaf, Syekh Abdullah merasa senang dan takjub akan kebersihan hati pemuda Jilan ini.
Beliau lalu bermaksud ingin mengangkat Abu Shalih sebagai santrinya. Namun tidak secara transparan maksud itu disampaikannya.
”Baiklah, karena kau telah mencuri buah apel ku, maka kau harus bekerja di ladang ku selama 12 tahun”, kata Syekh Abdullah.
Tanpa banyak bertanya, Abu Shalih langsung menyanggupinya. Ia lalu bekerja sekaligus belajar agama kepada beliau.
Setelah tunai 12 tahun Abu Shalih membayar kesalahannya, ia lalu menemui gurunya Syekh Abdullah untuk menanyakan apakah permintaan maafnya sudah dapat diterima.
Bukan pernyataan bahwa maafnya telah diterima, Syekh Abdullah justru memberinya sebuah tugas baru.
”Aku akan menerima permintaan maafmu, bila kau bersedia ku nikahkan dengan putri ku, seorang wanita yang lumpuh, buta, tuli dan bisu”, kata Syekh Abdullah.
Seperti biasa Abu Shalih tidak banyak bertanya. Ia langsung menerima amanah tersebut, dengan harapan semoga permintaan maafnya diterima gurunya.
Tiga hari kemudian, dilangsungkanlah akad nikah dan walimatul 'urs (syukuran) antara Abu Shalih dengan wanita pilihan gurunya.
Malam hari, ketika hendak memasuki kamar pengantin, Abu Shalih terdiam sejenak.
”Ya Allah, aku pasrahkan hidup dan mati ku hanya pada Mu”, doanya didalam hati.
Dengan perlahan diketuknya pintu kamar pengantin tersebut, lalu ia membukanya dan masuk sambil mengucapkan salam.
Sang pengantin wanita menjawab salamnya. Abu Shalih terkejut bukan main, seorang wanita berparas cantik, datang menghampiri dengan senyum menghiasi wajahnya. Sembari meminta maaf, ia lalu keluar kamar. Merasa telah salah masuk kamar, ia kemudian mencari istrinya dikamar yang lain. Namun tidak juga ditemuinya.
Akhirnya Abu Shalih mendatangi Syekh Abdullah, untuk menanyakan dimanakah istrinya berada.
”Abi, bolehkah ku bertanya, dimanakah istriku berada?”, tanya Abu Shalih dengan ta’zim.
”Ya dikamar pengantin kalianlah”, jawab Syekh Abdullah sembari tersenyum.
”Tetapi wanita yang ku temui dikamar itu, tidak seperti yang dikatakan Abi. Ia tidak bisu dan tuli, ia menjawab salam ku. Ia juga tidak buta, justru matanya cantik sekali. Dan ia pun tidak lumpuh, ia malah menghampiri ku, saat ku memasuki kamar”, jelas Abu Shalih masih dengan wajah kebingungan.
Melihat kebingungan Abu Shalih, Syekh Abdullah malah tertawa terbahak-bahak. Usai tertawa beliau baru berkata,
“Wahai Abu Shalih, memang itulah putriku, Ummu Khair Fathimah. Ku katakan dia lumpuh karena dia tidak pernah menjejakan kakinya ke tempat maksiat. Buta karena dia tidak pernah melihat hal yang haram. Tuli karena dia tidak pernah mendengar hal yang khurafat (jelek). Dan bisu karena dia tidak pernah bertutur yang mubadzir (sia-sia)”.
Mengertilah Abu Shalih, bahwa amanah menikahi putri gurunya, adalah ungkapan kasih sayang dan rasa bangga Syekh Abdullah padanya.
Karena kesabaran dan kemuhasabahannya kepada guru dan amanahnya, Allah memberikan kepada Abu Shalih, amanah yang penuh anugrah.
Dari pernikahan ini, Abu Shalih dan Ummu Khair Fathimah, di anugrahi seorang putra bernama Abdul Qadir. Kelak setelah dewasa, putranya ini masyur sebagai seorang Wali Quthub, Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Sedangkan Abu Shalih sendiri dikenal dengan nama Syekh Abu Shalih Musa Jankai Dausat al-Jailani (berasal dari Jilan).
”Sementara beberapa orang berusaha menjaga amanah,
ada segelintir mereka justru bermain-main dengan amanah.
