~* KUMPULAN CERITA ISLAMI *~

----- :: AL BALKHI DAN SI BURUNG PINCANG ::-----


 
Alkisah, hiduplah pada zaman dahulu seorang yang terkenal dengan kesalehannya, orang itu bernama Al-Balkhi. Ia mempunyai sahabat karib yang bernama Ibrahim bin Adham yang terkenal sangat zuhud. Orang sering memanggil Ibrahim bin Adham dengan panggilan Abu Ishaq.

Pada suatu hari, Al-Balkhi berangkat ke negeri orang untuk berdagang. Sebelum berangkat, tidak ketinggalan ia berpamitan kepada sahabatnya itu. Namun belum lama Al-Balkhi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia datang lagi. Sahabatnya menjadi heran, mengapa ia pulang begitu cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri yang dituju sangat jauh tempatnya. Ibrahim bin Adham yang saat itu berada di Masjid langsung bertanya kepada Al-Balkhi, sahabatnya. "Wahai Al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau pulang begitu cepat ?"

"Dalam perjalanan", jawab Al-Balkhi, "Aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera membatalkan perjalanan".

"Keanehan apa yang kamu maksud ?" tanya Ibrahim bin Adham penasaran.

"Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak", jawab Al-Balkhi menceritakan, "Aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup, padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa melihat, berjalan pun ia tak bisa".

"Tidak lama kemudian", lanjut Al-Balkhi, "Ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampirinya sambil membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan gerak-gerik burung itu. Ternyata ia tak pernah kekurangan makanan, karena ia berulangkali diberi makanan oleh temannya yang sehat".

"Lantas apa hubungannya dengan kepulanganmu ?" tanya Ibrahim bin Adham yang belum mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya itu dengan segera.

"Maka aku pun berkesimpulan", jawab Al-Balkhi seraya bergumam, "Bahwa Sang Pemberi Rizki telah memberi rizki yang cukup kepada seekor burung yang pincang, buta dan jauh dari teman-temannya. Kalau begitu, Allah Maha Pemberi, tentu akan pula mencukupkan rizkiku sekali pun aku tidak bekerja. Oleh karena itu, aku pun akhirnya memutuskan untuk segera pulang saat itu juga".

Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim bin Adham berkata, "Wahai Al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran serendah itu ? Mengapa engkau rela mensejajarkan derajatmu dengan seekor burung pincang lagi buta itu ? Mengapa kamu mengikhlaskan dirimu sendiri untuk hidup dari belas kasihan dan bantuan orang lain ? Mengapa kamu tidak berpikiran sehat untuk mencoba perilaku burung yang satunya lagi ? Ia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup sahabatnya yang memang tidak mampu bekerja, apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah ?"

Al-Balkhi pun langsung menyadari kekhilafannya. Ia baru sadar bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pulalah ia langsung bangkit dan mohon diri kepada Ibrahim bin Adham seraya berkata, "Wahai Abu Ishaq, ternyata engkaulah guru kami yang baik".

Lalu berangkatlah ia melanjutkan perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.

Refleksi Hikmah :

Dari kisah ini, mengingatkan kita semua pada hadits yang diriwayatkan dari Miqdam bin Ma'dikarib -radhiyallahu 'anhu-, bahwasanya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda, yang artinya: "Tidak ada sama sekali cara yang lebih baik bagi seseorang untuk makan selain dari memakan hasil karya tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud -'alaihis salam- makan dari hasil jerih payahnya sendiri" (HR. Bukhari).

*****
___ :: AKHIRNYA DIA MATI SEPERTI KELEDAI :: ___



Kisah ini terjadi di Universitas 'Ain Syams, Fakultas Pertanian di Mesir. Sebuah kisah yang amat masyhur dan banyak dieksposs oleh berbagai media massa setempat dan sudah menjadi buah bibir orang-orang di sana.

Pada tahun 50-an masehi, di sebuah halaman salah satu Fakultas di negara Arab (Mesir-red.,), berdiri seorang Mahasiswa sembari memegang jamnya dan membelalakkan mata ke arahnya, lalu berteriak lantang, "Jika memang Allah ada, maka silahkan Dia mencabut nyawa saya satu jam dari sekarang !."

Ini merupakan kejadian yang langka dan disaksikan oleh mayoritas Mahasiswa dan Dosen di kampus tersebut. Menit demi menitpun berjalan dengan cepat, hingga tibalah menit keenampuluh alias satu jam dari ucapan sang Mahasiswa tersebut. Mengetahui belum ada gejala apa-apa dari ucapannya, sang Mahasiswa ini berkacak pinggang, penuh dengan kesombongan dan tantangan sembari berkata kepada rekan-rekannya, "Bagaimana pendapat kalian, bukankah jika memang Allah ada, sudah pasti Dia mencabut nyawa saya ?."

Para Mahasiswapun pulang ke rumah masing-masing. Diantara mereka ada yang tergoda bisikan syaithan sehingga beranggapan, "Sesunguhnya Allah hanya menundanya karena hikmah-Nya di balik itu." Akan tetapi ada pula diantara mereka yang menggeleng-gelengkan kepala dan mengejeknya.

Sementara si Mahasiswa yang lancang tadi, pulang ke rumahnya dengan penuh keceriaan, berjalan dengan angkuh seakan dia telah membuktikan dengan dalil 'aqly yang belum pernah dilakukan oleh siapapun sebelumnya bahwa Allah benar tidak ada dan bahwa manusia diciptakan secara serampangan; tidak mengenal Rabb, tidak ada hari kebangkitan dan hari Hisab. Dia masuk rumah dan rupanya Sang Ibu sudah menyiapkan makan siang untuknya sedangkan Sang Ayah sudah menunggu sembari duduk di hadapan hidangan. Karenanya, Sang Anak ini bergegas sebentar ke 'Wastafel' di dapur. Dia berdiri di situ sembari mencuci muka dan tangannya, kemudian mengelapnya dengan tissue. Tatkala sedang dalam kondisi demikian, tiba-tiba saja dia terjatuh tanpa sebab dan tersungkur begitu saja, lalu tidak bergerak-gerak lagi untuk selama-lamanya.

Yah … dia benar-benar sudah tidak bernyawa lagi. Ternyata, dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa sebab kematiannya hanyalah karena ada air yang masuk ke telinganya !!.

Mengenai hal ini, Dr.'Abdur Razzaq Nawfal -rahimahullah- berkata, "Allah hanya menghendaki dia mati seperti keledai !."

Sebagaimana diketahui berdasarkan penelitian ilmiah bahwa bila air masuk ke telinga keledai atau kuda, maka seketika ia akan mati?!!!.

(Sumber: Majalah "al-Majallah", volume bulan Shafar 1423 H seperti yang dinukil oleh Ibrahim bin 'Abdullah al-Hâzimiy dalam bukunya "Nihâyah azh-Zhâlimîn", Seri ke-9, h.73-74)

*****
___ :: MALU DILIHAT ANJING :: _____


Suatu hari, bersama beberapa temannya, Husain bin 'Ali berangkat ke kebun yang dijaga oleh seorang budak bernama Shafi. Husain sengaja datang ke kebun itu tanpa memberi tahu terlebih dahulu sebelumnya.

Ketika tiba di kebun itu, Husain melihat budaknya sedang duduk - duduk beristirahat di bawah sebatang pohon sambil makan roti. Di samping itu, la juga melihat seekor anjing sedang duduk di hadapan Shafi sedang menikmati makanannya juga. Husain melihat Shafi membelah rotinya menjadi dua. Yang separuh dimakan sendiri sedang separuhnya diberikan kepada anjing.

Setelah selesai menghabiskan bagian roti masing - masing, Shafi berdo'a sambil mengangkat kedua tangannya, ”Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin. Ya Allah, berikanlah maaf dan ampunan-Mu kepadaku dan kepada tuanku. Limpahkanlah rahmat dan karunia-Mu kepadanya sebagaimana Engkau telah memberkati ayah dan bundanya dengan rahmat dan belas kasih-Mu ya Rabbal 'alamin.

Husain menyaksikan semua itu. Mendengar kata - kata dan melihat perbuatan Shafi, Husain tidak dapat menahan dirinya. la memanggil budaknya “Ya Shafi...” Shafi kaget mendengar panggilan tuannya.

Sambil meloncat dengan gugup ia menjawab, ”Aduh tuanku ! Maafkan aku. Sungguh, aku benar - benar tidak melihatmu”. Shafi merasa bersalah karena tidak mengetahui kedatangan tuannya.

Tetapi sambil mendekati Shafi, Husain berkata, ”Sudahlah, sebenarnya aku yang bersalah dan minta maaf kepadamu. Sebab aku memasuki kebunmu tanpa izin lebih dahulu".

“Kenapa tuan mengatakan hal demikian,” kata Shofi dengan rikuh.

“Sudahlah jangan kita persoalkan lagi masalah ini. Hanya aku ingin tahu mengapa anjing itu tadi engkau beri separuh dari rotimu ?” tanya al Husain penuh penasaran.

Dengan malu, Shafi menjawab “Maklumlah tuan, aku merasa malu dipandangi terus oleh anjing itu ketika aku hendak makan tadi. Sedang anjing itu milik tuan dan dia turut menjaga kebun ini dari gangguan orang. Sedang aku hanya mengerjakan kebun tuan ini. Karena itu, menurut pendapatku, rezeki dari tuan, sudah selayaknya kubagi juga dengan anjing ini”.

Mendengar penjelasan Shafi, Husain terharu dan meneteskan air mata. Orang yang berderajat budak ternyata memiliki budi yang tinggi. Dengan suara parau, Husain berkata, ”Wahai Shafi, saat ini juga engkau telah aku bebaskan dari perbudakan. Terimalah dua ribu dinar ini sebagai pemberian dariku dengan penuh keikhlasan".

Lama Shafi tertegun melihat Husain dan uang dua ribu dinar tersebut. la seolah tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Namun Husain menganggukkan kepalanya dengan senyuman sambil menyerahkan uang tersebut.

*****

___:: ANJING YANG PINTAR ::___

Seorang penjual daging mengamati suasana sekitar tokonya. Ia sangat terkejut melihat seekor anjing datang ke samping tokonya. Ia mengusir anjing itu, tetapi anjing itu kembali lagi.

Maka, ia menghampiri anjing itu dan melihat ada suatu catatan di mulut anjing itu. Ia mengambil catatan itu dan membacanya, "Tolong sediakan 12 sosis dan satu kaki domba. Uangnya ada di mulut anjing ini."

Si penjual daging melihat ke mulut anjing itu dan ternyata ada uang sebesar 10 dollar disana. Segera ia mengambil uang itu, kemudian ia memasukkan sosis dan kaki domba ke dalam kantung plastik dan diletakkan kembali di mulut anjing itu. Si penjual daging sangat terkesan.

Kebetulan pada waktu itu adalah waktu tutup untuk tokonya, ia menutup tokonya dan berjalan mengikuti si anjing.

Anjing tersebut berjalan menyusuri jalan dan sampai ke tempat penyeberangan jalan. Anjing itu meletakkan kantung plastiknya, melompat dan menekan tombol penyeberangan, kemudian menunggu dengan sabar dengan kantung plastik di mulut, sambil menunggu lampu penyeberang berwarna hijau. Setelah lampu menjadi hijau, ia menyeberang sementara si penjual daging terus mengikutinya.

Anjing tersebut kemudian sampai di perhentian bus, dan mulai melihat "papan informasi jam perjalanan".

Si penjual daging terkagum - kagum melihatnya. Si anjing melihat "papan informasi jam perjalanan " dan kemudian duduk disalah satu bangku yang disediakan. Sebuah bus datang, si anjing menghampirinya dan melihat nomor bus dan kemudian kembali ke tempat duduknya.

Bus lain datang. Sekali lagi bus lainnya datang. Sekali lagi si anjing menghampiri dan melihat nomor busnya. Setelah melihat bahwa bus tersebut adalah bus yang benar, si anjing naik. Si penjual daging, dengan kekagumannya mengikuti anjing itu dan naik ke bus tersebut.

Bus berjalan meninggalkan kota, menuju ke pinggiran kota. Si anjing melihat pemandangan sekitar. Akhirnya ia bangun dan bergerak ke depan bus, ia berdiri dengan 2 kakinya dan menekan tombol agar bus berhenti. Kemudian ia keluar, kantung plastik masih tergantung di mulutnya.

Anjing tersebut berjalan menyusuri jalan sambil diikuti si penjual daging.

Si anjing berhenti pada suatu rumah, ia berjalan menyusuri jalan kecil dan meletakkan kantung plastik pada salah satu anak tangga. Kemudian, ia mundur, berlari dan membenturkan dirinya ke pintu. Ia mundur, dan kembali membenturkan dirinya ke pintu rumah tersebut. Tidak ada jawaban dari dalam rumah, jadi si anjing kembali melalui jalan kecil, melompati tembok kecil dan berjalan sepanjang batas kebun tersebut. Ia menghampiri jendela dan membenturkan kepalanya beberapa kali, berjalan mundur, melompat balik dan menunggu di pintu.

Si penjual daging melihat seorang pria tinggi besar membuka pintu dan mulai menyiksa anjing tersebut, menendangnya, memukulinya, serta menyumpahinya.

Si penjual daging berlari untuk menghentikan pria tersebut, "Apa yang kau lakukan .. ??!! Anjing ini adalah anjing yang jenius. Ia dapat masuk televisi untuk kejeniusannya."

Pria itu menjawab, "Apa kau bilang !! Kau katakan anjing ini pintar ... ??? Dalam satu minggu ini,, sudah dua kali anjing bodoh ini lupa membawa kuncinya. Dan kau bilang, anjing ini anjing yang pintar ??"

Refleksi Hikmah :

Cerita ini sering terjadi dalam kehidupan kita. Banyak orang yang tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka dapat. Seringkali kita tidak menghargai bawahan kita yang telah bekerja dengan setia selama bertahun - tahun. Seringkali kita juga tidak menghargai atasan kita yang dipakai Tuhan untuk memenuhi kebutuhan kita. Kita selalu menonjolkan kesalahan dan kelemahan tanpa melihat kelebihan dan jasa orang lain.

*****

..:: KEBUN KEBUN ANGGUR YANG MUSNAH ::..



Pada zaman dahulu, hiduplah seorang lelaki yang memiliki dua kebun yang luas dan lapang. Kebun – kebun itu ditanaminya dengan pohon anggur. Diantara kedua kebun ini terdapat sebuah ladang yang juga cukup luas. Ladang ini seolah – olah menjadi pemisah bagi kedua kebun anggur tersebut. Oleh pemiliknya, disekeliling kedua kebun anggur ini lantas ditanaminya dengan pohon – pohon kurma pilihan sebagai pagar.

Kebun – kebun dan ladang ini segera saja tumbuh lebat dan menghasilkan banyak buah – buahan. Buah – buahan yang dihasilkan adalah buah – buah yang segar, besar dan seperti tidak pernah ada habisnya.

Melihat itu semua, menjadi senanglah hati Lelaki sang Pemilik Kebun. Apalagi diantara kedua kebun ini juga mengalir pula sebuah sungai kecil yang jernih airnya. Gemercik air sungai yang mengalir itu terdengar merdu dan menyenangkan. Sungguh, kebun dan ladang lelaki ini benar – benar indah dan membanggakan hati pemiliknya.

Karena melimpahnya hasil kebun – kebun dan ladangnya, Lelaki ini segera menjadi orang kaya raya yang disegani. Pengikutnya pun banyak. Mereka semua adalah orang yang terkagum – kagum pada kekayaan sang Lelaki tersebut.

Sementara itu sang pemilik dua kebun juga memiliki seorang kawan yang saleh dan taat kepada Allah. Kawannya ini juga memiliki kebun anggur. Kebun itu diolah dan dipeliharanya dengan baik dan sungguh – sungguh. Hanya sayangnya, hasil kebun sang kawan tidaklah sebanyak dan sebagus hasil kebun milik lelaki pertama.

Kadangkala dalam satu dua kesempatan, mereka bertemu dan bercengkrama. Biasanya, lelaki pertama akan menyombongkan kekayaannya.

"Ah, masih sedikit saja hasil kebunmu kawan ? Kasihan sekali. Kau lihat ? Hartaku jauh lebih banyak dari hartamu dan pengikutku juga banyak." Kata sang Lelaki Pemilik dua Kebun.