”Sementara beberapa orang merasa anugrah adalah amanah,
ada segelintir mereka justru menganggap amanah adalah anugrah.”
- Syekh Abu Shalih Musa Jankai Dausat al-Jailani –
*****
~* SELAMAT JALAN,SANG JUARA *~
Wajah tirus Hani dengan kepala tak berambut sedikit bergerak. Mata cekung, dulu jenaka yang menyimpan banya keceriaan dan keoptimistisan, kini ia memandangku dan mengerjap dengan layu . Seakan-akan ada yang ingin diungkapkannya. Kuhampiri tubuh yang lemah itu, dan kugenggam tangannya.
"Ada apa, Han..?"
Suara tilawah Al Quran Mama terhenti ketika menyadari ada sesuatu yang diminta Hani.
"Kenapa, sayang..? Ada yang sakit?." Tanya mama dengan suara parau.
Sudah sekian hari, Mama memang banyak menangis untuk Hani. Di tiap-tiap malamnnya, Mama mengucurkan air mata, memohon kepada Allah, untuk mau mendengar "bargaining" di dalam doa-doa Mama. Agar Allah mau mengulur waktu untuk Hani sampai beberapa waktu saja. Mulut Hani bergerak-gerak, kudekatkan telingaku pada wajahnya, agar dapat menangkap apa yang diungkapkannya.
"Asy..ha..du alla..."
Tiba-tiba aku menyadari "waktu itu" sudah dekat. Ku menoleh pada Mama, ia seperti mengerti. Lalu Mama bergegas menuju pintu, memanggil Papa, dan Aria, adik iparku. Dua orang laki-laki, yang akan kehilangan orang yang dicintai itu, segera masuk dan menanti apa yang terjadi kemudian. Kupakaikan kerudung putih pada kepala tanpa rambut yang melemah itu. Kulakukan ini karena pesan terakhir Hani, jika "saatnya" tiba ia tidak mau dalam keadaan "telanjang" menghadap Allah. Papa tampak ikhlash, begitu juga Aria. Lalu Aria menyerahkan Umar, keponakanku yang belum genap satu tahun usianya, kepadaku.
"Tolong, Mbak..Biar saya yang menjaga dik Hani."
Umar tetap tertidur pulas, walaupun posisi gendongan berpindah, dia tidak terbangun sedikit pun. Bocah kecil sebelas bulan ini tak menyadari, bahwa sebentar lagi, ibunya akan segera meninggalkannya. Dokter Ruslan bergegas masuk untuk melakukan tugasnya sebagai dokter.
"Biarlah, dokter..Insya Allah Kami sudah ikhlash..". Suara tegar Papa berkata.
Dokter Ruslan mengangguk seraya berkata,
"Mudah-mudahan anak bapak diberi kemudahan oleh Allah.."
Perlahan-lahan, Aria membantu Hani membacakan syahadah di telinga Hani. Kemudian mulut Hani bergerak-gerak dengan mudah. Dan genggaman tangannya tampak mulai melemah. Ada butiran air mata yang bergulir dari matanya yang terpejam.
"Sakitkah adikku, sayang?", batinku dengan penglihatan kabur karena terhalang airmata. Aku menatap wajah Hani yang sedang bertarung melepas nyawa.
Nafas Hani satu-satu, jaraknya makin lama makin panjang. Papa dan Mama membaca syahadah berkali-kali. Dan akhirnya nafas Hani pun terhenti...
"Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun..."
*****
Hanifah, adikku, Hani begitulah dia dipanggil. Umurnya berbeda 4 tahun dariku. Tapi Hani, perawakannya yang tinggi, lagaknya yang tomboy serta rambutnya yang berpotongan pendek, membuat orang-orang sering salah terka. Mereka mengira Hani, cowok, jika melihatnya sepintas dari belakang. Aku teringat, teman-teman cowok sekampus meledekku ketika aku mengajak Hani hadir ke Baksos Mesjid kampus.
Mereka, yang relatif tahu aku adalah " Si jilbab galak", meledekku,
"Wah kemajuan nih, Adelina...Ternyata berani juga mengajak cowoknya ke kampus.."
Mendengar itu aku geli, tapi tidak demikian dengan Hani.
"Siapa yang berani ganggu Mbak Adelina?". Tanya Hani berbalik sewot menghadapi teman-teman cowokku yang iseng tadi.
Seketika mereka terpana, menyaksikan bahwa "cowok" Adelina adalah cewek manis yang tak kalah galak dari kakaknya.
Itulah Hanifah. Siapa pun 5 tahun lalu, tak akan mengira dia akan memakai jilbab. Hani menikah di usia muda, bahkan mempunyai anak.
Kami 3 bersaudara, Mas Ardi, aku, dan si bontot Hanifah. Karena pendidikan orang tuaku yang demokratis dan bijaksana, kami bersaudara sangat rukun dan saling sayang satu sama lain. Dan lebih dari itu, kami saling mempengaruhi satu sama lain. Ketika Mas Ardi harus kuliah di Bandung, aku dan Hani menangis, karena kehilangan "bodyguard" yang selalu mengantar kami kemana-mana. Hani memaksaku, agar tak ikut-ikutan pilih universitas yang harus meninggalkan rumah seperti Mas Ardi.
Setiap pulang, Mas Ardi selalu membawa banyak perubahan. Tahun pertama ketika aku SMA, Mas Ardi masih suka merokok di sela-sela menggambar tugas arsiteknya. Namun setelah itu, Mas Ardi lambat laun menghilangkan kebiasaan merokonya. Setiap pulang semesteran Mas Ardi banyak membawa majalah-majalah dan buku-buku Islam. Mas Ardi mulai mengajak kami, adik-adiknya, shalat berjamaah dan membaca Al Quran bersama di rumah. Alhamdulillah, pada saat itu aku berhasil masuk FE UI, sehingga tak perlu meninggalkan rumah seperti Mas Ardi. Setelah menjadi mahasiswi juga mungkin imbas yang kuat dari Mas Ardi, aku mulai mengenal Islam. Aku mulai mencari-cari untuk apa sebenarnya aku hidup. Dan, Alhamdulillah, aku menemukannya dalam aktivitas keislaman yang aku ikuti di kampus.
Namun yang aku heran, imbas tersebut tak mengenai Hani sama sekali. Hani tetap saja tomboy, dan malas jika aku ajak pergi ke pengajian. Walaupun demikian, Hani adalah adik kebanggaanku. Di antara lagaknya yang tomboy dan sikapnya yang manja di rumah Hani adalah juara kelas di sekolahnya, dan kapten di grup basketnya. Sifatnya yang tak ingin kalah dari orang lain, dan serius ketika menekuni sesuatu, membuat dia bisa menjadi sukses dalam bidang yang disenanginya, seperti pelajaran atau basket.
Aku masih ingat, ketika untuk pertama kalinya dia harus mendapat rangking ketiga di kelasnya. Hani menangis di kamar seharian. Tapi, yang ini juga sifat Hani yang membanggakan, Hani cepat bangkit dari keterpurukan. Dengan menyetel kaset grup Queen idolanya, yang berisikan lagu we are the champion, Hani membangunkan semangatnya sendiri, dan dia bisa ceria lagi keesokan harinya.
Hingga pada suatu hari, Hani menemukan hidayah itu... Di balik kegagahan dan ketomboyannya, aku tahu ada sebongkah hati yang tulus dan lembut. Dan itu terbukti ketika aku mengikutsertakan Hani ke kegiatan baksos di kampus untuk ketiga kalinya. Kala itu dia kelas 3 SMA. Hani masih tetap dengan rambut cepak, kaus t-shirt putih, dan celana jeans hitam kebangsaannya. Di baksos itu kami memang mengumpulkan baju-baju bekas untuk kaum tak punya. Hani memang punya banyak baju yang sudah tak dipakainya. Tapi sayang, baju-bajunya selalu dikelompokkan untuk bocah laki-laki.
Beberapa jilbab dan baju muslimah ku sisihkan khusus.
"Untuk siapa, Mbak..?" . Tanya Hani
"Ini untuk Mbok Siyem, yang jualan rokok di depan mesjid. Katanya anaknya yang SMP juga pakai jilbab.". Terangku
"Oooo.."Hani membundarkan mulutnya.
Baksos belum mulai ketika aku dan Hani tiba di depan mesjid kampus. Karena masih ada waktu aku bergegas menemui Mbok Siyem yang selalu mangkal di dekat masjid. Tapi aku terkejut ketika aku tak menemui Mbok Siyem seperti biasa. Hanya Ijah, anaknya, yang menunggui warung.
"Lo, Mbok Siyem kemana..?"Tanyaku pada Ijah.