Kawannya tidak begitu memperdulikan omongan itu, karena ia merasa telah mengolah kebunnya dengan sebaik – baiknya. Kalau hasilnya tidak sebaik dan sebanyak hasil kebun temannya itu, ia yakin bahwa itu adalah ketetapan Allah yang sudah diperuntukkan baginya.

Kesombongan lelaki ini rupanya semakin menjadi – jadi. Sehingga dia menjadi orang yang kufur atas nikmat Allah. Pada suatu hari, lelaki ini memasuki kebunnya dengan congkak lalu ia berkata, "Ah, kebunku yang indah. Aku dapat merasakan bahwa kebun ini tidak akan binasa untuk selama – lamanya. Bahkan hari kiamat pun kuyakin tak akan tiba." Lalu diteruskannya perkataannya yang penuh ketakaburan itu.

"Melihat kekayaan dan kedudukanku di tengah masyarakat, aku yakin seandainya ada kebangkitan dan kehidupan kembali, dan aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka tentu aku akan berada disisiNya dengan kemuliaan dan keutamaan. Di sana Tuhanku akan memberi ganjaran yang lebih baik pula dari kebun ini. Karena Tuhanku telah memuliakanku dengan kebun ini, tentulah Tuhanku akan memberi kemuliaan pula kelak." Pikir Lelaki tersebut dengan sombong.

Omongan semacam ini juga diutarakannya pada kawannya yang mukmin sebagai sebuah ejekan. Dia ingin menunjukkan bahwa karena bekal kekayaannya jauh lebih banyak, maka ia lebih mulia dan utama dari si mukmin.

Kawannya yang mukmin tak sedikit pun terpukau dengan kekayaan temannya. Ia justru memahami bagaimana temannya ini telah jatuh kedalam perilaku zhalim. Maka dinasehatinya sang teman.

"Apakah kamu akan kafir pada Tuhan yang telah menciptakan kamu dari tanah, lalu dari setetes air mani, lalu dia menjadikan kamu seorang laki – laki yang sempurna ? Adapun aku, aku percaya bahwa Dialah Allah, Tuhanku. Dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku." Kata sang Mukmin. Temannya terdiam sejenak mendengar ucapan itu. Ketika itu kawannya yang mukmin menambahkan nasehatnya.

“Dan saat memasuki kebun, mengapa kamu tidak mengucapkan Masya Allah, laa hawla wa laa quwwata illaa billah (sesungguhnya semua ini terwujud atas kehendak Allah. Dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)." Lanjut sang Mukmin menasehati kawannya yang zhalim.

"Hah !" sergah kawannya yang zhalim. "Bagaimanapun aku lebih kaya dan lebih mulia darimu."

Gemas sekali kawan yang mukmin ini mengetahui bahwa temannya tetap sombong dan kufur nikmat. Maka dilanjutkannya omongannya dengan tegas. "Kalau kamu menganggap aku lebih sedikit darimu dalam hal memiliki harta dan keturunan, maka mudah – mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku kebun yang lebih dari pada kebunmu. Dan mudah-mudahan saja Dia mengirimkan petir dari langit kepada kebunmu hingga kebunmu menjadi tanah yang licin, atau airnya surut ke dalam tanah hingga sekali – kali kamu tidak akan dapat menemukannya lagi". Lalu ditinggalkannya temannya yang sombong dan zalim itu untuk dapat merenungi ucapannya.

Keesokan harinya, seperti biasa lelaki zhalim itu mendatangi kebun kebanggaannya. Sudah tidak diingatnya lagi sindiran tajam kawannya yang shaleh itu. Tetapi alangkah terkejutnya ia setibanya didepan kebunnya.

"Ha ! Dimana kebunku ? Dimana kebunku yang indah dan subur itu ?" ratapnya ketika melihat kebun-kebun dan ladangnya telah hancur semua.

Pohon – pohon anggurnya roboh berikut para – para penyangga buahnya. Pohon – pohon kurmanya tumbang. Bahkan sungai – sungai yang selalu bergemericik itu lenyap pula ditelan bumi yang terbelah.

Terduduk di pinggir tanahnya yang porak poranda, lelaki zhalim itu menyadari bahwa seluruh kekayaannya telah musnah binasa. Tanpa terasa, dibolak – baliknya tangannya sebagai sebuah penyelesalan mengingat segala biaya yang sudah dikeluarkannya selama ini untuk mengolah dan memelihara kebun serta ladangnya.

Hatinya kini dipenuhi rasa sesal. Ia telah kufur nikmat. Dan hanya dalam semalam, ternyata Allah telah mencabut semua nikmat itu dari hidupnya.

Dengan berurai air mata lelaki itu pun berkata, "Aduhai, seandainya saja dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Allah, mungkin nasibku tidak akan menjadi begini”. Tetapi penyesalan yang datang terlambat tidak ada lagi gunanya. Kekayaan dan kemuliaan yang disangkanya abadi, telah diambil oleh pemilik-Nya semula yaitu Allah SWT, maka tinggallah lelaki itu meratapi nasib buruk yang dipilihnya sendiri.

Dari Surat Al Kahfi : 32-44.

*****
 ..:: HATI SEORANG AYAH ::..


Suatu ketika, ada seorang anak perempuan yang bertanya kepada Ayahnya, ketika tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut - merut dengan badannya yang terbungkuk - bungkuk, disertai suara batuk - batuknya.

Anak perempuan itu bertanya pada ayahnya "Ayah, mengapa wajah Ayah kian berkerut - merut ? dan kenapa badan Ayah kian hari kian bungkuk ?" Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di beranda.

Ayahnya menjawab "Sebab aku adalah seorang laki - laki"

Mendengar jawaban ayahnya, anak perempuan itu bergumam "Aku tidak mengerti."

Jawaban Ayahnya tersebut membuatnya tercenung dan membuat ia makin penasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak perempuannya itu, terus menepuk - nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki." Demikian bisik Ayahnya, yang membuat anak perempuan itu tambah kebingungan.

Karena penasaran, kemudian anak itu menghampiri Ibunya lalu bertanya kepada Ibunya"Ibu, mengapa wajah Ayah jadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk ? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit ?"

Ibunya menjawab "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar-benar bertanggung-jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian." Hanya itu jawaban sang Ibu.

Anak perempuan itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran, mengapa wajah Ayahnya yang tadinya tampan menjadi berkerut-merut dan badannya menjadi terbungkuk-bungkuk ?

Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi itu, seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa kepenasarannya selama ini.

"Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan berusaha untuk menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman, teduh dan terlindungi."

"Ku-ciptakan bahunya yang kekar dan berotot untuk membanting-tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya."

"Ku-berikan kemauan padanya, agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetes keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapat cercaan dari anak-anaknya."

"Ku-berikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya berbasah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan dihembus angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya, dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih-payahnya."

"Kuberikan kesabaran, ketekunan serta keuletan, yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerapkali menyerangnya."

"Ku-berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam kondisi dan situasi apapun juga, walaupun tidak jarang anak-anaknya melukai perasaannya, melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan saling mengasihi sesama saudara."

"Ku-berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengertian dan kesadaran terhadap anak-anaknya tentang saat kini dan saat mendatang, walaupun seringkali ditentang bahkan dilecehkan oleh anak-anaknya."

"Ku-berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyadarkan, bahwa Isteri yang baik adalah Isteri yang setia terhadap Suaminya, Isteri yang baik adalah Isteri yang senantiasa menemani, dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Isteri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar dan saling melengkapi serta saling menyayangi."

"Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti, bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya bisa hidup didalam keluarga bahagia dan badannya yang terbungkuk agar dapat membuktikan, bahwa sebagai Laki-laki yang bertanggung jawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya."

"Ku-berikan kepada Laki-laki tanggung-jawab penuh sebagai pemimpin keluarga, sebagai tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh Laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung-jawab ini adalah amanah di dunia dan akhirat."

Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut dan berdo'a hingga menjelang subuh. Setelah itu dia menghampiri bilik Ayahnya yang sedang berdo'a, ketika Ayahnya berdiri, anak perempuan itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayahnya. "Aku mendengar dan merasakan bebanmu, Ayah."

(Dikutip dari tulisan H. Muh. Nur Abdurrahman - Harian Fajar Makassar)

*****
..::: PENGGEMBALA YANG AGUNG :::...



Seperti biasa, hari itu Muhammad kecil berangkat menggembalakan kambing ke lembah yang ditumbuhi rerumputan, bersama teman – teman sebayanya. Muhammad datang ke tempat itu untuk menggembalakan ternak saudaranya. Tak jarang mereka harus tinggal berhari-hari di dusun terpencil yang jauh dari Makkah.

Muhammad duduk di atas sebuah batu. Sepasang matanya yang tenang, penuh keikhlasan menatap tajam alam sekitarnya. Angin pegunungan yang bertiup menyegarkan badan. Matahari yang terbit di timur dan tenggelam di barat. Bulan dan bintang yang bermunculan pada malam hari. Semua teratur, berjalan sebagaimana mestinya. Jika tidak, pasti dunia ini akan binasa.

Pemandangan alam sangat menggoda hati Muhammad untuk terus merenungkan Sang Pencipta yang Maha Kuasa, sebaik-baik Pengatur alam beserta isinya. Muhammad duduk bertafakur, tenggelam dalam alam renungan.

Lalu, diperhatikannya kambing – kambing gembalaan yang memakan rumput. Khawatir ada yang berpencar terlalu jauh. Sebab, disekitar tempat itu masih ada serigala dan binatang – binatang buas yang mengincar hewan ternak.

“Hus ! Hus ! Jangan terlalu jauh dari indukmu. Nanti ada serigala !” serunya.

Ia sangat bertanggung jawab pada pekerjaannya. Sesekali kambingnya mengembik. Lalu, kembali makan dengan tenang. Ketika melihat anak kambing yang bermain terlalu jauh, ia menggiringnya agar berkumpul kembali dengan kambing-kambing lainnya.

Dengan cermat, Muhammad memeriksa keadaan kalau - kalau ada serigala yang mengincar kambingya. Jika memang ketahuan ada serigala, ia akan segera mengusirnya jauh-jauh.
Begitulah, Nabi Muhammad yang pada masa kecilnya bekerja menjadi penggembala kambing keluarganya.

Kambing gembalaannya berkembang biak dengan cepat. Walaupun keturunan bangsawan Quraisy dan sanak saudaranya banyak yang kaya raya, tetapi Nabi Muhammad tidak mau menggantungkan hidupnya kepada mereka. Sesudah Nabi Muhammad yatim piatu, Abu Thalib, pamannya yang hidup kekurangan, mengasuhnya dengan penuh kasih sayang.

Ketika Muhammad berusia dua belas tahun, ia mulai berdagang bersama Abu Thalib ke tanah Syam. Akan tetapi, gagal. Sebelum mereka sampai di Syam, seorang Pendeta bernama Buhaira memperingatkan bahwa jiwa Muhammad dalam bahaya. Abu Thalib pun segera membawa Muhammad pulang ke Makkah. Mereka hanya berdagang sekadarnya. Keselamatan Muhammad jauh lebih penting.

Sesudah itu, Abu Thalib mengajak Muhammad berdagang di pasar-pasar dekat kota Makkah saja. Dalam berdagang, Muhammad selalu melayani pembeli dengan ramah, tutur kata yang lemah lembut dan jujur. Ia pandai menawarkan barang dagangannya sehingga dagangannya cepat habis terjual.

Seperti juga menggembala kambing, usaha dagang Muhammad berhasil baik. Sedikit demi sedikit barang dagangannya bertambah dan memperoleh untung yang besar. kini Muhammad di kenal sebagai pedagang yang berhasil di kota Makkah. Tetapi, ia tetap selalu bersyukur kepada Allah. Beliau tetap giat bekerja, gemar bersedekah dan menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan.

Walau telah menjadi Nabi dan mempunyai kedudukan yang tinggi, beliau tetap melakukan sendiri pekerjaan hariannya. Nabi selalu menambal sendiri bajunya yang robek, atau menjahit terompahnya yang putus talinya.

Nabi Muhammad membawa sendiri barang yang dibelinya di pasar. Abu Hurairah yang saat itu menemaninya, menawarkan diri untuk membawakan belanjaan itu, tapi Nabi melarangnya.

“Yang memiliki barang itulah yang lebih pantas membawa barangnya. Sebab, Allah menyukai orang yang tidak menggantungkan hidupnya kepada orang lain,” kata Nabi.

Bahkan, dalam suatu perjalanan bersama sahabatnya, mereka beristirahat sebentar untuk memasak makanan. Nabi Muhammad ikut mencari dan memanggul kayu bakar untuk memasak.

“Ya Rasulullah, biarlah kami yang mencari dan mengangkut kayu. Anda silahkan beristirahat sambil menunggu hidangan,” kata salah seorang Sahabat.

“Aku pun harus ikut mencari kayu bakar,” kata Nabi seraya tersenyum. Beliau tidak ingin berpangku tangan, sementara yang lain sibuk bekerja.

Dalam peperangan pun, Rasulullah sebagai Panglima perang tidak hanya memerintah di tempat duduknya. Beliau ikut bertempur ke tengah medan pertempuran bersama sahabat – sahabatnya.

Salah satu peperangan yang hebat di zaman Rasulullah ialah Perang Khandak atau Perang Parit. Kaum Muslimin bekerja keras siang – malam untuk menggali parit raksasa. Nabi Muhammad pun ikut menggali dan masuk ke lubang parit. Bahkan, beliau menghancurkan batu-batu, menyekop, dan memikul tanah di bahunya.

Sewaktu menggali parit, para Sahabat kewalahan dengan adanya batu yang sangat keras. Batu itu sukar dipecahkan oleh linggis maupun besi. Mereka melaporkannya pada Rasulullah.

“Ada batu yang keras sekali. Rasanya kami tak sanggup memecahkannya. Bagaimana Ya Rasul ?” tanya Sahabat. Lalu, Nabi turun kedalam parit. Seketika itu, dengan besi di tangannya, batu-batu itu dipecahkan. Saking kerasnya pukulan, bongkahan batu itu sampai menyemburkan api saat besi ditimpakan diatasnya.

Sungguh, pekerjaan yang amat berat dan menguras tenaga. Namun, peperangan tidak pernah terjadi. Musuh tidak jadi menyerang. Allah yang Maha Kuasa mengusir mereka dengan kekuatan alam. Udara dingin dan badai gurun yang menakutkan, membuat musuh tak berdaya dan menyerah kalah.

Sejak kecil sampai akhir hayatnya, Nabi Muhammad tak pernah merepotkan orang lain. Malahan, beliau selalu memberi bantuan apa saja kepada orang-orang yang membutuhkannya. Betapa mulia akhlak Rasulullah, dan sepantasnyalah bagi kita seorang Muslim untuk mencontohnya.

( FOTO SEKEDAR ILUSTRASI )


*****

....:: KHALIFAH,SI PEMERAH SUSU ::....


Abu Bakar r.a setiap hari berkeliling di perkampungan Madinah. Ia terbiasa berkunjung ke rumah – rumah Janda tua dan rumah anak – anak yatim piatu.

“Assalamu’alaikum...,” salamnya di depan pintu rumah seorang Janda tua.

“Wa’alaikummussalam... !” jawab Janda tua. Dibukanya pintu, lalu wajah perempuan tua itu menjadi berseri – seri.

“Oh, Abu Bakar rupanya,” sambutnya gembira.

“Nek, apa mau kuperahkan susu kambingnya ?” tanya Abu Bakar.

“Tidak usah, Tuan...” dengan malu-malu, perempuan tua itu mencoba menolak. Tapi, Abu Bakar mengetahui kalau kedatangannya memang sangat membantu pekerjaan perempuan tua itu.

“Mari Nek, aku bantu memerahkan susunya,” kata Abu Bakar tersenyum.

Abu Bakar pun memerahkan susu kambing sampai semua wadah terpenuhi. Sedangkan perempuan tua itu memandangi Abu Bakar dengan rasa kagum. Abu Bakar sering datang ke rumahnya untuk membantu memerah susu tanpa mengharap balasan. Kalau saja Abu Bakar tidak datang membantu, pasti ia kesusahan.