Ijah, bocah kecil kelas dua SMP itu, menjawab,"Mbok sedang sakit. Dari kemarin muntah-muntah." Ijah tak tampak sedih, malah tampak biasa saja.
"Ini Mbak bawakan baju buat Ijah, kemarin-kemarin si Mbok wanti-wanti meminta untuk membawakannya untukmu." Wajah Ijah yang tadi tampak biasa-biasa saja, kini tampak haru. Ijah menangis.
"Mbok bilang, kalau Ijah sabar dan ikhlash dengan dua baju, pasti Allah akan memberikan lebih. Dan ternyata benar..." Katanya terisak, mengusap ingus yang keluar dengan jilbab coklatnya, yang ku ingat adalah pemberianku setahun lalu.
Setelah baksos selesai, kami menjenguk Mbok Siyem, yang bukan kepalang terkejut dengan kedatangan kami. Waktu itu Mbok Siyem kelihatan sehat, tak seperti orang sakit. Walau beberapa hari setelah itu Mbok Siyem meninggal dunia..
Peristiwa itu rupanya terpatri dalam di kalbu Hani. Sejak hari itu, Hani segera memakai kerudung. Tak ada yang menyuruh,tak ada yang meminta. Sehingga Mama melongo, melihat bontotnya menjadi feminin seketika. Lalu siapa yang sangka Hani menjadi akhwat seperti sekarang? Dulu dia memang senang basket, sampai poster Michael Jordan memenuhi tembok kamarnya. Dulu dia memang senang Queen, sampai tak ada lagu-lagunya yang tak dihapalnya. Tapi beberapa bulan setelah mengaji, Hani melepas semua poster-poster tersebut, dan mendepak kaset-kaset lagu hingar bingar itu. Walau aku tahu, Hani menangis semalaman untuk berpisah dengan segala hobi dan kesenangannya. Tapi itulah Hani, esok selalu disambutnya dengan penuh semangat menantang dan keoptimisan.
Dan perkembangannya yang luar biasa setelah aktif mengaji, sering membuat aku dan Mas Ardi terharu. Sampai puncaknya pernikahan Hani 4 tahun lalu...Papa marah, Mama kesal, karena Hani dianggap mendahului aku dan Mas Ardi. Apalagi Hani masih 19 tahun dan masih tingkat dua...! Namun Alhamdulillah berkat diplomasiku dan Mas Ardi, bahwa kami rela didahului, akhirnya Hani melangsungkan pernikahannya.
Hani, kehidupannya menggapai hidayah seperti berlari. Bahkan ketika Allah menentukan dia harus menderita leukimia di usia 21 tahun. Kegalauan keluarga kami untuk memberitahukan Hani atau tidak, bahwa sakit-sakit tulang yang sering Hani keluhkan bukanlah sakit biasa. Kesedihan kami yang luar biasa, karena mengetahui Hani tak akan lama bersama kami lagi, mengingat dokter sendiri berkata belum ada penyembuhan yang jitu untuk penyakit kanker yang satu ini.
Sehingga akhirnya keluarga kami bertekad untuk mengungkapkan secara jujur penyakit Hani. Ini pun karena ada sebab yang luar biasa. Hani ternyata hamil 4 bulan waktu itu. Aria datang memberitakan kabar gembira yang timingnya buruk itu kepada keluarga kami. Kami tak tahu, apakah harus menyambut kabar ini dengan senang atau bersedih. Karena melahirkan anak adalah hal yang tak mungkin bagi Hani, karena akan memperlemah kondisi Hani. Namun, saat itu tak ada yang bisa menyetop Hani. Bahkan ketika kami memberitahukan bahwa hamil dan melahirkan kemungkinan besar akan mempertaruhkan nyawanya. Hani bersikeras untuk hamil dan melahirkan.
"Mama juga waktu hamil kami bertiga tak pernah memikirkan keselamatan nyawa Mama sendiri bukan..? Ayolah, Ma.. Jangan larang Hani, tapi bantu Hani dengan doa, agar Hani diberi kekuatan dan kesehatan oleh Allah. Dan jika harus meninggal pun, Hani meninggal dalam keadaan syuhada bukan..? Tapi Ma, Pa, Hani ingin hidup, paling tidak sampai anak ini lahir.."
Dan Allah memang Maha Besar dan Maha Pengasih. Semangat dan keoptimisan Hani memberi bekas yang dalam kepada orang di sekelilingnya. Sejak kehamilan Hani, Mama dan Papa menjadi lebih banyak beribadah. Mama memakai jilbab, banyak membaca Al Quran. Begitu pula Papa, setiap Senin dan Kamis tak ada yang terlewat dengan shaum, juga tahajud. Bahkan aku pun menikah ketika Hani sedang rawat intensif di rumah sakit. Hani selalu berkata, ingin melihatku
menjadi mempelai sebelum dia menutup mata.
Dan Allah menjawab semua doa-doa dan harapan kami. Hani dapat melahirkan Umar dengan selamat, layaknya orang normal. Walau untuk itu Hani menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah sakit, dan kami selalu dibuat cemas akan keselamatan Hani sendiri.
Ya, dua tahun Hani berperang melawan leukimia. Tapi tak pernah terungkap dalam ucapannya, bahwa dia menyesali nasibnya karena harus menderita penyakit ini. Bahkan dia kerap berujar,
"Allah sayang kepada Hani, ya, Mbak...Sehingga Allah memberi batas waktu
yang jelas untuk Hani beraktifitas di dunia ini. Agar tak sia-sia..."
Ah, Hani sayang....
**************
Pekuburan sudah sepi, gundukan tanah merah di depanku mulai dibasahi oleh gerimis kecil yang turun satu-persatu. Kulihat isyarat lambaian tangan Mas Ardi yang berada di rombongan Mama, Papa, serta keluarga Aria mengajakku untuk pulang. Bang Irsyad, suamiku memberikan tangannya.
"Insya Allah Hani syahidah, De...Karena Hani begitu pasrah dan tawakal kepada Allah dengan penyakitnya."Hiburnya. Aku mengangguk.
Di tanganku ada setumpuk amplop yang ditujukan pada Umar. Surat dari Ibunya. Aku teringat percakapan kami 5 bulanan lalu.
"Ini sebagai hadiah buat Umar setiap umurnya bertambah satu tahun, Mbak... Aku persiapkan 15 surat, untuk Umar. Agar Umar selalu mendapat nasehat dariku walaupun aku sudah tak bisa menyaksikan Umar tumbuh sampai dia baligh dan mengerti. Aku titipkan pada Mbak Ade, ya..?". Hani menyerahkan tumpukan amplop itu padaku.
"Kenapa tak kau titipkan pada Aria, bukankah dia yang lebih berhak...?" Hani
tersenyum.
"Mas Aria harus mencari pengganti Hani untuk mendidik Umar, bukan..? Tentu tidak bijak kalau Mas Aria mengingat Hani terus, dan melupakan hal yang satu itu". Katanya diluar dugaan. Lalu,
"Mbak..., aku ingin Umar mempunyai sifat gabungan dari kita bertiga. Perhatian seperti Mas Ardi, tegas dan lembut seperti Mbak Ade, enerjik dan jenaka seperti ibunya..."
"Laa..Aria bagaimana, dong..?"tanyaku menahan geli...
"Iya ditambah ganteng dan shaleh seperti bapaknya.."tawanya jenaka.
Mataku kembali basah. Di detik-detik terakhir kehidupannya, Hani tak pernah menampakkan keputus asaan. Dia tetap optimis, bahwa Allah memberikannya penyakit sebagai ujian, maka dia harus lulus, dan bertawakal untuk jadi pemenangnya. Ya...Juara itu telah pergi, Syuhadah itu telah pergi, pergi tanpa beban dan tanpa keputus asaan. Pergi meninggalkan sebongkah kesan dan bekas cinta yang mendalam.
Selamat jalan the champion...
*****
~* KETIKA KECERDIKAN DIANGGAP KEBODOHAN *~
Ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur
yang berdomisili tak jauh dari kantornya, mereka melihat ada seorang
anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.
Tukang cukur berkata, "Itu Bejo, dia anak paling bodoh di dunia"
"Apa iya?" jawab pengusaha
Lalu tukang cukur memanggil si Bejo, ia lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu menyuruh Bejo memilih, "Bejo, kamu boleh pilih & ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo nih!"
Bejo melihat ke tangan Tukang cukur dimana ada uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil uang Rp. 500.
Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada sang pengusaha dan berkata, "Benar kan yang saya katakan tadi, Bejo itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil uang logam yang nilainya paling kecil."