“Nek, semua wadah sudah terisi...,” kata Abu Bakar setelah menyelesaikan wadah terakhirnya.

“Terima kasih banyak Tuan, atas bantuannya hari ini,” ucap perempuan tua itu.

“Baiklah nek, saya permisi dulu. Assalamu’alaikum,” salam Abu Bakar.

“Wa’alaikummussalam,” jawab Perempuan Tua itu lagi.

Abu Bakar meninggalkan perempuan tua itu dengan hati gembira. Kemudian, ia singgah di rumah seorang anak yatim.

“Assalamu’alaikum,” salam Abu Bakar. Seorang anak perempuan berlari kecil membukakan pintu.

“Wa’alaikummussalam,” jawabnya. Bukan main senangnya anak itu ketika melihat Abu Bakar datang.

“Tuan datang ! Mari, silakan masuk,” sambutnya penuh hormat.

“Nak, apa ibumu ada di rumah ?” tanya Abu Bakar. Anak itu menggeleng pelan, “Ibu sedang mencari kayu bakar,” kata anak itu.

“Mari, kumasakkan sesuatu untukmu,” sahut Abu Bakar.

Abu Bakar memasak gandum untuk makanan anak yatim itu. Sungguh gembira anak perempuan itu menunggu makanan yang dimasak Abu Bakar. Tidak lama kemudian, makanan itu pun matang. Abu Bakar menyuguhkannya pada anak yatim itu.

“Sekarang, makanlah Nak. Bila ibumu datang, ia tidak perlu memasak lagi,” kata Abu Bakar. Anak itu pun makan dengan lahapnya. Abu Bakar memandangnya sambil tersenyum.

“Baiklah, aku permisi. Insya Allah, besok aku datang lagi memasak gandum untukmu,” kata Abu Bakar seraya mengusap kepala anak yatim itu dengan lembut.

“Terima kasih, Tuan,” ucapnya.

“Berhati-hatilah Nak,, Assalamu’alaikum,” salam Abu Bakar.

“Wa’alaikummussalam,” jawab anak itu.

Abu Bakar berjalan menuju rumah-rumah lainnya untuk membantu memerah susu atau memasakkan gandum sampai sore hari. Abu Bakar suka sekali dengan pekerjaannya itu. Setiap hari dilakukannya terus menerus.

Begitulah Abu Bakar...walaupun ia seorang saudagar yang kaya raya, orang-orang sangat segan dan menghormatinya. Harta kekayaannya banyak sekali yang dipakai untuk perjuangan Agama Islam. Ia juga suka membeli budak-budak yang disiksa karena ketahuan memeluk Islam. Kemudian dimerdekakannya.

Ketika ia terpilih menjadi Khalifah, pekerjaan itu pun masih dilakukannya. Karena kesibukannya banyak menyita waktu, Abu Bakar tidak bisa lagi mengunjungi rumah-rumah Janda tua dan anak yatim.

Suatu siang, seorang gadis kecil membawa wadah di tangannya. Ia akan memerah susu kambing. “Diamlah, aku mau memerah susu,” katanya ketika kambingnya tidak mau diam. Tangannya yang mungil tidak cukup kuat menjinakkan kambing itu.

“Aduh..., kenapa tidak menurut ?” sahut anak yatim itu. Kambingnya malah menghentak-hentakkan kakinya.

“Bu, kemana ya, orang itu ?” tanyanya.

“Orang yang mana ?” ibunya balik bertanya.

“Orang yang suka membantu memerah susu tidak datang lagi, ya ?” sahut anak itu.

“Sudahlah nak, kau harus terbiasa mengerjakannya sendiri,” kata ibunya.

Tiba-tiba terdengar suara orang mengetuk pintu. “Assalamu’alaikum,” terucap salam dari luar.

“Wa’alaikum salam” jawab anak itu.

“Oh ! Tuan datang lagi !” serunya ketika melihat laki-laki yang suka membantunya memerah susu sedang berdiri di depan pintu. Abu Bakar tersenyum. Betapa gembira anak itu, Si Pemerah susu datang lagi. Sudah berapa hari ia tidak datang kerumahnya.

“Nak, mari kuperahkan susu kambingmu,” kata Abu Bakar seperti biasanya. Anak itu bergegas memanggil ibunya.

“Bu ! Si Pemerah Susu itu datang lagi !” serunya girang. “Ia mau membantu kita,” katanya lagi.

Mendengar suara anaknya, ibu itu segera keluar menemui Abu Bakar. “Ya Allah ! Anakku, kau tidak patut berkata seperti itu padanya. Tahukah kamu siapa tamu ini ?” kata ibunya terperanjat.

“Dia Si Pemerah Susu yang suka membantu kita,” jawab anak itu polos.

“Tidak, anakku... Beliau adalah orang yang mulia. Beliaulah Khalifah Abu Bakar,” kata ibunya. “Ya Amirul mukminin, maafkanlah anakku, ia tidak tahu siapa Tuan,” dengan wajah pucat ibunya mohon maaf. Gadis cilik itu tampak ketakutan sekali.

“Tidak apa-apa. Biarkan saja...,” kata Abu Bakar sambil tersenyum.

“Mari kuperahkan,” kata Abu Bakar lagi.
Khalifah Abu Bakar lalu memerahkan susu kambing di rumah anak yatim itu. Kemudian datang ke rumah – rumah lainnya untuk memasakkan gandum.
( FOTO SEKEDAR ILUSTRASI )
*****

...:: SEORANG GADIS YANG JUJUR ::...

Khalifah ‘Umar bin Khattab sering melakukan ronda malam sendirian. Sepanjang malam ia memeriksa keadaan rakyatnya langsung dari dekat. Ketika melewati sebuah gubuk, Khalifah ‘Umar merasa curiga melihat lampu yang masih menyala. Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik.

Khalifah ‘Umar menghentikan langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Dari balik bilik, Khalifah ‘Umar mengintipnya. Tampaklah seorang Ibu dan Anak Perempuannya yang sedang sibuk mewadahi susu.

“Bu, kita hanya bisa mendapat beberapa kaleng susu hari ini,” kata Anak Perempuan itu. “Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit.” Lanjut Anak Perempuan tersebut.

“Benar Anakku,” kata Ibunya.

“Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu yang sangat banyak,” harap Anaknya.

“Hmmm....., sejak Ayahmu meninggal, penghasilan kita sangat menurun. Bahkan dari hari ke hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan kelaparan,” kata Ibunya.

Anak Perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng yang sudah terisi susu.

“Nak,” bisik Ibunya seraya mendekat. “Kita campur saja susu itu dengan air, supaya penghasilan kita cepat bertambah banyak.”

Anak Perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah Ibunya yang keriput. Ah, wajah itu begitu lelah dan letih menghadapi tekanan hidup yang amat berat. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan Ibunya.

“Tidak, Bu !” katanya cepat.

“Khalifah melarang keras semua Penjual Susu mencampur susu dengan air.” Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada Pembeli.

“Ah ! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu ? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu,” gerutu Ibunya kesal.

“Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada Pembeli ?”

“Tapi, tidak akan ada yang tahu kita mencampur susu dengan air ! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah ‘Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita,” kata Ibunya tetap memaksa.

“Ayolah Nak, mumpung sedang tengah malam. Tak ada yang melihat kita !”

“Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita, serapi apa pun kita menyembunyikannya,” tegas Anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang.

Sungguh kecewa hatinya mendengar Anaknya tak mau menuruti suruhannya. Namun, jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran Anaknya.

“Aku tidak mau melakukan ketidak jujuran pada waktu ramai maupun sunyi. Aku yakin Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap saat,” kata Anak itu.

Tanpa berkata apa-apa, Ibunya pergi ke kamar. Sedangkan Anak Perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres.
Di luar bilik, Khalifah ‘Umar tersenyum kagum akan kejujuran Anak Perempuan itu.

“Sudah sepantasnya ia mendapatkan hadiah !” gumam Khalifah ‘Umar. Khalifah ‘Umar beranjak meniggalkan gubuk itu. Kemudian ia cepat-cepat pulang ke rumahnya.

Keesokan paginya, Khalifah ‘Umar memanggil putranya, ‘Ashim bin ‘Umar. Di ceritakannya tentang Gadis jujur Penjual Susu itu.

“Anakku, menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya,” kata Khalifah ‘Umar.

“Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai Gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang Maha Melihat.”

‘Ashim bin ‘Umar menyetujuinya.

Beberapa hari kemudian ‘Ashim melamar Gadis itu. Betapa terkejut Ibu dan Anak Perempuan itu dengan kedatangan Putra Khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan di tangkap karena suatu kesalahan.

“Tuan, Saya dan Anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan jangan tangkap kami....,” sahut Ibu tua ketakutan.

Putra Khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting Anak Gadisnya.

“Bagaimana mungkin ? Tuan adalah seorang Putra Khalifah , tidak selayaknya menikahi Gadis miskin seperti Anakku ?” tanya Ibu tua itu dengan perasaan ragu.

“Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketawakalanlah yang meninggikan derajat seseorang disisi Allah,” kata ‘Ashim sambil tersenyum.

“Ya. Dan Aku melihat Anakmu adalah seorang Gadis yang sangat jujur,” kata Khalifah ‘Umar.

Anak gadis itu saling berpandangan dengan Ibunya. Bagaimana Khalifah tahu ? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka.

“Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian...,” jelas Khalifah ‘Umar.

Ibu itu bahagia sekali. Khalifah ‘Umar ternyata sangat bijaksana. Menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya.

Sesudah ‘Ashim menikah dengan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia. Keduanya membahagiakan orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai Anak dan Cucu yang kelak akan menjadi orang besar dan memimpin Bangsa Arab.

*****

...::  HAKIM SYURAIH YANG ADIL ::...

 

Setiap pagi, Syuraih bin Al Harits Al Kindi berangkat ke tempat kerjanya. Wajah dan sorot matanya tenang menyiratkan kearifan pribadinya. Dari kearifannya itu pula keluar sikap dan pendiriannya yang teguh. Ia adalah seorang Hakim yang disukai dan disegani masyarakat.

Syuraih terbiasa menghakimi kalangan Kaum Muslimin maupun orang-orang bukan muslim. Di pengadilannya, Syuraih tidak membedakan antara Pejabat atau Rakyat Kecil, kaya atau miskin, muslim atau bukan muslim. Jika ia bersalah tetap tidak boleh dibela. Semua orang mendapat perlakuan yang adil dan bijaksana.

Hari itu Syuraih kedatangan Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab. Rupanya, Khalifah ‘Umar sedang mendapat masalah dengan seorang Pedagang Desa. Keduanya menghadap Syuraih untuk mendapatkan keputusan atas perkara yang dihadapinya.

Dengan wajah yang tenang dan berwibawa, Syuraih memimpin sidang pengadilan.

“Silakan Tuan Pedagang, apa yang mau Anda sampaikan ?” tanya Syuraih.

“Pak Hakim yang mulia, beberapa hari yang lalu Amirul Mukminin membeli seekor kuda dari saya,” kata Pedagang. “Tapi kemarin, tiba-tiba ia ingin mengembalikannya lagi dan meminta ganti,” lanjutnya.

Syuraih lalu berpaling pada Khalifah ‘Umar. “Dan sekarang giliran Anda, ya Amirul Mukminin,” kata Syuraih.

“Aku ingin mengembalikan kuda itu padanya karena kudanya cacat dan berpenyakit sehingga larinya tidak kencang,” kata ‘Umar bin Khattab.

“Bagaimana Tuan ?” tanya Syuraih lagi.

“Saya tidak akan menerimanya lagi, karena saya sudah menjual kuda itu dalam keadaan sehat dan tidak cacat,” sahut Pedagang Kuda itu. Syuraih mendengarkan semua keterangan dari kedua pihak dengan seksama. Lalu, Syuraih pun bertanya pada Umar bin Khattab.

“Apakah ketika Amirul Mukminin membeli kuda itu, keadaannya sehat dan tidak cacat ?” tanya Syuraih seraya menatap Umar.

“Ya benar !” jawab ‘Umar jujur.

Hakim Syuraih pun memberi keputusan atas perkara itu. “Nah, kalau begitu, peliharalah apa yang Anda beli. Atau bila ingin mengembalikannya, kembalikanlah seperti ketika Anda menerimanya,” tukas Syuraih dengan mantap.

Hati Amirul Mukminin merasa tidak puas. Kekecewaan memenuhi rongga dadanya. Hakim Syuraih berada dipihak pedagang desa itu.

“Begitukah keputusanmu, Hakim Syuraih ?” tanya ‘Umar setengah memprotes keputusan itu. Syuraih menganguk pasti. Keputusannya tidak bisa diganggu gugat.

Khalifah ‘Umar merenung beberapa saat. Benar sekali apa yang dikatakan hakim itu. Syuraih telah memberikan keputusan yang bijaksana dan penuh keadilan. Dengan lapang dada, ‘Umar dapat menerimanya. Jangan mentang – mentang ia pejabat, lalu harus selalu dimenangkan perkaranya. Sementara nasib Rakyat Kecil tidak diperhatikan.

Begitulah, orang-orang selalu mempercayakan perkaranya diputuskan oleh Syuraih. Pengadilannya adalah tempat mendapatkan tempat yang seadil-adilnya. Hingga pemerintahan ‘Ali bin Abu Thalib, Syuraih tetap memangku jabatan Hakim yang amat disegani dan dipercaya masyarakat kota Khuffah.

Suatu hari, Khalifah ‘Ali mendatangi Hakim Syuraih untuk mengajukan perkara dengan seorang Yahudi.

“Ada masalah apa, ya Amirul Mukminin?” tanya Syuraih.

“Pak Hakim, aku mendapatkan baju perangku ditangan orang ini. Padahal, aku tidak pernah memberikan atau menjualnya pada siapapun,” sahut Khalifah ‘Ali.

“Bagaimana pendapatmu, wahai Tuan Yahudi ?” tanya Syuraih pada lelaki itu.

“Bukan ! Ini baju perangku. Sebab, sekarang berada di tanganku.” Bantah orang itu tak mau kalah. Dengan bijaksana Syuraih menerima pendapat orang itu. Kemudian menoleh pada Khalifah ‘Ali.

“Bagaimana Anda yakin kalau baju perang itu milikmu ?” tanyanya lagi pada ‘Ali.

“Aku yakin sekali. Karena satu-satunya orang yang memiliki baju perang seperti itu hanya aku. Baju perang itu terjatuh di suatu tempat. Dan kini, baju perang itu ada padanya. Bagaimana mungkin aku menjualnya di pasar ?” jawab ‘Ali kemudian.

“Aku tidak meragukan apa yang Anda katakan itu. Tapi Anda wajib mengajukan dua orang saksi untuk dijadikan saksi atas apa yang Anda akui itu,” kata Syuraih.

“Baiklah, aku bersedia mendatangkan dua saksi,” kata ‘Ali. Khalifah ‘Ali begitu menyayangi baju perangnya. Karena baju itu, harta yang sangat berharga dan tinggi nilainya bagi Khalifah. Ia sangat berharap baju perangnya bisa dimilikinya kembali.

“Pembantuku, Qanbar, akan kujadikan saksi. Dan satu lagi, Al Hasan, anakku,” sahut Khalifah ‘Ali bersemangat. Sudah pasti keduanya dapat dijadikan saksi atas kebenaran ucapannya.

“Ya, Amirul Mukminin ! Tidaklah sah kesaksian seorang anak terhadap ayahnya,” kata Syuraih mengingatkan ketentuan yang sudah ditetapkan Allah.

“Subhanallah ! Kesaksian Al Hasan, salah seorang pemuda penghuni surga tidak diterima,” ucap ‘Ali mengeluh sedih.

“Betul ! Aku hanya tidak membolehkan kesaksian anak pada ayahnya,” tegas Syuraih tak bergeming. Pendiriannya berdasarkan ajaran Allah. Walaupun itu menyangkut Khalifah besar, seorang ayah dari pemuda penghuni sorga yang telah disabdakan Rasulullah.

Khalifah ‘Ali menarik napas berat mendengar keputusan Syuraih. Hatinya kecewa. Ia merasa kalah dan tak dapat memiliki baju perangnya kembali.

“Aku tidak punya saksi lain. Jadi, baju perang ini memang milikmu,” kata ‘Ali menyerahkan baju perangnya pada orang Yahudi itu. Ya ! Jauh di lubuk hati, Khalifah ‘Ali mengakui kalau Hakim Syuraih sudah bertindak dengan benar. Apa yang di tetapkan Allah harus ditegakkan. Tak terkecuali terhadap dirinya yang seorang Khalifah.

“Ya Amirul Mukminin !” Tiba-tiba Yahudi itu bersimpuh di hadapan Khalifah ‘Ali.

“Memang betul ! Baju perang ini milikmu ! Hari ini, aku melihat seorang Hakim yang begitu teguh menegakkan ajaran Allah. Ia memenangkan aku. Sungguh ! Aku lihat Islam melakukan kebenaran ! Saat ini juga aku akan menjadi penganut Islam.......,” kata orang itu.

“Pak Hakim yang mulia, sebenarnya, aku telah memungut baju perang Amirul Mukminin sewaktu terjatuh pada peperangan di Siffin !” sahut orang Yahudi itu mengakui yang sebenarnya.

Mendengar perkataan orang itu, khalifah ‘Ali berubah wajahnya. Ia segera merangkul lelaki itu seraya tersenyum bahagia.

“Karena kau sudah masuk Islam, maka kuhadiahkan baju perang itu kepadamu. Dan juga kuda ini,“ sahut Khalifah ‘Ali dengan tulus.

Sungguh mengagumkan keputusan yang diberikan Hakim Syuraih !. Dan sangat berbeda dengan apa – apa yang terjadi dengan Para Hakim masa kini. Mereka sangat mudah sekali untuk disuap. Karena memang mereka menjadi Hakim, hanya untuk mencari dan memperbanyak uang saja, bukan untuk menegakkan perkara dengan adil dan benar. 
Karena prinsip mereka, ‘Siapa yang bisa membayar lebih tinngi, maka dialah yang menang’.

*****

....:: BENING HATI SANG NABI ::....
 

Dalam hidupnya, Rasulullah SAW selalu bersifat rendah hati dan pemaaf. Tiada terhitung banyaknya cacian dan hinaan yang diterima Beliau dari kaum kafir Quraisy. Namun, Beliau tetap berbuat baik terhadap orang-orang yang menghinanya itu. Salah seorang yang sangat membenci Nabi Muhammad SAW adalah seorang Nenek tua Yahudi. Kebetulan jika Nabi ke Masjid selalu melewati rumah si Nenek. Suatu hari Rasulullah lewat, si Nenek sedang menyapu rumahnya. Buru-buru si Nenek mengumpulkan sampah dan debu dari rumahnya. Ketika Rasulullah lewat di depan jendela, maka dilemparkannyalah sampah dan debu itu. Rasulullah terkejut, namun ia tidak marah begitu tahu siapa yang melemparnya. Malah Rasulullah mengangguk sambil tersenyum. “Assalamu’alaikum !” sapa Rasulullah. Nenek itu malah melotot kepada Rasulullah. “Enyah, kau !” kata si Nenek.

Keesokan harinya, Rasulullah lewat lagi di depan rumah si Nenek. Masya Allah, ternyata si Nenek sudah bersiap-siap lagi melempar Rasulullah dengan kotoran. Kali ini dia juga meludahi Rasulullah. Bagaimana sikap Nabi Muhammad ? Lagi-lagi, Rasulullah hanya tersenyum dan berusaha membersihkan pakaiannya. Si Nenek menjadi tambah marah karena Rasulullah SAW tidak terpengaruh.

Begitulah, beberapa hari Rasulullah lewat di depan rumah si Nenek tersebut. Setiap kali itu pula ia menerima lemparan sampah dan debu. Rasulullah tetap saja tidak marah. Suatu kali Rasulullah SAW, lewat lagi di depan rumah sang Nenek. Tapi, kali ini lain. Si Nenek tidak kelihatan. Padahal, Rasulullah sudah bersiap-siap menyapanya. “Aneh,” pikir Rasulullah, “Pasti ada sesuatu yang terjadi pada si Nenek.” Rasulullah lalu mendatangi tetangga si Nenek. “Apakah engkau tahu apa yang terjadi dengan Nenek di sebelah rumah ini ? Aku tidak melihatnya hari ini,” tanya Rasulullah.

“Mengapa engkau begitu peduli pada dia, Wahai Rasulullah ? Bukankah ia selama ini selalu menghinamu ?” Rasulullah hanya tersenyum mendengar pertanyaan tetangga si Nenek. Tetangga itu lalu menjelaskan bahwa si Nenek itu tinggal sebatang kara, dan kini sedang sakit keras.

Maka, bergegaslah Nabi Muhammad menuju rumah si Nenek yang sedang sakit. Di rumah itu, Rasulullah membantu memasak makanan, mengambilkan air dari sumur dan membersihkan debu – debu di rumah. Si Nenek heran melihat ada orang yang membantunya. Ia berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Lalu, tahulah ia siapa sebenarnya yang membantunya. Begitu melihat wajah Rasulullah yang sangat tulus, Nenek itupun menitikkan air mata. Selama ini tidak ada yang mau merawatnya. Tapi, justru orang yang selama ini dihinanya, dengan penuh kasih sayang merawatnya. Sungguh mulia hati orang ini. Si Nenek lalu meminta maaf kepada Rasulullah.

Begitulah salah satu kisah tentang kemuliaan dan kebeningan hati Nabi Muhammad SAW. Karena itu, Para Sahabat dan orang-orang yang pernah mengenal Beliau begitu menyayangi Beliau. Ketika Beliau wafat, orang segagah ‘Umar bin Khattab juga menangis tersedu-sedu.

Nah, Para Pembaca yang Budiman, si Nenek tadi juga akhirnya masuk Islam. Ia kemudian menjadi salah seorang muslimah yang taat. Banyak orang masuk Islam karena melihat akhlak Nabi Muhammad SAW, yang sangat luar biasa. Kita bisa meniru apa yang Beliau lakukan kepada orang lain, termasuk kepada orang yang berbuat buruk kepada kita sekalipun.

( FOTO SEKEDAR ILUSTRASI )

*****

 ..:: MURAQABBATULLAH (Merasa diawasi oleh Allah) ::..

  
Alkisah, tersebutlah seorang guru yang tinggal bersama tiga orang muridnya. Namun, walaupun ketiga muridnya itu belajar kepadanya, si guru memberikan perhatian lebih kepada salah seorang dari tiga muridnya. Perlakuan guru itu, tentu saja menimbulkan pertanyaan di dalam hati dua orang murid lainnya. Akhirnya, mereka berdua mendatangi guru mereka dan bertanya, "Wahai Guru, mengapa engkau memberikan perhatian lebih kepadanya dibandingkan perhatian guru kepada kami."

Protes dari dua orang muridnya ini ditanggapi oleh si guru dengan memanggil ketiga muridnya kemudian memberikan seekor burung dan sebilah pisau kepada ketiganya, lalu berkata, "Wahai murid-muridku, sembelihlah burung itu dengan sebilah pisau yang telah aku berikan kepada kalian pada tempat yang sangat tersembunyi sehingga tidak ada yang melihat perbuatan kalian."

Ketiga murid itu pun berpencar mencari tempat yang sesuai dengan petunjuk si guru untuk menyembelih burung itu. Setelah itu, ketiganya kembali mendatangi si guru untuk melaporkan tugas yang telah dilaksanakan. Di hadapan si guru, murid pertama berkata, "Aku telah berhasil melaksanakan perintah dan aku telah menyembelih burung itu di tengah hutan dan tidak ada yang melihat perbuatanku." Sambil memperlihatkan burung yang telah disembelihnya.

Lalu murid kedua melaporkan, "Aku juga telah berhasil melaksanakan tugas dengan menyembelih burung itu di puncak gunung dan tidak ada yang melihat perbuatanku." Ia pun memperlihatkan burung yang telah disembelihnya. Tetapi, tidak demikian dengan murid ketiga. Ia belum menyembelih burung itu.

Di hadapan guru dan kedua temannya, ia berkata, "Aku tidak bisa melaksanakan perintah guru, sebab di manapun aku berada, walaupun orang lain tidak melihat perbuatanku, tapi Allah senantiasa melihatnya." Kemudian si guru pun berkata kepada kedua muridnya yang melakukan protes tadi, "Sikap itulah yang membuatku lebih sayang dan lebih memperhatikan dia daripada kalian berdua."

Sikap yang ditunjukkan oleh murid kesayangan si guru seperti pada kisah di atas disebut dengan muraqabatullah. Berasal dari kata raaqaba-yuraaqibu yang berarti mengawasi, mengamati, dan mengawal. Dengan demikian, muraqabatullah berarti sikap seseorang yang selalu merasa bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi dan mengamati setiap tingkah lakunya, di manapun dan kapanpun.

Muraqabatullah lahir dari keyakinan bahwa Allah SWT mengetahui semua perbuatan manusia baik yang dilakukan secara sembunyi maupun terang-terangan. Tidak ada perbuatan manusia sedikit pun yang luput dari pengawasan-Nya. Allah berfirman, "Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS 2: 284).

Muraqabatullah hendaknya menjadi sikap yang tertanam dalam jiwa setiap mukmin. Jika demikian, maka segala bentuk kejahatan, kemungkaran, dan kebatilan baik yang bersifat vertikal maupun horizontal tidak akan terjadi lagi. Muraqabatullah akan membawa setiap perbuatan kita senantiasa berorientasikan kebajikan.

*****


.:: KETIKA JENDELA HATI MENEMBUS DINDING TEMBOK ::.

 
Tersebutlah dua orang pria, keduanya menderita sakit keras dan sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit. Seorang diantaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya. Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunya yang ada di kamar itu. Sedangkan pria yang lain tidak bisa melakukan apa-apa, dia hanya bisa berbaring lurus di atas tempat tidurnya.

Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan.

Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama satu jam itulah, pria kedua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.

"Di luar jendela, tampak sebuah taman dengan kolam yang indah. Itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga berwarnakan pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah."

Pria pertama itu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detil, sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemandangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu.

Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah. Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk di dekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas. Meski pria yang kedua tidak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semua itu dengan kata-kata yang indah.

Begitulah seterusnya, dari hari ke hari. Dan, satu minggu pun berlalu. Suatu pagi, perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring di dekat jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawat lain untuk memindahkannya ke ruang jenazah. Kemudian pria yang kedua ini meminta pada perawat agar ia bisa dipindahkan ke tempat tidur di dekat jendela itu. Perawat itu menuruti kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang diri dalam kamar.

Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan dunia luar melalui jendela itu. Betapa senangnya ia, ketika ia akhirnya bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya ? Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah TEMBOK KOSONG !!

Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu. Perawat itu menjawab bahwa sesungguhnya pria tadi adalah seorang buta yang bahkan tidak bisa melihat tembok sekalipun.

"Barangkali ia ingin memberimu semangat hidup," kata Perawat itu.

*****

1 TAMPARAN UNTUK 3 PERTANYAAN



Ada seorang Pemuda yang lama sekolah di luar negeri, kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah, ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama, Kyai atau siapa saja yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya orang tua Pemuda itupun mencarikan orang yang dimaksud tersebut, seorang Kyai.

Pemuda : Anda siapa ? dan apakah Anda bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya ?

Kyai : Saya Hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan Anda.

Pemuda : Anda yakin ? Sedangkan Profesor dan banyak orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.

Kyai : Saya akan mencoba menjawab pertanyaan sejauh kemampuan saya.

Pemuda : Saya ada 3 pertanyaan :

Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya.
Apakah itu yang dinamakan takdir.
Kalau syaithan diciptakan dari api, kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu ?
Tiba - tiba Kyai tersebut menampar pipi Pemuda tadi dengan keras.

Pemuda : (sambil menahan sakit) Kenapa anda marah kepada saya ?

Kyai : Saya tidak marah ... Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.

Pemuda : Saya sungguh - sungguh tidak mengerti.

Kyai : Bagaimana rasanya tamparan saya ?

Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit.

Kyai : Jadi Anda percaya bahwa sakit itu ada ?

Pemuda : Ya !

Kyai : Tunjukkan pada saya wujud sakit itu !

Pemuda : Saya tidak bisa.

Kyai : Itulah jawaban pertanyaan pertama ... kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.

Kyai : Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya ?

Pemuda : Tidak.

Kyai : Apakah pernah terfikir oleh Anda akan menerima tamparan dari saya hari ini ?

Pemuda : Tidak.

Kyai : Itulah yang dinamakan dengan takdir.

Kyai : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda ?

Pemuda : Kulit.

Kyai : Terbuat dari apa pipi anda ?

Pemuda : Kulit.

Kyai : Bagaimana rasanya tamparan saya ?

Pemuda : Sakit.

Kyai : Walaupun syaithan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki, maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaithan. Dan itu adalah jawaban untuk pertanyaan terakhir.

*****
..:: WANITA YANG SELALU BERBICARA DENGAN AL-QUR'AN ::..

Berkata Abdullah bin Al Mubarak Rahimahullahu Ta'ala :

Saya berangkat menunaikan Haji ke Baitullah Al Haram, lalu berziarah ke makam Rasulullah SAW. Ketika saya berada disuatu sudut jalan, tiba-tiba saya melihat sesosok tubuh berpakaian yang dIbuat dari bulu. Ia adalah seorang Ibu yang sudah tua. Saya berhenti sejenak seraya mengucapkan salam untuknya. Terjadilah dialog dengannya beberapa saat.

Setiap kali menjawab pertanyaan Abdulah bin Al Mubarak, Wanita Tua itu selau menjawab dengan menggunakan ayat-ayat Al Qur'an. Walaupun jawabannya tidak tepat sekali, akan tetapi cukup memuaskan, karena tidak terlepas dari konteks pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Abdullah : "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh."

Wanita Tua : "Salaamun qoulammin robbirrohiim." (QS. Yaasin : 58) ("Salam sebagai ucapan dari Tuhan Yang Maha Penyayang")

Abdullah : "Semoga Allah merahmati anda, mengapa anda berada di tempat ini ?"

Wanita Tua : "Wa man yudhlilillahu falaa haadiyalahu." (QS : Al-A'raf : 186) ("Barang siapa disesatkan Allah, maka tiada petunjuk baginya")

Dengan jawaban ini, maka tahulah saya, bahwa ia sedang tersesat.

Abdullah : "Kemana anda hendak pergi ?"

Wanita Tua : "Subhaanalladzia asraa bi'abdihia lailan minal Masjidil haraami ilal Masjidil aqsa." (QS. Al-Isra' : 1) ("Maha suci Allah yang telah menjalankan hamba Nya di waktu malam dari Masjid Al Haram ke Masjid Al Aqsa")

Dengan jawaban ini saya jadi mengerti bahwa ia sedang mengerjakan haji dan hendak menuju ke Masjid Al Aqsa.

Abdullah : "Sudah berapa lama anda berada di sini ?"

Wanita Tua : "Tsalaatsa layaalin sawiyya" (QS. Maryam : 10) ("Selama tiga malam dalam keadaan sehat")

Abdullah : "Apa yang anda makan selama dalam perjalanan ?"

Wanita Tua : "Huwa yuth'imunii wa yasqiin" (QS. As-syu'ara' : 79) ("Dialah Pemberi aku makan dan minum")

Abdullah : "Dengan apa anda melakukan wudhu ?"

Wanita Tua : "Faillam tajiduu maa-an fatayammamuu sha'iidan thoyyiban" (QS. Al-Maidah : 6) ("Bila tidak ada air, maka bertayamumlah dengan tanah yang bersih")

Abdullah : "Saya mempunyai sedikit makanan, apakah anda mau menikmatinya ?"

Wanita Tua : "Tsumma atimmus shiyaama ilallaiil" (QS. Al-Baqarah : 187) ("Kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam")

Abdullah : "Sekarang bukan bulan Ramadhan, mengapa anda berpuasa ?"

Wanita Tua : "Waman tathawwa'a khairon fa innallaaha syaakirun 'aliim." (QS. Al-Baqarah : 158) ("Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui")

Abdullah : "Bukankah diperbolehkan berbuka ketika safar ?"

Wanita Tua : "Wa an tashuumuu khoirun lakum in kuntum ta'lamuun." (QS. Al-Baqarah : 184) ("Dan jika kamu puasa itu lebih utama, jika kamu mengetahui")

Abdullah : "Mengapa anda tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan saya ?"