Setelah sang pengusaha selesai memotong rambutnya, di tengah perjalanan pulang dia bertemu dengan Bejo. Karena merasa penasaran dengan apa yang dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Bejo lalu bertanya, "Bejo, tadi saya melihat sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp. 1000 dan Rp. 500, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang Rp. 500, kenapa tak ambil yang Rp. 1000, nilainya kan lebih besar 2 kali lipat dari yang Rp. 500?"
Bejo pun berkata, "Saya tidak akan dapat lagi Rp. 500 setiap hari, karena tukang cukur itu selalu penasaran kenapa saya tidak ambil yang seribu. Kalau saya ambil yang Rp. 1000, berarti permainannya akan selesai..."
PESAN MORAL:
Banyak orang yang merasa lebih pintar dibandingkan orang lain, sehingga mereka sering menganggap remeh orang lain. Ukuran kepintaran seseorang hanya TUHAN yang mengetahuinya. Alangkah bijaksananya kita jika tidak menganggap diri sendiri lebih pintar dari orang lain.
Tukang cukur berkata, "Itu Bejo, dia anak paling bodoh di dunia"
"Apa iya?" jawab pengusaha
Lalu tukang cukur memanggil si Bejo, ia lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu menyuruh Bejo memilih, "Bejo, kamu boleh pilih & ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo nih!"
Bejo melihat ke tangan Tukang cukur dimana ada uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil uang Rp. 500.
Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada sang pengusaha dan berkata, "Benar kan yang saya katakan tadi, Bejo itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil uang logam yang nilainya paling kecil."
Setelah sang pengusaha selesai memotong rambutnya, di tengah perjalanan pulang dia bertemu dengan Bejo. Karena merasa penasaran dengan apa yang dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Bejo lalu bertanya, "Bejo, tadi saya melihat sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp. 1000 dan Rp. 500, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang Rp. 500, kenapa tak ambil yang Rp. 1000, nilainya kan lebih besar 2 kali lipat dari yang Rp. 500?"
Bejo pun berkata, "Saya tidak akan dapat lagi Rp. 500 setiap hari, karena tukang cukur itu selalu penasaran kenapa saya tidak ambil yang seribu. Kalau saya ambil yang Rp. 1000, berarti permainannya akan selesai..."
PESAN MORAL:
Banyak orang yang merasa lebih pintar dibandingkan orang lain, sehingga mereka sering menganggap remeh orang lain. Ukuran kepintaran seseorang hanya TUHAN yang mengetahuinya. Alangkah bijaksananya kita jika tidak menganggap diri sendiri lebih pintar dari orang lain.
*****
~* DO'A TERAKHIR SEORANG PREMAN *~
Di sebuah kota besar yang padat penduduk, hiduplah seorang preman yang sudah berkali-kali melakukan perbuatan jahat dan keji. Loreng, begitu orang mengenalinya. Konon pria ini sudah sering keluar masuk penjara. Tubuhnya dempal dan berkulit hitam. Rambut keriting, agak gondrong dengan beberapa bekas luka mengerikan ada di wajah dan lengannya.
Ia sering memalak orang-orang yang dianggapnya lemah. Sehari ia bisa dapat Rp 200 ribu dan bila ia sedang merampok namun tak terciduk polisi, Loreng bisa memegang hingga dua juta di saku rompi kulitnya yang bau rokok. Ia akan tertawa girang setengah serak dengan komplotannya. Namun bila ia terciduk oleh polisi, maka ia harus bertahan di dalam penjara. Syukur bila ia disegani oleh penghuni selnya, namun bila ia menemukan lawan lebih kuat, kadang Loreng bisa babak belur di sana. Baru sebulan lalu Loreng bebas dari penjara, setelah untuk keenam kalinya ia masuk dalam bui.
Meski begitu, Loreng tidak kapok. Rokok masih menjadi kembang gulanya, bir masih menjadi air putihnya. Hidupnya masih bergantung pada jati dirinya sebagai preman. Kadang ia ingin insyaf dan menjadi tukang ojek atau buruh. Namun keinginan itu jatuh bangun hingga jatuh dan belum pernah bangun lagi. Dunia hitam masih begitu menggoda baginya.
Sebenarnya, Loreng punya anak dan istri. Namun ia tak ingin pulang kepada mereka karena pernah menelantarkannya sejak 15 tahun lalu saat anak mereka masih balita. Ia masih mencintai mabuk-mabukan dan judi, ia yakin tak akan mungkin diterima di rumahnya kembali. Kini Loreng bermukim di belakang pasar tradisional, dekat wilayah agak kumuh. Rumahnya hanya berupa susunan triplek dan kardus, lembab dan kotor. Tapi cukup untuknya sekedar tidur bila tidak sedang beraksi.