Wanita Tua : "Maa yalfidhu min qoulin illa ladaihi roqiIbun 'atiid." (QS. Qaf : 18) ("Tiada satu ucapan yang diucapkan, kecuali padanya ada Raqib 'Atid"

Abdullah : "Anda termasuk jenis manusia yang mAnakah, hingga bersikap seperti itu ?"

Wanita Tua : "Walaa taqfu maa laisa bihia 'ilmun. Inna sam'a wal bashooro wal fuaada, kullu ulaaika kaana 'anhu mas'uula." (QS. Al-Isra' : 36) ("Jangan kamu ikuti apa yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dipertanggung jawabkan")

Abdullah : "Saya telah berbuat salah, maafkan saya."

Wanita Tua : "Laa tastriiba 'alaikumul yauum, yaghfirullahu lakum." (QS.Yusuf : 92) ("Pada hari ini tidak ada cercaan untuk kamu, Allah telah mengampuni kamu")

Abdullah : "Bolehkah saya mengangkatmu untuk naik ke atas untaku ini untuk melanjutkan perjalanan, karena anda akan menjumpai kafilah yang di depan."

Wanita Tua : "Wa maa taf'alu min khoirin ya'lamhullah." (QS Al-Baqoroh : 197) ("Barang siapa mengerjakan suatu kebaikan, Allah mengetahuinya"). Lalu Wanita Tua ini berpaling dari untaku, sambil berkata :"Qul lil mu'miniina yaghdudhna min abshoorihim." (QS. An-Nur : 30) ("Katakanlah pada orang-orang mukminin tundukkan pandangan mereka")

Maka saya pun memejamkan pandangan saya, sambil mempersilahkan ia mengendarai untaku. Tetapi tiba-tiba terdengar sobekan pakaiannya, karena unta itu terlalu tinggi baginya. Wanita itu berucap : "Wa maa 'ashoobakum min mushibatin fa bimaa kasabat aidiikum." (QS. Asy-Syura' 30) ("Apa saja yang menimpa kamu disebabkan perbuatanmu sendiri")

Abdullah : "Sabarlah sebentar, saya akan mengikatnya terlebih dahulu."

Wanita Tua : "Fa fahhamnaaha sulaiman." (QS. Anbiya' 79) ("Maka kami telah memberi pemahaman pada nabi Sulaiman") Selesai mengikat unta itu sayapun mempersilahkan Wanita Tua itu naik.

Abdullah : "Silahkan naik sekarang."

Wanita Tua : "Subhaanalladzii sakhkhoro lanaa haadzaa wa maa kunnaa lahuu muqriniin, wa innaa ilaa robbinaa lamunqolIbuun." (QS. Az-Zukhruf : 13-14) ("Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini pada kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami akan kembali pada Tuhan kami")

Sayapun segera memegang tali unta itu dan melarikannya dengan sangat kencang.

Wanita itu berkata : "Waqshid fi masyika waghdud min shoutik" (QS. Lukman : 19) ("SederhAnakan jalanmu dan lunakkanlah suaramu") Lalu jalannya unta itu saya perlambat, sambil mendendangkan beberapa syair,

Wanita Tua itu berucap : "Faqraa-uu maa tayassara minal qur'aan" (QS. Al- Muzammil : 20) ("Bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur'an")

Abdullah : "Sungguh anda telah diberi kebaikan yang banyak."

Wanita Tua : "Wa maa yadzdzakkaru illaa uulul albaab." (QS Al-Baqoroh : 269) ("Dan tidaklah mengingat Allah itu kecuali orang yang berilmu")

Dalam perjalanan itu saya bertanya kepadanya : "Apakah anda mempunyai suami ?"

Wanita Tua : "Laa tas-alu 'an asy ya-a in tubda lakum tasu'kum" (QS. Al-Maidah : 101) ("Jangan kamu menanyakan sesuatu, jika itu akan menyusahkanmu")

Ketika berjumpa dengan kafilah di depan kami, saya bertanya : "Adakah orang anda berada dalam kafilah itu?"

Wanita Tua : "Al-maalu wal banuuna zinatul hayatid dunya." (QS. Al-Kahfi : 46) ("Adapun harta dan Anak-Anak adalah perhiasan hidup di dunia")

Baru saya mengerti bahwa ia juga mempunyai Anak.

Abdullah : "Bagaimana keadaan mereka dalam perjalanan ini ?"

Wanita Tua : "Wa 'alaamatin wabin najmi hum yahtaduun" (QS. An-Nahl : 16) ("Dengan tanda bintang-bintang mereka mengetahui petunjuk")

Dari jawaban ini dapat saya fahami bahwa mereka datang mengerjakan ibadah haji mengikuti beberapa petunjuk. Kemudian bersama Wanita Tua ini saya menuju perkemahan.

Abdullah : "Adakah orang yang anda kenal atau keluarga dalam kemah ini ?"

Wanita Tua : "Wattakhodzallahu ibrohima khalilan" (QS. An-Nisa' : 125) ("Kami jadikan ibrahim itu sebagai yang dikasihi")

"Wakallamahu muusaa takliima" (QS. An-Nisa' : 146) ("Dan Allah berkata-kata kepada Musa")

"Ya yahya khudil kitaaba biquwwah" (QS. Maryam : 12) ("Wahai Yahya pelajarilah alkitab itu sungguh-sungguh")

Lalu saya memanggil nama-nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya Yahya, maka keluarlah Anak-Anak muda yang bernama tersebut. Wajah mereka tampan dan ceria, seperti bulan yang baru muncul. Setelah tiga Anak ini datang dan duduk dengan tenang maka berkatalah wanita itu.

Wanita Tua : "Fab'atsuu ahadakum bi warikikum hadzihii ilal madiinati falyandzur ayyuhaa azkaa tho'aaman fal ya'tikum bi rizkin minhu." (QS. Al-Kahfi : 19) ("Maka suruhlah salah seorang dari kamu pergi ke kota dengan membawa uang perak ini, dan carilah makanan yang lebih baik agar ia membawa makanan itu untukmu")

Maka salah seorang dari tiga Anak ini pergi untuk membeli makanan, lalu menghidangkan di hadapanku, lalu

Perempuan tua itu berkata : "Kuluu wasyrobuu hanii'an bimaa aslaftum fil ayyaamil khooliyah" (QS. Al-Haqqah : 24) ("Makan dan minumlah kamu dengan sedap, sebab amal-amal yang telah kamu kerjakan di hari-hari yang telah lalu")

Abdullah : "Makanlah kalian semuanya makanan ini. Aku belum akan memakannya sebelum kalian mengatakan padaku siapakah Perempuan ini sebenarnya."

Ketiga Anak muda ini secara serempak berkata : "Beliau adalah orang tua kami. Selama empat puluh tahun
Beliau hanya berbicara mempergunakan ayat-ayat Al-Qur'an, karena khawatir salah berbicara."

Maha Suci Zat Yang Maha Kuasa terhadap sesuatu yang dikehendakiNya. Akhirnya saya pun berucap : "Fadhluhu yu'tihi man yasyaa' Wallaahu dzul fadhlil adhiim." (QS. Al-Hadid : 21) ("Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendakinya, Allah adalah pemberi karunia yang besar")

[Diambil dari kitab Misi Suci Para Sufi, Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syatha, hal. 161-168]

*****

..:: 7 KEAJAIBAN DUNIA ::..


Sekelompok Pelajar kelas geografi belajar mengenai "Tujuh Keajaiban Dunia".

Pada akhir pelajaran, Pelajar tersebut di minta untuk membuat daftar apa yang mereka pikir merupakan "Tujuh Keajaiban Dunia" saat ini. Walaupun ada beberapa ketidaksesuaian, sebagian besar daftar berisi :

1. Piramida Besar di Mesir
2. Taj Mahal
3. Grand Canyon
4. Panama Canal
5. Empire State Building
6. St. Peter's Basilica
7. Tembok China

Ketika mengumpulkan daftar pilihan, Sang Guru memperhatikan seorang Pelajar, seorang Gadis yang pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, Sang Guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan dengan daftarnya.

Gadis pendiam itu menjawab, "Ya, sedikit. Saya tidak bisa memilih karena sangat banyaknya."

Sang Guru berkata, "Baik, katakan pada kami apa yang kamu miliki, dan mungkin kami bisa membantu memilihnya."
Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca, "Saya pikir Tujuh Keajaiban Dunia adalah :

1. Bisa bersyukur
2. Bisa merasakan
3. Bisa tertawa
4. Bisa mendengar

Dia ragu lagi sebentar, dan kemudian melanjutkan...

5. Bisa berbagi
6. Bisa mencintai
7. Dan bisa dicintai

Ruang kelas tersebut sunyi seketika ....

---------- *** ----------

Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat pada eksploitasi manusia dan menyebutnya "keajaiban" sementara kita lihat lagi semua yang telah Tuhan lakukan untuk kita, menyebutnya sebagai "biasa".

Semoga kita hari ini diingatkan tentang segala hal yang betul - betul ajaib dalam kehidupan kita. bersyukurlah untuk apa yang telah kita dapatkan sampai saat ini, .. karna itu sesungguhnya semua merupakan suatu "keajaiban".

***** ...:: RASULULLAH DAN PENGEMIS YAHUDI BUTA :: ...

Di salah satu sudut pasar Madinah Al-Munawwarah ada seorang Pengemis Yahudi buta. Hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.

Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tampa berkata sepatah katapun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada Pengemis itu. Walaupun Pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada Pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah Anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada Anaknya, “Wahai Anakku, adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan ?”.

Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, “Wahai ayah, engkau adalah seorang Ahli Sunnah. Hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum pernah ayah kerjakan kecuali satu sunnah saja”.

“Apakah itu ?” tanya Abu Bakar r.a.

“Setiap pagi, Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang Pengemis Yahudi buta yang berada di sana” kata Aisyah r.ha.

Keesokan harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada Pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi Pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si Pengemis marah sambil berteriak, “Siapa kamu !!”.

Abu Bakar r.a menjawab, “Aku orang yang biasa”.

“Bukan ! engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si Pengemis buta itu. “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri”, Pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada Pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW". Setelah Pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, "Benarkah demikian ?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…". Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar r.a.  

( FOTO SEKEDAR ILUSTRASI )
*****
........ :: ABU HANIFAH YANG TA'AT :: .........


Akibat menolak diangkat menjadi hakim, Abu Hanifah ditangkap. ‘Ulama Ahli Hukum Islam itu pun di penjara. Sang Penguasa rupanya marah besar hingga menjatuhkan hukuman yang berat kepadanya.

Dalam penjara, ‘Ulama besar itu setiap hari mendapat siksaan dan pukulan. Abu Hanifah sedih sekali. Yang membuatnya sedih sebenarnya bukan karena siksaan yang diterimanya, melainkan karena cemas memikirkan Ibunya. Beliau sedih kerena kehilangan waktu untuk berbuat baik kepada Ibunya.

Setelah masa hukumannya berakhir, Abu Hanifah dibebaskan. Ia bersyukur dapat bersama Ibunya kembali.

“Ibu, bagaimana keadaanmu selama aku tidak ada ?” tanya Abu Hanifah.

“Alhamdulillah......Ibu baik-baik saja,” jawab Ibu Abu Hanifah sambil tersenyum.

Abu Hanifah kembali menekuni ilmu Agama Islam. Banyak orang yang belajar kepadanya. Akan tetapi, bagi Ibu Abu Hanifah ia tetap hanya seorang Anak. Ibunya menganggap Abu Hanifah bukanlah seorang ‘Ulama besar. Abu Hanifah sering mendapat teguran. Anak yang taat itu pun tak pernah membantahnya.

Suatu hari, Ibunya bertanya tentang wajib dan sahnya shalat. Abu Hanifah lalu memberi jawaban. Tetapi, Ibunya tidak percaya meskipun Abu Hanifah berkata benar.

“Aku tak mau mendengar kata-katamu,” ucap Ibu Hanifah. “Aku hanya percaya pada fatwa Zar’ah Al Qas,” katanya lagi.

Zar’ah Al Qas adalah seorang ‘Ulama yang pernah belajar ilmu Hukum Islam kepada Abu Hanifah.

“Sekarang juga antarkan aku ke rumahnya,” pinta Ibunya.

Mendengar ucapan Ibunya, Abu Hanifah tidak kesal sedikit pun. Abu Hanifah mengantar Ibunya ke rumah Zar’ah Al Qas.

“Saudaraku Zar’ah Al Qas, Ibuku meminta fatwa tentang wajib dan sahnya shalat,” kata Abu Hanifah begitu tiba di rumah Zar’ah Al Qas.

Zar’ah Al Qas terheran-heran, kenapa Ibu Abu Hanifah harus jauh-jauh datang ke rumahnya hanya untuk pertanyaan itu ? Bukankah Abu Hanifah sendiri seorang ‘Ulama ? Sudah pasti putranya itu dapat menjawab dengan mudah.

“Tuan, Anda kan seorang ‘Ulama besar ? kenapa Anda harus datang kepadaku ?” tanya Zar’ah Al Qas.

“Ibuku hanya mau mendengar fatwa dari anda,” sahut Abu Hanifah.

Zar’ah tersenyum, ”Baiklah, kalau begitu jawabanku sama dengan fatwa putra anda,” kata Zar’ah Al Qas akhirnya.

“Ucapkanlah fatwamu,” kata Abu Hanifah tegas.

Lalu Zar’ah Al Qas pun memberikan fatwa. Bunyinya sama persis dengan apa yang telah diucapkan oleh Abu Hanifah. Ibu Abu Hanifah bernafas lega.

“Aku percaya kalau kau yang mengatakannya,” kata Ibu Abu Hanifah puas. Padahal, sebetulnya fatwa dari Zar’ah Al Qas itu hasil ijtihad (mencari dengan sungguh-sungguh) putranya sendiri, Abu Hanifah.

Dua hari kemudian, Ibu Abu Hanifah menyuruh putranya pergi ke majelis ‘Umar bin Zar. Lagi – lagi untuk menanyakan masalah agama. Dengan taat, Abu Hanifah mengikuti perintah Ibunya. Padahal, ia sendiri dapat menjawab pertanyaan Ibunya dengan mudah.

‘Umar bin Zar merasa aneh. Hanya untuk mengajukan pertanyaan Ibunya, Abu Hanifah datang ke majelisnya.

“Tuan, Andalah ahlinya. Kenapa harus bertanya kepada saya ?” kata ‘Umar bin Zar.

Abu Hanifah tetap meminta fatwa ‘Umar bin Zar sesuai permintaan Ibunya. “Yang pasti, hukum membantah orang tua adalah dosa besar,” kata Abu Hanifah.

‘Umar bin Zar termangu. Ia begitu kagum akan ketaatan Abu Hanifah kepada Ibunya.

“Baiklah, kalau begitu apa jawaban anda atas pertanyaan Ibu Anda ?”

Abu Hanifah memberikan keterangan yang diperlukan. “Sekarang, sampaikanlah jawaban itu pada Ibu anda. Jangan katakan kalau itu fatwa anda,” ucap ‘Umar bin Zar sambil tersenyum.

Abu Hanifah pulang membawa fatwa ‘Umar bin Zar yang sebetulnya jawabannya sendiri. Ibunya mempercayai apa yang diucapkan ‘Umar bin Zar.

Hal seperti itu terjadi berulang-ulang. Ibunya sering menyuruh Abu Hanifah mendatangi majelis-majelis untuk menanyakan masalah agama. Abu Hanifah selalu menaati perintah Ibunya. Ibunya tidak pernah mau mendengar fatwa dari Abu Hanifah meskipun Beliau seorang ‘Ulama yang sangat pintar.

*****
...:: PESAN SEBUAH TULANG ::...



Sudah berhari-hari orang Yahudi itu berjalan menuju Madinah. Ia ingin menemui Khalifah Umar bin Khattab, Amirul Mukminin. Ia banyak mendengar kabar bahwa bahwa Amirul Mukminin seorang yang terkenal bersungguh-sungguh menegakkan keadilan. Jauh-jauh ia datang dari Mesir dengan sebuah harapan, Khalifah mau memperhatikan nasibnya yang tertindas.

Baru ketika matahari condong ke barat, ia tiba di Madinah. Walaupun badannya terasa letih, namun air mukanya tampak berseri. Ia gembira telah sampai di negeri Amirul Mukminin yang aman. Dengan tergopoh-gopoh, orang Yahudi itu memasuki halaman rumah Umar bin Khattab, lalu meminta izin pada prajurit yang sedang berjaga.

“Jangan-jangan, Khalifah tidak mau menerimaku” katanya dipenuhi rasa cemas. Ia menunggu di luar pintu. Prajurit masuk menemui Khalifah Umar.

“Wahai Amirul Mukminin, ada orang Yahudi ingin menghadap Tuan” sahut Prajurit.

“Bawalah ke hadapanku” perintah Khalifah.

Orang Yahudi pun masuk disertai pengawal. Ada ketenangan di hati orang Yahudi ketika melihat Khalifah yang begitu lembut dan perhatian. Bertambah terperanjat orang Yahudi itu, ternyata Amirul Mukminin menjamunya dengan aneka makanan dan minuman.

“Saat ini kau adalah tamuku, silahkan nikmati jamuannya” sambut Khalifah. 'Rupanya benar apa yang kudengar tentang Khalifah', kata orang Yahudi dalam hati.

Setelah dijamu layaknya tamu dari jauh, Khalifah meminta kepada orang Yahudi untuk menyampaikan maksud kedatangannya. “Ya Amirul Mukminin, saya ini orang miskin” kata orang Yahudi memulai pembicaraan. Amirul Mukminin mendengarkannya dengan penuh perhatian. “Di Mesir, kami punya sebidang tanah” lanjut orang Yahudi.

“Ya, lalu, ada apa ?” tanya Amirul Mukminin.

“Tanah itu satu-satunya milik saya yang sudah lama saya tinggali bersama anak dan istri saya. Tapi Gubernur mau membangun Masjid yang besar di daerah itu. Gubernur akan menggusur tanah dan rumah saya itu” tutur orang Yahudi sedih, matanya berkaca-kaca. “Kami yang sudah miskin ini mau pindah kemana ? Jika semua milik kami digusur oleh Gubernur ? Tolonglah saya yang lemah ini, saya minta keadilan dari Tuan” Orang Yahudi memohon dengan memelas.

“Oh, begitu ya ? Tanah dan rumahmu mau digusur oleh Gubernurku ?” kata Amirul Mukminin mengangguk-angguk.

Khalifah Umar tampak merenung. Ia sedang berpikir keras memecahkan masalah yang dihadapi orang Yahudi itu.

“Kau tidak bermaksud menjual rumah dan tanahmu, hai Yahudi ?” tanya Khalifah.

“Tidak !” orang Yahudi tersebut menggelengkan kepalanya.

“Sebab cuma itulah harta kami. Saya tidak rela melepasnya kepada siapapun” Orang Yahudi tetap pada pendiriannya.

“Baiklah, aku akan membantumu” kata Amirul Mukminin. Hati orang Yahudi itu merasa lega karena Amirul Mukminin mau membantu kesusahannya.

“Hai Yahudi” kata Khalifah kemudian. “Tolong ambilkan tulang di bak sampah itu !” perintahnya.

“Maaf, Tuan menyuruh saya mengambil tulang itu ?” tanya orang Yahudi ragu. Ia tidak mengerti untuk apa tulang yang sudah dibuang harus diambil lagi. Namun, ia menuruti juga perintah Khalifah.

“Ini tulangnya Tuan“ orang Yahudi menyerahkan tulang unta tersebut kepada Khalifah.

Lalu, Khalifah Umar membuat garis lurus dan gambar pedang pada tulang itu.

“Serahkan tulang ini pada Gubernur Mesir !” kata Amirul Mukminin lagi.

Orang Yahudi menatap tulang yang ada. Garis lurus dan gambar pedangnya itu. Ia merasa tidak puas.

Kedatangannya menghadap Khalifah untuk mendapat keadilan, tetapi Khalifah hanya memberinya tulang untuk diserahkan kepada Gubernur.

“Ya Amirul Mukminin, jauh-jauh saya datang minta tuan membereskan masalah saya, tapi tuan malah memberi tulang ini kepada Gubernur ?” sahut orang yahudi.

“Serahkan saja tulang itu !” jawab Khalifah pendek. Orang yahudi tidak membantah lagi. Iapun bertolak ke mesir dengan dipenuhi beribu pertanyaan dikepalanya.

“Aneh, Khalifah Umar menyuruhku untuk memberikan tulang ini pada Gubernur ?” gumamnya sepanjang perjalanan ke negerinya.

Setibanya di mesir, orang yahudi bergegas menuju kediaman Gubernur. “Wahai Tuan Gubernur, saya orang yahudi yang tanahnya akan kau gusur itu“ kata orang Yahudi tersebut.

“Oh kau rupanya, ada apa lagi ?” kata sang Gubernur.

“Saya baru saja menghadap Amirul Mukminin” kata orang yahudi.

“Lantas ada apa ?”

“Saya disuruh memberikan tulang ini” orang Yahudi itupun segera menyerahkan tulang unta ke tangan Gubernur.

Diperiksanya tulang itu baik-baik. Wajah Gubernur berubah pucat. Tubuhnya gemetar. Keringat dingin mengucur di dahinya ketika melihat gambar pada tulang itu. Sebuah garis lurus dan gambar pedang yang dibuat Khalifah Umar sudah membuat hati Gubernur ketakutan bukan main.

“Hai pengawal !” tiba-tiba ia berteriak keras.

“Serahkan tanah orang yahudi ini sekarang juga ! Batalkan rencana menggusur rumah dan tanahnya ! Kita cari tempat lain untuk membangun masjid” kata Gubernur.

Orang Yahudi itupun menjadi heran dibuatnya. Ia sungguh tidak mengerti dengan perubahan keputusan Gubernur yang akan mengembalikan tanah miliknya. Hanya dengan melihat tulang yang bergambar pedang dan garis lurus dari Khalifah tadi, Gubernur tampak sangat ketakutan.

“Hai Yahudi ! Sekarang juga kukembalikan tanah dan semua milikmu. Tinggallah engkau dan keluargamu disana sesuka hati” sahut Gubernur terbata-bata.

Pesan dalam tulang itu dirasakan Gubernur seakan-akan Khalifah Umar berada dihadapannya dengan wajah yang amat marah. Ya ! Gubernur merasa seolah-olah dicambuk dan ditebas lehernya oleh Amirul Mukminin.

“Tuan Gubernur ada apa sebenarnya ? Apa yang terjadi ? Kenapa tuan tampak ketakutan melihat tulang yang ada garis lurus dan gambar pedang itu ? Padahal Amirul Mukminin tidak mengatakan apa-apa ?” tanya orang Yahudi masih tak mengerti.

“Hai Yahudi, Tahukah engkau ? Sesungguhnya Amirul Mukminin sudah memberi peringatan keras padaku lewat tulang ini” kata Gubernur.

Orang Yahudi tersebut bertambah heran saja. "Sesungguhnya tulang ini membawa sebuah pesan peringatan. Garis lurus, artinya Khalifah Umar memintaku agar aku sungguh-sungguh menegakkan keadilan terhadap siapapun. Dan gambar Pedang, artinya kalau aku tidak berlaku adil, maka Khalifah akan bertindak. Aku harus menjadi penguasa yang adil sebelum aku yang menjadi tulang belulang” jawab Gubernur menceritakan isi pesan yang terkandung dalam tulang unta itu.

Kini orang Yahudi pun mengerti semuanya. Betapa ia sangat kagum kepada Amirul Mukminin yang sungguh-sungguh memperhatikan nasib orang tertindas seperti dirinya meskipun ia bukan dari kaum muslimin.

“Tuan Gubernur, saya sangat kagum pada Amirul Mukminin dan keadilan yang diberikan Pemerintah Islam. Karenanya, saya ingin menjadi orang Muslim. Saat ini saya rela melepaskan tanah itu karena Allah semata”

Tanpa ragu sedikitpun orang Yahudi itu langsung bersyahadat dan merelakan tanahnya untuk didirikan di atasnya sebuah masjid.

*****
.....:: SUSU YANG TELAH TUMPAH ::..... 


 Seperti pagi biasanya, Gadis pemerah susu itu berangkat ke pasar untuk menjual susu hasil perahan sapinya itu. Dia membawa beberapa botol berisi susu yang akan ia jual sesampainya di pasar nanti. Di tengah perjalanan, ia berangan - angan tentang apa yang akan ia perbuat dengan uang hasil jualan susunya itu.

"Dengan uang itu, aku akan membeli seratus ekor anak ayam yang akan aku pelihara di halaman belakang rumahku. Aku akan memelihara mereka sampai mereka besar, dan setelah itu aku akan menjualnya dengan harga yang mahal" gumamnya.

Sambil terus berjalan, ia melanjutkan angan - angannya itu, "Kemudian aku akan membeli 2 ekor anak kambing, dan akan ku gembalakan di padang rumput di balik bukit itu. Dan ketika mereka besar, aku bisa mengambil susunya untuk aku jual kembali, dan setelah itu aku akan menjualnya dengan harga yang lebih mahal lagi. Nah, setelah itu, aku akan mendapatkan uang banyak dan akan ku belikan sapi. Sehingga aku bisa menjual susu lebih banyak lagi dan tentunya aku akan mendapatkan uang yang lebih banyak pula...!!" gumamnya dalam hati.

Ia amat kegirangan dengan angan - angannya itu. Ia melompat - lompat sembari membayangkan betapa banyak uang yang akan didapatkan nantinya. Karena seking gembiranya, ia lupa bahwa ia tengah melewati sebuah jembatan, dan jembatan itu masih licin karena hujan tadi malam. Ia pun terpeleset jatuh. Semua tempat susunya itu tumpah ke sungai. Melihat itu, ia terduduk sembari menangis, karena semua angan - angannya seakan ikut hanyut terbawa aliran sungai.

*****
 .....:: 50 TAHUN PERNIKAHAN ::..... 


Alkisah, pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan sepasang Kakek-Nenek. Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga besar Kakek dan Nenek tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan.

Pasangan Kakek-Nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapapun bahkan pihak keluarga mengenai berita mereka perang mulut. Singkat kata, mereka telah mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang. Mereka telah dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun pribadi. Pasangan tersebut merupakan gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal.

Di sela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat romantis. Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran pasangan tersebut.

Sang Kakek pun, pertama kali melayani sang Nenek dengan mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada sang Nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.

Sang Nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran. Akhirnya sang Nenek berkata kepada sang Kakek, "Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas-pasan. Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu.

Sejak awal pernikahan kita, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu. Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarang pun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku. Aku tidak tahan lagi untuk mengungkapkan hal ini."

Sang Kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan Sang Nenek. Akhirnya, sang Kakek pun menjawab, "Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu. Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu.

Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku."

Mendengar hal tersebut, sang Nenek pun menangis.

Merekapun akhirnya berpelukan. Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya merekapun ikut terharu.


Refleksi Hikmah :

Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita di atas.

Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita masing-masing.

*****

.....:: BERAT SEGELAS AIR ::.....


 Saat Stephen R. Covey mengajar tentang Manajemen Stress, dia bertanya kepada para peserta kuliah,

"Menurut Anda, kira-kira berapa berat segelas air ini ?"

Jawaban para peserta sangat beragam, mulai dari 200 gram sampai 500 gram.

"Sesungguhnya yang menjadi masalah bukanlah berat absolutnya. Tetapi berapa lama Anda memegangnya" ungkap Covey.

"Jika saya memegangnya selama satu menit, tidak ada masalah. Jika saya memegangnya selama satu jam, lengan kanan saya akan sakit. Jika saya memegangnya selama satu hari penuh, mungkin Anda harus memanggilkan ambulans untuk saya" lanjutnya.

"Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat. Jika kita membawa beban terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu terasa meningkat beratnya" ungkap Covey.

"Yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut. Istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi. Kita harus meninggalkan beban kita, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi. Jadi sebelum pulang ke rumah dari pekerjaan sehari-hari, tinggalkan  beban pekerjaan Anda. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok" lanjutnya.

"Apapun beban yang ada di pundak Anda hari ini, coba tinggalkan sejenak. Setelah beristirahat, nanti dapat diambil lagi. Hidup ini sangat singkat, jadi cobalah menikmatinya dan memanfaatkannya. Hal terindah dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat atau disentuh, tapi dapat dirasakan jauh di dalam hati kita" kata Covey.

*****
.....:: SATU GEREJA MASUK ISLAM OLEH SEORANG PEMUDA ::.....


Sebuah kisah nyata yang terjadi di negeri Paman Sam. Patut kita ambil hikmahnya. Silahkan menyimak kisahnya. Semoga Allah mengijinkan kita menjadi Pemuda seperti yang terdapat dalam kisah ini, Amiiin…..
Ada seorang Pemuda Arab yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah untuk mendalami Agama Islam dan mempelajarinya. Selain belajar, ia juga merupakan seorang Juru Dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia pernah berkenalan dengan seseorang yang beragama Nasrani. Hubungan mereka sangat akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah untuk masuk Islam.
Pada suatu hari, mereka berdua berjalan - jalan di sebuah perkampungan yang ada di Amerika. Dan kebetulan pada saat itu, mereka melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya yang Nasrani itu meminta agar ia juga turut masuk ke dalam gereja tersebut. Semula ia sangat keberatan, namun karena temannya terus mendesak dan memintanya agar ikut memasuki gereja tersebut, akhirnya Pemuda Muslim itupun memenuhi permintaan temannya tersebut dan ikut masuk ke dalam gereja.
Pemuda tersebut duduk di salah satu bangku dengan hening. Sebagaimana kebiasaan mereka ketika Pendeta memasuki gereja adalah mereka serentak berdiri untuk memberikan hormat dan kemudian kembali duduk. Di saat itu si Pendeta agak terbelalak dan terkejut ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.” 
Pemuda Arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu sekali lagi, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.”
  
Begitu seterusnya sampai berkali – kali, namun Pemuda tersebut tetap diam dan tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya Pendeta itu berkata, “Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya.”
Setelah sang Pendeta berbicara seperti itu, barulah Pemuda tersebut bangkit dari duduknya dan beranjak keluar. Di ambang pintu, Pemuda Muslim tersebut berbalik dan bertanya kepada sang Pendeta, “Bagaimana anda mengetahui bahwa saya adalah seorang muslim ?”
“Dari tanda yang terdapat di wajahmu.” Jawab sang Pendeta.
Kemudian sang Pemuda itupun berbalik menuju pintu keluar dan berjalan dengan tenang. Namun sang Pendeta melihat kesempatan itu. Ia ingin memanfaatkan keberadaan Pemuda Muslim di gerejanya ini untuk mengokohkan markasnya tersebut, yaitu dengan mengajaknya berdebat dan memojokkannya dengan beberapa pertanyaan yang menjebak.
Pemuda Muslim itupun terdiam dan berpikir sejenak sambil menimbang - nimbang tantangan yang diajukan oleh sang Pendeta. Setelah menimbang – nimbang, akhirnya ia pun menerima tantangan debat tersebut.
“Aku akan mengajukan kepada Anda 22 pertanyaan dan Anda harus menjawabnya dengan tepat.” kata sang Pendeta mendengar kesanggupan Pemuda tersebut.
  