Loreng kini tak sekuat dahulu. Karena rokok dan bir sudah mulai membuatnya rapuh. Tidur di tempat yang lembab, dingin dan sering berpolusi membuatnya sering batuk parah. Tak ada yang merawatnya, makan pun mulai tak teratur. Karena tubuhnya mulai ringkih ia mulai gentar untuk terlalu sering melakukan pemalakan di terminal maupun pinggiran jalan.
Suatu ketika saat bangun tidur, entah mengapa ia begitu rindu dengan istri dan anaknya. Dengan tubuh yang agak demam dan sedikit uang sisa kemenangannya berjudi, hari ini ia hendak melihat tempat tinggalnya. Ia naik bus menuju ke kota di mana ia pernah tinggal dan merajut mimpi bersama istrinya. Sepanjang jalan, ia mengenang masa-masa indah berpacaran bersama istrinya. Hingga mereka menikah dan akhirnya PHK membuat Loreng putus asa dan menjadi seperti ini.
Saat tiba di depan gang tempat ia tinggal, ia merasa tempat ini tak berubah. Ia mencium aroma batu arang sisa orang berjualan sate dari warung sate di samping gang. Disambut ayam-ayam peliharaan pensiunan TNI yang sekarang pun masih duduk di depan rumahnya. Ia berjalan dan mencium harumnya aroma tradisional kampung halaman. Satu belokan lagi dan ia akan melihat rumahnya di ujung jalan.
Namun langkahnya terhenti sejenak. Ia melihat ada sebuah mobil mewah di depan rumah yang ia kenali sebagai rumahnya. Apakah rumahnya sudah ditempati orang lain? Loreng mendekati rumah tersebut perlahan-lahan dan mengintip dari balik semak dan pohon. Mobil mewah itu kini tepat di depannya dan ia melihat sepasang anak muda sedang bercengkrama dengan bahagia di depan serambi rumahnya.
Tak lama muncullah wajah yang ia kenali sebagai istrinya, namun alangkah kagetnya ia karena wanita itu menggandeng pria lain. Loreng mendengar mereka bercengkrama, ia kemudian menyadari bahwa pria itu adalah suami istrinya kini. Lalu kedua anak muda itu sepertinya adalah putra Loreng dan pacarnya. Tanpa sadar Loreng kadang ikut tersenyum melihat senyum mereka, namun kemudian ia sadar bahwa meski hanya beberapa meter, Loreng dan keluarganya sudah terpisah sekian jauh.. sekian lama.
Loreng tertunduk. Tentu saja sang istri sudah memilih pria lain untuk membahagiakannya. Dan sepertinya mereka sudah hidup lebih terjamin dan sejahtera, dengan uang yang lebih halal, bukan dengan uang hasil judi. Sambil sedikit terbatuk-batuk, Loreng membalikkan langkahnya. Tak ada yang tahu ia pernah kembali lagi ke rumah itu, namun pergi lagi dengan langkah gontai.
Matahari makin menyengat, ternyata sudah adzan Dzuhur. Loreng terlalu lelah untuk langsung kembali ke rumah kardusnya yang kotor. Ia pun memutuskan istirahat di masjid dekat gang rumahnya. Entah mengapa, ia pun rindu dengan rumah Allah ini. Dulu Loreng dan istrinya juga menikah di masjid ini, dengan berbagai mimpi dan senyum bahagia. Namun kini ia kembali, sebagai orang yang kotor dan bermandikan dosa.
Preman kuat yang tak lagi punya tempat pulang ketika ia menua dan sakit-sakitan itu tiba-tiba menitikkan air mata. Sambil terbatuk-batuk yang semakin parah, ia menuju tempat wudhu. Seorang bapak menghampirinya dengan sedikit cemas, "Sakit, Pak? Rumahnya di mana?
Loreng hanya menggeleng dan mengambil wudhu. Ia ingin ikut sholat berjamaah bersama orang-orang. Ia mengambil shof terdepan dan mengikuti sholat dengan khusyu'. Sepanjang sholat ia menitikkan air mata dan sesekali batuk. Ia menyesali kehidupannya kini yang sendiri dan hampa, menyesali perbuatannya pada istri dan anaknya, serta menyesali hidupnya yang tanpa makna.