“Silahkan !” jawab sang Pemuda sambil tersenyum.
Sang pendeta pun mulai bertanya, “Sebutkan ….
  1. Satu yang tiada duanya,.
  2. Dua yang tiada tiganya,.
  3. Tiga yang tiada empatnya,.
  4. Empat yang tiada limanya,.
  5. Lima yang tiada enamnya,.
  6. Enam yang tiada tujuhnya,.
  7. Tujuh yang tiada delapannya,.
  8. Delapan yang tiada sembilannya,.
  9. Sembilan yang tiada sepuluhnya,.
  10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,.
  11. Sebelas yang tiada dua belasnya,.
  12. Dua belas yang tiada tiga belasnya,.
  13. Tiga belas yang tiada empat belasnya,.
  14. Sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh !
  15. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya ?
  16. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga ?
  17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya ?
  18. Sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu !
  19. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari  api ?
  20. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu ?
  21. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar !
  22. Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari ?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Pemuda Muslim itu tersenyum dengan senyuman yang mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia menjawab, “
  1. Satu yang tiada duanya adalah Allah SWT.
  2. Dua yang tiada tiganya adalah malam dan siang. Allah SWT berfirman, “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami).” (Al-Isra’ : 12).
  3. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir merusak kapal yang ditumpanginya, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.
  4. Empat yang tiada limanya adalah Kitab – Kitab yang diturunkan oleh Allah SWT, yaitu Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur’an.
  5. Lima yang tiada enamnya adalah shalat lima waktu.
  6. Enam yang tiada tujuhnya adalah jumlah hari ketika Allah SWT menciptakan makhluk.
  7. Tujuh yang tiada delapannya adalah langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman, “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-Mulk : 3).
  8. Delapan yang tiada sembilannya ialah Malaikat pemikul ‘Arsy Ar Rahman. Allah SWT berfirman, “Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haqqah : 17).
  9. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang.
  10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am :  160).
  11. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf.
  12. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu’jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, ‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu.’ Lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air.” (Al-Baqarah : 60).
  13. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.
  14. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah SWT berfirman, “Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.” (At-Takwir : 18).
  15. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus.
  16. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf, yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, ”Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala.” Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, ”Tak ada cercaaan terhadap kalian.” Dan ayah mereka Ya’qub berkata, “Aku akan memohonkan  ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surat Yusuf, Juz 13)
  17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” (Luqman:  19).
  18. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, Malaikat, Unta Nabi Shalih dan Kambing Nabi Ibrahim.
  19. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, “Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim.” (Al-Anbiya’ : 69).
  20. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah Abrahah dan yang terpelihara dari batu adalah Ashhabul Kahfi (penghuni gua).
  21. Sesuatu yang diciptakan oleh Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar.” (Yusuf : 28).
  22. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting dan setiap ranting mempunyai 30 daun, kemudian setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya : Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.
Mendengar jawaban sang Pemuda tersebut, Pendeta dan para hadirin merasa takjub. Kemudian Pemuda tersebut meminta pamit dan beranjak hendak pergi. Namun setelah berjalan beberapa langkah, ia mengurungkan niatnya dan membalikkan badan menatap sang Pendeta. 
“Bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan kepadamu ?” tanya sang Pemuda Muslim.
“Silahkan,” jawab sang Pendeta menyetujui.
Sang Pemuda diam sejenak, kemudian berkata, “Apakah kunci Surga itu ?”
Mendengar pertanyaan itu, lidah sang Pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus bersorak-sorak mendesaknya agar ia menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.
“Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepada Pemuda tersebut dan semuanya ia jawab dengan tepat. Sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan, namun anda tidak mampu menjawabnya ??“ teriak salah seorang hadirin.
Pendeta tersebut berkata, “Sungguh, aku mengetahui dengan baik jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian akan marah jika aku menjawabnya.“
“Kami menjamin keselamatan anda.” jawab mereka serentak.
Sang Pendeta mengambil nafas sejenak dan menghembuskannya kembali sambil berkata, “Jawabannya ialah : Asyhadu an laailaahaillallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.”
Mendengar jawaban itu keluar dari mulut sang Pendeta, akhirnya para hadirin yang sedang hadir di gereja tersebut mengucapkan syahadat secara serentak dan akhirnya pun mereka masuk Agama Islam. Allahu Akbar !! Sungguh Allah telah menganugerahkan hidayah, kebaikan dan menunjuki mereka kepada Islam melalui tangan seorang Pemuda Muslim yang bertakwa. Subhanallah…!!
Tentu saja,, semua hal yang terjadi di atas adalah dengan ilmu. Bukan hanya sebuah karangan saja. 
Sekarang pertanyaannya adalah, Kapankah peran kita akan dimulai..???
*****

.....:: SEMUANYA GRATIS SEPANJANG MASA ::.....


 Suatu sore, seorang anak menghampiri Ibunya di dapur. Ia menyerahkan selembar kertas yang telah ditulisinya. Setelah sang Ibu mengeringkan tangannya dengan celemek, ia pun membaca tulisan itu dan inilah isinya :


  • Untuk memotong rumput : Rp. 5.000
  • Untuk membersihkan kamar tidur minggu ini : Rp. 5.000
  • Untuk pergi ke toko disuruh Ibu : Rp. 3.000
  • Untuk menjaga adik waktu Ibu belanja : Rp. 5.000
  • Untuk membuang sampah : Rp. 1.000
  • Untuk nilai yang bagus : Rp. 3.000
  • Untuk membersihkan dan menyapu halaman : Rp. 3.000

Jadi hutang Ibu adalah : Rp. 25.000

Sang Ibu memandangai anaknya dengan penuh sayang. Berbagai kenangan terlintas dalam benak sang Ibu. Lalu ia mengambil pulpen, membalikkan kertasnya. Dan inilah yang ia tuliskan :

  • Untuk sembilan bulan Ibu mengandung kamu : Gratis
  • Untuk semua malam Ibu menemani kamu : Gratis
  • Untuk semua mainan, makanan dan baju : Gratis
  • Untuk membawamu ke dokter dan mengobati saat kamu sakit, serta mendo'akan kamu : Gratis 
  • Untuk semua saat susah dan air mata dalam mengurus kamu : Gratis
  • Kalau dijumlahkan semua, harga cinta Ibu adalah : Gratis 

Anakku.. dan kalau kamu menjumlahkan semuanya, akan kau dapatkan bahwa harga cinta Ibu adalah GRATIS

Seusai membaca apa yang ditulis Ibunya, sang Anak pun berlinang air mata dan menatap wajah Ibunya, dan berkata, "Bu, aku sayang sekali sama Ibu"

Ia kemudian mendekap Ibunya. Sang Ibu tersenyum sambil mencium rambut buah hatinya, "Ibupun sayang kamu nak" kata sang Ibu.

Kemudian sang anak mengambil pulpen dan menulis sebuah kata dengan huruf huruf besar sambil diperhatikan sang Ibu "LUNAS"
_______*****_______
Sahabat, seberapapun jasa yang telah kita berikan kepada Ibu, seberapapun uang yang kita dapatkan dan kita berikan kepada Ibu, atau seberapapun liter keringat kerja yang kita kumpulkan untuk Ibu, tidak akan dapat mengganti kasih sayang seorang Ibu. Kasih Ibu sepanjang masa. Dapatkah kita menukar kasih sayang Ibu itu dengan materi ? menukar dengan bilangan angka ? atau menukar dengan rangkaian terima kasih ?

Tidak sahabat, sama sekali tidak bisa. Oleh karenanya sahabatku, berbuat baiklah kepadanya, sayangilah beliau, cintailah beliau, dan do'akanlah beliau,...
*****
 .....:: LEMPARAN BATU KEHIDUPAN ::.....



Tersebutlah seorang Pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang Pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise.
Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu.
Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.
"Buk....!" Aah..., ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.
"Cittt...." ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan. Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang Pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.
"Apa yang telah kau lakukan ? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku ! Lihat goresan itu !", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu. "Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak ongkos di bengkel untuk memperbaikinya." Ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu.
Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf, "Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa." Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun. "Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...."
Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi.
"Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi rodanya. Saya tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku. Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.." Kini, ia mulai terisak.
Dipandanginya Pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu. "Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda ? Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya."
Tak mampu berkata-kata lagi, Pengusaha muda itu terdiam. Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang lelaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan. Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya.
Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya. Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja. "Terima kasih, dan semoga Allah akan membalas perbuatan Bapak."
Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan Pengusaha yang menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.
Berbalik arah, Pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Dtelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores itu oleh lemparan batu tersebut, sambil merenungkan kejadian yang baru saja di lewatinya.
Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya. Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat : 
"Janganlah melaju terlalu cepat dalam hidupmu, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu."
--oo0oo--
Teman, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan. Namun, adakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada waktu buat kita untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar ?
Allah, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita. Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya. Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.
Teman, kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak.
Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita, agar kita tersadar dan berhenti sejenak ?
*****
 .....:: PETANI YANG JALAN KAKI VS PETANI YANG NAIK SEPEDA MOTOR ::.....


Saat itu, Ada seorang Petani dengan Istrinya yang sedang bergandengan tangan menyusuri pinggir jalan sepulang dari sawah sambil diguyur oleh air hujan.

Tiba - tiba, lewatlah sebuah motor di depan mereka. Berkatalah Sang Petani itu kepada Istrinya, "Lihatlah Bu, betapa bahagianya suami-istri yang sedang naik motor itu, meskipun mereka juga kehujanan, tapi mereka bisa cepat sampai di rumah, tidak seperti nasib kita yang harus lelah berjalan untuk sampai ke rumah.”


Sementara itu, si Pengendara sepeda motor dengan Istrinya yang sedang berboncengan di bawah derasnya air hujan, melihat sebuah mobil pick-up lewat di depan mereka.

Pengendara motor itu bergumam pada Istrinya, ”Lihatlah Bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil itu. Mereka tidak perlu kehujanan seperti kita.”








Namun, di dalam sebuah mobil pick-up yang dikendarai oleh sepasang suami-istri tersebut, telah terjadi perbincangan, saat sebuah mobil sedan Mercy berpapasan dan lewat di hadapan mereka,
 ”Lihatlah Bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil bagus itu. Mobil itu pastinya nyaman untuk dikendarai, tidak seperti mobil kita yang sering mogok terus.”
Akan tetapi, Pengendara mobil Mercy itu seorang pria yang kaya raya,











Dan ketika dia melajukan mobilnya dengan kencang, dia melihat sepasang suami-istri yang sedang berjalan bergandengan tangan di bawah guyuran air hujan, saat itu juga Pria kaya itu menggerutu dalam hatinya, ”Betapa bahagianya sepasang suami-istri itu. Mereka dengan mesranya berjalan bergandengan tangan sambil menyusuri indahnya jalan di pedesaan ini. Sementara saya dan Istri saya, tidak pernah punya waktu untuk berduaan karena kesibukan kami masing-masing.”

Refleksi Hikmah :

”Kebahagiaan tak akan pernah kau miliki, jika kau hanya melihat kebahagiaan milik orang lain dan selalu membandingkan hidupmu dengan hidup orang lain.”

So, tetaplah bersyukur atas apa yang kamu miliki dalam hidupmu sekarang, supaya kau tahu di mana letak bulu ketiak (kebahagiaan) mu itu berada.

Kebahagiaan itu selalu bersama kita dimanapun kita berada, hanya sayang kita sering tak menyadarinya...
*****
 .....:: TUKANG KAYU YANG BIJAKSANA ::.....

Alkisah ada dua orang Kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka terjebak ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah kali pertama mereka bertengkar demikian hebatnya.

Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan. Saling meminjamkan peralatan pertanian. Dan bahu membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerjasama yang akrab itu kini retak.

Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa.

Suatu pagi, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah sang Kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu.

"Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan, barangkali Tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan," kata pria itu dengan ramah.

"Oh ya, saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, ah sebetulnya ia adalah Adikku," jawab sang Kakak.

"Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan bulldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, tapi aku akan membalasnya lebih setimpal," keluh sang Kakak.

"Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya," lanjutnya dengan tegas.

Kata tukang kayu, "Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat Tuan merasa senang."

Kemudian sang Kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu.

Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku.

Di sore hari, ketika sang Kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya.

Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian Adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi.

Dari seberang sana, terlihat sang Adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar.

"Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku," kata sang Adik pada Kakaknya.

Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi.

"Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu," pinta sang Kakak.

"Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini, kata tukang kayu, tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan," jawab si Tukang Kayu.

Alkisah ada dua orang Kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka terjebak ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah kali pertama mereka bertengkar demikian hebatnya.

Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan. Saling meminjamkan peralatan pertanian. Dan bahu membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerjasama yang akrab itu kini retak.

Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa.

Suatu pagi, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah sang Kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu.

"Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan, barangkali Tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan," kata pria itu dengan ramah.

"Oh ya, saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, ah sebetulnya ia adalah Adikku," jawab sang Kakak.

"Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan bulldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, tapi aku akan membalasnya lebih setimpal," keluh sang Kakak.

"Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya," lanjutnya dengan tegas.

Kata tukang kayu, "Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat Tuan merasa senang."

Kemudian sang Kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu.

Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku.

Di sore hari, ketika sang Kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya.

Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian Adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi.

Dari seberang sana, terlihat sang Adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar.

"Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku," kata sang Adik pada Kakaknya.

Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi.

"Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu," pinta sang Kakak.

"Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini, kata tukang kayu, tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan," jawab si Tukang Kayu.
*****

  SANG PAWANG DAN SEEKOR NAGA


Alkisah, ada seorang pawang ular ternama pergi ke daerah pegunungan untuk menangkap ular dengan keahliannya. Saat itu, salju turun dengan sangat deras. Pawang itu pun mencari ke setiap sudut gunung untuk menemukan ular yang besar. Setelah beberapa lama, akhirnya ia menemukan bangkai ular naga yang amat sangat besar.

Pawang itu senang sekali dan ia ingin menyombongkan tangkapannya dihadapan seluruh penduduk kota. Ia membungkus naga itu dan membawanya ke Baghdad untuk dipertontonkan. Turunlah ia dari gunung dengan menyeret ular sebesar pilar istana. Ia sampai di kota dan segera menceritakan kehebatannya kepada setiap orang yang ia temui. Ia katakan bahwa ia telah bergumul dan berkelahi habis-habisan sampai ular itu mati di tangannya.

Masalahnya, ternyata ular naga itu tidak benar-benar mati. Ia hanya teridur karena kedinginan akibat salju yang sangat tebal. Si pawang tak mengetahui hal ini. Ia malah mengadakan pertunjukan untuk umum di tepian sungai Tigris.

Berduyun-duyun orang datang dari seluruh penjuru kota untuk melihat pemandangan luar biasa; seekor ular naga dari gunung yang mati di tangan seorang pawang ular. Semua orang mempercayai cerita pawang ular itu dan mereka tak sabar ingin melihat binatang yang langka ini. Semakin banyak pengunjung, semakin besar pula pemasukan yang didapat sang pawang. Oleh karena itu, pawang itu menunggu lebih banyak lagi orang yang datang sebelum ia membuka bungkusan ular naga. Dalam waktu singkat, tempat itu sesak dipenuhi para pengunjung.

Sang pawang lalu mengeluarkan ular besar itu dari kain wol yang membalutnya selama perjalanan dari gunung. Meskipun ular itu diikat kuat dengan tambang, sinar mentari Irak yang terik telah menerpa bungkusan ular itu selama beberapa jam, dan kehangatan itu mengalirkan kembali darah di tubuh ular. Perlahan-lahan, sang naga terbangun dari tidurnya yang panjang. Begitu ular itu bangun, ia segera meronta dari ikatan tambang yang melilitnya.

Para penonton menjerit ketakutan. Mereka berhamburan lari ke berbagai arah dengan paniknya. Kini, naga itu telah lepas dari ikatan dan ia mengaum keras seperti seekor macan. Banyak orang terbunuh dan terluka karena peristiwa ini. Si pawang ular berdiri terpaku ketakutan. Ia menjerit-jerit, "Oh Tuhan, apa yang telah aku lakukan ? Apa yang telah aku bawa dari gunung ?" Ular naga lalu melahap sang pawang dalam sekali telan. Dengan cepat ia menyedot darahnya dan meremukkan tulang-tulangnya seperti ranting-ranting kering.

Refleksi Hikmah :

Ular naga adalah perlambang nafsu lahiriah. Bagaimana matinya ular itu ? Nafsu hanya dapat beku dengan penderitaan dan kekurangan. Berilah nafsu itu kekuatan dan hangatnya sinar mentari, maka ia akan terbangun. Biarkan ia beku dalam salju dan ia takkan pernah bergerak. Namun bila kau melepaskannya dari ikatan, ia akan melahapmu bulat-bulat. Ia akan meronta liar dan menelan semua hal yang ia temui. Kecuali kau sekuat Musa dengan tongkat mukjizatnya, ikatlah selalu ular nagamu dalam lilitan keimanan.

*****
 .....:: JENDELA KERETA API ::.....


Hari itu, di kereta api terdapat seorang pemuda bersama ayahnya. Pemuda itu cukup dewasa, sekitar berusia 24 tahun.

Di dalam kereta, pemuda itu memandang keluar jendela kereta, lalu berkata pada Ayahnya, "Ayah lihat, pohon-pohon itu sedang berlarian"

Sepasang anak muda duduk berdekatan. Keduanya melihat pemuda 24 tahun tadi dengan kasihan. Bagaimana tidak, untuk seukuran seusianya, kelakuan pemuda itu tampak begitu kekanak kanakan.