Dalam untaian doa dia memohon ampun kepada Tuhan.
"Ya Allah, aku telah menghabiskan hidupku dengan berbuat jahat pada orang lain. Aku telah menelantarkan anak dan istriku. Perbuatanku tak dapat dimaafkan. Namun Engkau adalah Allah Yang Maha Mengampuni. Mohon ampuni dosaku dan lindungilah selalu keluargaku. Jangan biarkan anakku putus asa dalam kehidupannya dan menjadi sepertiku.Jadikanlah dia anak yang soleh dan menjaga ibu, istri dan anaknya. Mohon ampun, Ya Allah. Aaamiiin... Aaamiiin... Ya Robbal Alamin.."
Begitulah Loreng mengucap doa kemudian ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Selama beberapa detik ia batuk sekali dan mengerang dengan sedikit keras. Kemudian tubuhnya tersungkur di atas tempatnya berdoa. Beberapa orang yang masih berada di masjid terkejut dan akhirnya menghampiri pria tersebut.
Itulah doa terakhir Loreng sang preman kota besar. Di saat terakhirnya ia hanya ingin memohon ampun dan perlindungan untuk anak dan istrinya, karena ia tak pernah melakukannya selama ini. Loreng dikabarkan meninggal dengan senyuman sebelum ia masuk ke liang lahat.
*****
~* ANALOGI UANG *~
Hai....semua...
Perkenalkan..Namaku adalah UANG !!
Orang barat menyebutku MONEY....
Orang barat menyebutku MONEY....
Wajahku biasa saja, fisikku juga lemah,
Namun aku mampu merombak tatanan dunia.
Aku juga "BISA" merubah 'Perilaku bahkan sifat Manusia'
Karena manusia mengidolakan aku.
Banyak orang berubah kepribadiannya, mengkhianati teman,
Aku juga "BISA" merubah 'Perilaku bahkan sifat Manusia'
Karena manusia mengidolakan aku.
Banyak orang berubah kepribadiannya, mengkhianati teman,
Menjual tubuh, bahkan meninggalkan keyakinan imannya,
Tapi manusia memakai aku
menjadi patokan derajat,
Menentukan kaya miskin,
Terhormat atau
terhina.
Aku bukan iblis,
Aku bukan iblis,
Tapi sering orang melakukan kekejian demi aku.
Aku juga bukan orang ketiga,
Aku juga bukan orang ketiga,
Tapi banyak suami istri pisah gara2 aku.
Anak dan orang tua berselisih gara2 aku.
Sangat jelas juga aku bukan Tuhan,
Anak dan orang tua berselisih gara2 aku.
Sangat jelas juga aku bukan Tuhan,
Tapi manusia menyembah aku seperti Tuhan.
Bahkan kerap kali hamba2 Tuhan lebih menghormati aku dari pada Tuhan.
Padahal Tuhan sudah pesan jangan jadi hamba uang..
Seharusnya aku melayani manusia,
Seharusnya aku melayani manusia,
Tapi kenapa malah manusia mau jadi budakku !???
Aku tidak pernah mengorbankan diriku untuk siapa pun,
Aku tidak pernah mengorbankan diriku untuk siapa pun,
Tapi banyak orang rela mati demi aku.
Perlu aku ingatkan...
Perlu aku ingatkan...
Aku hanya bisa menjadi alat bayar resep obat anda,
Tapi tidak mampu memperpanjang hidup anda.
Kalau suatu hari anda di panggil Tuhan,
Aku tdk akan bisa menemani anda,
Apalagi menjadi penebus dosa2 anda,
Anda harus menghadapi sendiri dengan
sang Pencipta
Lalu menerima penghakimanNYA. ...
Saat itu, Tuhan pasti akan hitung2an dengan anda,
Saat itu, Tuhan pasti akan hitung2an dengan anda,
APAKAH SELAMA HIDUP ANDA,
MENGGUNAKAN aku dengan baik,
Atau sebaliknya MENJADIKAN aku sebagai TUHAN???
Ini informasi terakhirku :
AKU TIDAK ADA DI SURGA !!!
Jadi jangan cari aku disana ya...
Ini informasi terakhirku :
AKU TIDAK ADA DI SURGA !!!
Jadi jangan cari aku disana ya...
*****