Namun seolah tidak peduli, si pemuda tadi tiba-tiba berkata lagi dengan antusiasnya, "Ayah lihatlah, awan itu sepertinya sedang mengikuti kita"

Kedua pasangan muda itu tampak tak sabar, lalu berkata kepada sang Ayah dari pemuda itu, "Kenapa Anda tidak membawa putra Anda itu ke seorang dokter yang bagus ?"

Sang Ayah hanya tersenyum, lalu berkata, "Sudah saya bawa, dan sebenarnya kami ini baru saja pulang dari rumah sakit. Anak saya ini sebelumnya buta semenjak kecil, dan ia baru saja mendapatkan penglihatannya hari ini"

Kedua pasangan muda itu pun terdiam, ketika mendengar jawaban sang Ayah. Dalam hati kecil mereka, mereka bersyukur atas penglihatan yang telah diberikan kepada mereka selama ini. Dan mendo'akan kepada pemuda itu, mudah-mudahan ia selalu bergembira.
 ----------********----------

Sahabat, setiap manusia di dunia ini memiliki ceritanya masing-masing. Jangan langsung kita men-judge seseorang sebelum kita mengenalnya dengan benar. Karena kebenaran boleh jadi mengejutkan kita.

Selalu berprasangka baik kepada setiap orang, karena itu yang diajarkan nabimu, dan itulah cara yang baik untuk menjalani kehidupan... :)
 *****
.....:: SEBUAH PELAJARAN DARI SEEKOR KELEDAI ::.....


Suatu hari, keledai tua milik seorang petani terjatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis memilukan selama berjam-jam, sementara si Petani terus memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya, ia pun memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur itu juga perlu ditimbun (ditutup) karena berbahaya, jadi tidak berguna lagi untuk menolong si keledai. Maka akhirnya ia pun mengajak para tetangganya untuk datang membantu. Mereka membawa sekop, dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.

Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian. Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam…

Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si Petani melihat ke dalam sumur dan tercengang dengan apa yang dilihatnya.

Walaupun punggungnya ditimpa oleh berpuluh-puluh sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang- guncang kan badannya agar tanah yang menimpa punggung nya turun ke bawah, lalu ia menaiki tanah itu.

Sementara para tetangga si Petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan tersebut, si keledai terus juga mengguncang kan badannya dan melangkah naik. Segera saja, semua orang yang berada di tempat tersebut terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri !

Teman, seperti cerita keledai di atas, kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepada kita. Cara untuk keluar dari 'sumur' (kesedihan, masalah, dan sebagainya) adalah dengan mengguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran dan hati kita) dan melangkah naik dari 'sumur' dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.

Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari 'sumur' yang terdalam dengan terus berjuang, dan tentu saja jangan pantang menyerah !

Ingatlah aturan sederhana tentang kebahagiaan :

    Bebaskan diri kita dari segala kebencian.
    Bebaskan pikiran kita dari segala kecemasan.
    Hiduplah sederhana.
    Memberilah lebih banyak.
    Berharaplah lebih sedikit.
    Tersenyumlah.
^_^
*****
.....:: KISAH SEEKOR BURUNG PIPIT ::.....


Ketika musim kemarau baru saja mulai, seekor Burung Pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, lalu mengumpat pada lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat. Dia lalu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke utara yang konon kabarnya, udaranya selalu dingin dan sejuk.

Benar, pelan-pelan dia merasakan kesejukan udara, makin ke utara makin sejuk, dia semakin bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi. Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel salju, makin lama makin tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena tubuhnya terbungkus salju. Sampai ke tanah, salju yang menempel di sayapnya justru bertambah tebal. Si Burung pipit tak mampu berbuat apa apa, menyangka bahwa riwayatnya telah tamat.

Dia merintih menyesali nasibnya. Mendengar suara rintihan, seekor Kerbau yang kebetulan lewat datang menghampirinya. Namun si Burung kecewa mengapa yang datang hanya seekor Kerbau, dia menghardik si Kerbau agar menjauh dan mengatakan bahwa makhluk yang tolol tak mungkin mampu berbuat sesuatu untuk menolongnya.

Si Kerbau tidak banyak bicara, dia hanya berdiri, kemudian kencing tepat diatas burung tersebut. Si Burung Pipit semakin marah dan memaki maki si Kerbau. Lagi-lagi Si kerbau tidak bicara, dia maju satu langkah lagi, dan mengeluarkan kotoran ke atas tubuh si burung.Seketika itu si Burung tidak dapat bicara karena tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira lagi bahwa mati tak bisa bernapas.Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan, salju yang membeku pada bulunya pelan pelan meleleh oleh hangatnya tahi kerbau, dia dapat bernapas lega dan melihat kembali langit yang cerah. Si Burung Pipit berteriak kegirangan, bernyanyi keras sepuas-puasnyanya.

Mendengar ada suara burung bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri sumber suara, mengulurkan tangannya, mengais tubuh si burung dan kemudian menimang-nimang, menjilati, mengelus dan membersihkan sisa-sisa salju yang masih menempel pada bulu si burung.

Begitu bulunya bersih, Si Burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah mendapatkan teman yang ramah dan baik hati. Namun apa yang terjadi kemudian, seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si Burung, dan tamatlah riwayat si Burung Pipit ditelan oleh si Anak Kucing.


Refleksi Hikmah :

  1. Halaman tetangga yang nampak lebih hijau, belum tentu cocok dan baik buat kita.
  2. Baik dan buruknya penampilan, jangan dipakai sebagai satu-satunya ukuran.
  3. Apa yang pada mulanya terasa pahit dan tidak enak, kadang-kadang bisa berbalik membawa hikmah yang menyenangkan, dan demikian pula sebaliknya.
  4. Ketika kita baru saja mendapatkan kenikmatan, jangan lupa dan jangan terburu nafsu, agar tidak kebablasan.
  5. Waspadalah terhadap Orang yang memberikan janji yang berlebihan.
*****

.....:: IBU BUTA YANG MEMALUKAN AKU ::...

Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang Ibu yang BUTA ! Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar malu.

Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang Ibu bekerja membuat makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.

Pada suatu saat Ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan tidak tidur di rumah. Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuatku kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah kesempurnaan itu.
Tepat di saat istirahat, Kulihat sosok wanita tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah Ibuku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu dan yang lebih memalukan lagi Ibu memanggilku.
“Mau ngapain Ibu ke sini ? Ibu datang hanya untuk mempermalukan aku !” Bentakan dariku membuat diri Ibuku segera bergegas pergi. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun bergegas keluar dari sekolahku. Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu.
Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan, “Hai, itu Ibumu ya ??? Ibumu matanya satu ya ?” yang menjadikanku bagai disambar petir mendapat pertanyaan seperti itu.

Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah dan mendapat beasiswa di sebuah sekolah di luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar dan kukejar agar aku bisa
Segera meninggalkan rumah kumuhku dan terutama meninggalkan Ibuku yang membuatku malu. Ternyata aku berhasil mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada dan aku berangkat pergi tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu menghalangi kemajuanku.

Di Sekolah itu, aku menjadi mahasiswa terpopuler karena kepintaran dan ketampananku. Aku telah sukses dan kemudian aku menikah dengan seorang gadis Indonesia dan menetap di Singapura.

Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku sangat mewah, aku mempunyai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku rela mempertaruhkan nyawaku untuk putraku itu.

10 tahun aku menetap di Singapura, belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan sama sekali aku tak pernah memikirkan nasib Ibuku. Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku sekarang.

Tapi pada suatu hari kehidupanku yang sempurna tersebut terusik, saat putraku sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta dan sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah Ibuku, Ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia memperoleh ongkosnya. Dia datang menemuiku.

Seketika saja Ibuku ku usir. Dengan enteng aku mengatakan, “Hey, pergilah kau pengemis. Kau membuat anakku takut !”

Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu lalu tersenyum, “Maaf, saya salah alamat”

Tanpa merasa besalah, aku pun masuk ke dalam rumah.

Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA-ku. Aku pun datang untuk menghadirinya dan beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri.

Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama, hanya ingin menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini.

Selesai Reuni entah mengapa aku ingin melihat keadaan rumahku sebelum pulang ke Singapura. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku sendiri sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kulihat rumah ini begitu berantakan. Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu, entahlah dia kemana, tapi justru aku merasa lega tak bertemu dengannya.

Bergegas aku keluar dan bertemu dengan salah satu tetangga rumahku, “Akhirnya kau datang juga, Ibumu telah meninggal dunia seminggu yang lalu”

“OH…”

Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Sedikit pun tak ada rasa sedih di hatiku yang kurasakan saat mendengar Ibuku telah meninggal.

“Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu”

Setelah menyerahkan surat itu, ia segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.

Untuk anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya Ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap malam Aku hanya bisa menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya yang Ibu punya. Ibu tak pernah lupa untuk mendo'akan kebahagiaanmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia yang luas ini.
Asal kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk melihat dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu.
Mataku yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayahmu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Dan akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu.
Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah di depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta

Bak petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam ! Baru kusadari bahwa yang membuatku malu sebenarnya bukan Ibuku, tetapi diriku sendiri…
_____ ***_____

Sejelek-jeleknya Ibumu, wahai manusia. Dialah orang yang paling berjasa yang pernah engkau kenal. Betapa ia telah bersabar untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya.

Jangan pernah malu mempunyai mempunyai seorang Ibu. Walaupun ia merupakan seorang yang cacat sekalipun. Berterima kasihlah kepadanya. Bersyukurlah kepada Allah yang telah memberikan seorang Ibu yang berkorban banyak kepada anaknya.

Pernahkah Anda memeluk dan mencium pipi dan dahinya..??? Demi Allah, lakukanlah hal tersebut. Walaupun engkau melakukannya sebanyak sekali seumur hidup. Dan katakan kepadanya, "Wahai Ibu, Aku mencintaimu..."

*Wahai Ibu,, aku mencintaimu.. aku menyayangimu.. tapi betapa bodohnya aku ,, tak tahu harus berbuat apa untuk menyatakannya hal itu padamu....
:'( :'( :'( 
*****
.....:: SIAPA YANG PALING JELEK ::.....

Ada suatu kisah seorang santri yang menuntut ilmu pada seorang Kyai. Bertahun-tahun telah ia lewati hingga sampai pada suatu ujian terakhir. Ia menghadap Kyai untuk ujian tersebut, "Hai Fulan, kau telah menempuh semua tahapan belajar dan hanya tinggal satu ujian, kalau kamu bisa menjawab berarti kamu lulus" kata Kyai. 
"Baik pak Kyai, apa pertanyaannya ?"
"Kamu cari orang atau makhluk yang lebih jelek dari kamu, kamu aku beri waktu tiga hari" jawab Kyai.
Akhirnya santri tersebut meninggalkan pondok untuk melaksanakan tugas dan mencari jawaban atas pertanyaan Kyainya tersebut.
Hari pertama sang santri bertemu dengan si Polan, pemabuk berat yang dapat dikatakan hampir tiap hari mabuk-mabukan. Santri berkata dalam hati, "Inilah orang yang lebih jelek dari saya. Aku telah beribadah puluhan tahun sedang dia mabuk-mabukan terus".
Tetapi sesampai ia di rumah, timbul pikirannya, "Belum tentu, sekarang Polan mabuk-mabukan siapa tahu pada akhir hayatnya Allah SWT memberi Hidayah (petunjuk) dan dia Khusnul Khotimah. Dan aku sekarang baik banyak ibadah tetapi pada akhir hayat di kehendaki Su'ul Khotimah, bagaimana ? Dia belum tentu lebih jelek dari saya".
Hari kedua, santri berjalan-jalan keluar rumah dan bertemu dengan seekor anjing yang menjijikkan rupanya, sudah bulunya kusut, kudisan dan sebagainya. Santri bergumam, "Ketemu sekarang yang lebih jelek dari aku. Anjing ini sudah haram dimakan, kudisan, jelek lagi" Santri gembira karena telah dapat jawaban atas pertanyaan gurunya.
Waktu akan tidur sehabis 'Isya, dia merenung, "Anjing itu kalau mati, habis perkara dia. Dia tidak dimintai tanggung jawab atas perbuatannya oleh Allah, sedangkan aku akan dimintai pertanggung jawaban yang sangat berat. Kalau aku berbuat banyak dosa akan masuk neraka. Aku tidak lebih baik dari anjing itu".
Hari ketiga akhirnya santri menghadap Kyai. Kyai bertanya, "Apakah engkau sudah mendapatkan jawabannya muridku ?".
"Sudah guru", santri menjawab. "Ternyata orang yang paling jelek adalah saya guru".
Sang Kyai tersenyum, "Kamu aku nyatakan lulus".
***
Selama kita masih sama-sama hidup kita tidak boleh sombong/merasa lebih baik dari orang lain. Yang berhak sombong adalah Allah SWT. Karena kita tidak tahu bagaimana akhir hidup kita nanti. Dengan demikian, maka kita akan belajar berprasangka baik kepada orang lain yang sama-sama ciptaan Allah SWT

*****
 .....:: ANAK KECIL DALAM KERETA ::.....

Sering kali kita masalah hanya dari kacamata pribadi.  Ada sebuah kisah,,

Suatu hari ada seorang Bapak Tua bersama dengan 4 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Mereka naik kereta ekonomi dari Jatinegara menuju Semarang. Di dalam kereta, anak-anak itu sangat ribut sehingga banyak mengganggu penumpang yang lain. Berlarian kesana kemari, teriak-teriak tawa mewarnai keceriaan mereka. Penumpang yang lain banyak yang merasa terganggu dengan tawa anak-anak kecil itu. Dan Sang Bapak Tua itupun, sepertinya tidak mau tahu dengan anggapan dan pandangan para penumpang yang merasa terganggu oleh anak-anak kecilnya.

Seorang Ibu memberanikan diri untuk menegur Bapak Tua itu agar mau mendiamkan anak-anak kecil itu, "Pak, maaf Pak. Apakah anak itu anak-anak Bapak ?"

Tanpa menjawab, Bapak Tua itu pelan-pelan mengangkat kepala dan melihat ke arah Ibu yang menegurnya, "Ada apa Bu ?" tanya Bapak Tua.

"Itu Pak, Anak Bapak. Mereka berisik dan mengganggu penumpang yang lain, tolong disuruh diam Pak. Sebagai orang tua, harusnya Bapak bisa menjaga anak-anaknya dong. Kami merasa terganggu" jawab Ibu tersebut.

"Ooo, maaf bu saya tidak bisa" jawab Bapak Tua.

"Kenapa tidak bisa ? Kan itu anak Bapak" sahut sang Ibu.

"Saya tidak tega" jawab Bapak Tua itu lagi.

"Kenapa tidak tega ?"

"Tiga hari yang lalu, mereka baru saja kehilangan kedua orang tuanya akibat kecelakaan pesawat. Sejak kecelakaan itu, mereka tidak pernah berhenti menangis. Dan baru kali ini, saya melihat mereka bisa tertawa dengan bahagianya. Saya tidak tega memberhentikan tawa mereka. Jika Ibu tega, saya mempersilahkan Ibu untuk memberhentikan tawa mereka agar mereka tidak mengganggu para penumpang yang lain" jawab Bapak Tua itu mengakhiri percakapan.

Sang Ibu kemudian kembali ke tempat duduknya, dan tidak bisa berkata apa-apa lagi sambil meneteskan air matanya. Kini, marahnya telah berubah menjadi sayang. Bencinya beberapa waktu lalu berubah menjadi simpati. Ia sangat senang melihat anak yatim-piatu tersebut bisa tertawa lepas.


Refleksi Hikmah :

Yakinlah ! pada saat kita mau membuka mata hati dan pendengaran, pastilah hidup ini akan lebih mudah untuk dipahami.

Kebencian jadi Kasih sayang.
Dendam jadi Persahabatan.

Tidak ada yang salah dalam kehidupan ini. Yang salah adalah pada saat kita tidak berusaha mau mengerti tentang kehidupan. 
Sungguh ! Allah menginginkan bagimu bahagia kehidupan di dunia dan di akhirat. 
Karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 
  
***


Sekian dahulu secuil kisah ISLAMI dari saya,sahabat.
Semoga bermanfaat.

^_^